nusabali

Eks Perbekel, Panitia dan Penjual Tanah Diperiksa

  • www.nusabali.com-eks-perbekel-panitia-dan-penjual-tanah-diperiksa

Dugaan Korupsi Pembangunan Kantor Perbekel Selat

SEMARAPURA, NusaBali
Jajaran Reskrimsus Polda Bali tengah mendalami laporan dari masyarakat terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan tanah untuk membangun kantor Perbekel Desa Selat, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, 2015 lalu. Setelah menyita berkas dalam pengadaan tanah tersebut, kali ini Polda memeriksa sejumlah saksi atas pengadaan tanah tersebut.

Dalam pemeriksaan para saksi ini, Polda meminjam lokasi di Polsek Klungkung. Pemeriksaan dilakukan sejak Rabu (20/2) pagi, dengan memanggil mantan Perbekel Selat I Wayan Sudiana, Ketua Tim Pengadaan Tanah Ketut Ariawan yang saat ini masih menjabat Sekretaris Desa (Sekdes) Selat, dan penjual Putu Tika Winawan, yang juga eks Anggota DPRD Klungkung.

Setelah itu Kamis (21/2) Polda kembali memeriksa 6 orang saksi, yaitu Mantan Ketua BPD Desa Selat I Wayan Adnyana, Ketua Tim Pengadaan Tanah Ketut Ariawan, Mantan Sekretaris BPD Desa Selat dan anggota BPD Ida Bagus Maha Putra, Tim Penaksir Harga I Ketut Tantra, serta anggota Tim Penaksir Harga I Nengah Suartana.

Informasi yang dihimpun pemeriksaan ini terkait mark up pengadaan tanah/lahan untuk pembangunan Kantor Desa Selat. Di mana pemeriksaan dilakukan oleh Tim Tipikor Polda Bali yang dipimpin Kompol I Gede Aryanta, Panit I Tipikor Polda Bali I Nyoman Sarka, beserta tiga orang anggotanya. Hanya saja Kompol Aryanta belum bisa memberikan keterangan terhadap pemeriksaan. “Mohon maaf kami belum bisa berikan keterangan terkait pemeriksaan ini,” katanya.

Kasus dugaan mark up pengadaan tanah mencuat setelah mendaat dari mendapat sorotan, persoalan ini hingga dilaporkan lewat sepucuk surat yang mengatasnamankan warga Desa Selat, ke Kajati Bali, tertanggal per 3 Desember 2018, dan mendapat atensi dari Polda Bali. Karena pembelian harga tanah jauh lebih tinggi dari nilai jual obyek pajak (NJOP) dari Rp 20 juta/are menjadi Rp 150 juta per are.

Kemudian ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Bali, Selasa (15/1), petugas kepolisian menyita berkas pelepasan tanah dan pembangunan kantor Desa Selat. Adapun beberapa point dalam surat yang dilayangkan kepada Kajati Bali tersebut, tertulis dalam NJOP tanah tersebut seharga 20 juta/are. Di mana tanah tersebut dibeli oleh pemiliknya sekarang dari pemilik sebelumnya seharga Rp 7,5 juta/are.

Tanah tersebut kemudian dijual ke desa per arenya seharga Rp 150 juta, jika dikalikan seluas 6 are maka akan seharga Rp 900 juta. Pembayaran menggunakan dana ADD Desa Selat 2 x termin penerimaan ADD tahun 2015 dan 2016.

Putu Tika Winawan saat dikonfirmasi terkait pemeriksaan tersebut mengatakan, mengakui memang benar diminta keterangan dari Polda. “Iya benar, terkait penjualan tanah. Saya ditanya benar seharga Rp 150 juta (per are), ya benar. Apakah sudah melaui rapat, sepengetahuan tiang sudah melalui rapat, lewat musyawarh BPD, dan proses notaris, surat di BPN,” ujar Putu Tika Winawan. Untuk bukti tersebut sudah diambil oleh penyidik. Menurut Tika Winawan harganya tanah yang dijual tersebut sudah tepat, dirinya memang membeli tanah tersebut seharga Rp 7 juta tapi pada tahun 1990. Selain itu juga sudah ada penyanding jarga, untuk harga tanah di utara harganya sudah Rp 250 juta /are, sebelah barat sudah Rp 135 juta /are.

Selain harga tanah, dalam surat tersebut juga menyoroti tentang pembangunan Kantor Desa Selat, yang dikerjakan selama 6 bulan dari 16 Mei-16 November 2018. Tertulis, salah satunya menyebutkan bangunan tidak sesuai bestex sehingga pembangunan Kantor Perbekel Desa Selat mangkrak. Perbekel Desa Selat, Gusti Putu Ngurah Adnyana, mengaku sesuai dengan pelaksanaan proyek pembangunan memang yang dikerjakan 2018 itu hanya 60 persen saja. “Itu bukan mangkrak, karena pembangunannya dilakukan bertahap atau pembangunan terus berlanjut,” ujarnya belum lama ini. *wan

Komentar