nusabali

Desa Adat Kuta Bentuk Pasraman Anak

  • www.nusabali.com-desa-adat-kuta-bentuk-pasraman-anak

Kenalkan Kearifan Lokal untuk Anak-anak Usia Dini

MANGUPURA, NusaBali

Desa Adat Kuta, Kecamatan Kuta, Badung membentuk wadah pendidikan informal bagi anak-anak, melalui pasraman. Melalui lembaga informal yang bertajuk ‘Pasraman Luwih Bagia’ ini, diharapkan sejak dini anak-anak mengenal kearifan lokal, di tengah gempuran arus globalisasi.

Operasional Pasraman Luwih Bagia bagi anak-anak ini sudah dibuka secara resmi di Bale Banjar Anyar, Desa Adat Kuta, Kamis (21/12) pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Pembukaan Pasraman Luwih Bagi dilakukan langsung Kepala Dinas (Kadis) Kebudayaan Kabupaten Badung, Ida Ba-gus Anom Basma. Acara juga dihadiri anggota Fraksi PDIP DPRD Ba-dung Dapil Kuta, I Gusti Anom Gumanti, serta tokoh seniman tradisional Bali I Made Taro.

Bendesa Adat Kuta, I Wayan Swarsa, mengatakan Pasraman Luwih Bagia ini dibangun untuk memberikan ruang dan media bagi anak-anak usia dini hingga SD agar mereka mengenal kearifal lokal. Materi pengajaran yang diberikan dalam paraman ini buat sementara difokuskan pada permainan tradisional Bali, gending rare (lagu anak-anak khas Bali), dan mesatua Bali (mendongeng).

Menurut Bendesa Wayan Swarsa, ada beberapa alasan kenapa dibentuk Pasraman Luwih Bagia. Selain sebagai sarana memperkenalkan kearifan lokal Bali, lembaga pendidikan informal ini juga penting untuk membentuk karakter anak sejak dini. Intinya, agar anak-anak tidak kehilangan jatidirinya. Sebab, anak-anak zaman sekarang pemikirannya sudah tidak lokal lagi, tapi universal.

“Anak zaman sekarang lebih banyak sibuk dengan handphone. Kami berpikir, bagaimana caranya agar anak-anak mengenal kearifan lokal. Lewat Pasraman Luwih Bagia ini, kita berharap anak-anak sejak dini mengenal keairafan lokal Bali berupa permainan tradisional yang di-rangkaikan dengan Gending Rare dan medongeng, sehingga mereka tak kehilangan jatidiri,” jelas Swarsa kepada NusaBali di sela acara pembukaan Pasraman Luwih Bagia, Kamis kemarin.

Desa Adat Kuta melibatkan 14 orang sebagai pengasuh Pasraman Luwih Bagia. Mereka yang disebut ‘Kader Pembina’ ini sebelumnya telah diberikan pelatihan khusus oleh seniman tradisional kawakan I Made Taro. Sedangkan anak-anak yang boleh mengikuti pembelajaran informal di Pasraman Luwih Bagia dibatasi anak susia dini hingga SD lingkup Desa Adat Kuta.

Menurut Swarsa, sebelum dibuka secara resmi, Kamis kemarin, ada ratusan anak-anak dari berbagai sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Duni) dan SD terdaftar mengikuti pembelajaran Pasraman Luwih Bagia, yang dipusatkan di Bale Banjar Anyar, Desa Adat Kuta. Mereka tidak dipungut biaya sepeser pun.

Ke depan, Pasraman Luwih Bagia membuka kegiatan sepekan sekali pada hari Minggu. Rencananya, dua minggu sekali dilakukan pementasan di Pantai Kuta. “Pelaksanaan kegiatan diambil pada hari Minggu, agar tidak mengganggu proses belajar mengajar anak-anak di sekolahnya masing-masing,” kata Swarsa. “Dua minggu sekali dilakukan pementasan di Pantai Kuta. Kami sudah sempat mencoba pentaskan permaian anak di Pantai Kuta. Kami lihat wisatawan sangat antusias menyaksikan anak-anak menikamti dunianya,” lanjut Swarsa.

Sementara itu, Made Taro, seniman yang membina Kader Pengasuh Pasraman Luwih Bagia, mengapresiasi terobosan yang dilakukan Desa Adat Kuta dalam dalam membangun karakter generasi berbasis budaya lokal. Menurut Made Taro, ada ratusan materi yang diperkenalkan lewat pasraman ini. Untuk tahap awal, diajarkan permainan tradisional, gending rare, dan mesatua Bali.

“Sebetulnya permainan tradisional, gending rare, dan mesatwa Bali merupakan cikal bakal dunianya anak-anak. Pendidikan kearifan lokal bisa membentuk karakter anak sejak dini. Pendidikan kearifan lokal ini tak hanya mendidik anak menjadi pintar, tapi bermoral. Dalam ilmu pengetahuan, kita mengenal istilah otak kiri dan otak kanan,” jelas Made Taro.

Menurut Made Taro, materi yang diajarkan dalam kearifan lokal ini banyak mengandung nilai moral, seperti anak-anak harus jujur, percaya diri, hormat terhadap orangtua, bisa hidup bermasyarakat dengan baik, dan harus mengikuti desa kala patra. Semuanya akan terbentuk dalam permainan tradisional yang diajarkan melalui gending rare dan mesatua Bali. “Ini merupakan pendidikan sejak dini dengan mengangkat kearifan lokal. Itu sangat bermanfaat. Banyak sekali pendidikan karakter yang ditemukan di pasraman ini. Saya yakin jika ini dilakukan secara terus menerus dan mendalam, maka anak-anak akan memiliki kesadaran spiritual tinggi.”

Sementara, Kadis Kebudayaan Kabupaten Badung, IB Anom Basma, juga mengapresiasi langkah yang diambil Bendesa Adat Kuta dengan membangun Pasraman Luwih Bagia bagi anak usia dini. Pasalnya, generasi muda sejak usia dini harus dilatih nilai kejujuran, sportivitas, kesusilaan dalam pembentukan kepribadian, dan budi pekerti yang bisa dilakukan melalui permainan tradisional.

“Pembelajaran semacam ini baru diterapkann di Desa Pakraman Kuta. Inilah yang kita akan dipakai model ke depan dalam pelestarian tradisi. Kita sangat mengapresiasi ide brilian dari Bendesa Adat Kuta ini. Sebagai desa internasional, mereka sangat peduli upaya pelestarian tradisi. Ini artinya mereka sadar ancaman tergerusnya budaya lokal oleh arus globalisasi," tandas Anom Basma.

Paparan senada juga disampaikan anggota DPRD Badung Dapil Kuta, I Gusti Anom Gumanti. Menurut Anom Gumanti, tantangan yang dihadapi saat ini adalah membangun mental karakter generasi muda yang cerdas serta paham adat, budaya, dan agama.

Anom Gumanti menegaskan, upaya ini sangat relevan bagi Kuta yang masyarakatnya berkecimpung di sektor pariwisata. Sebab, akar pariwisata di Bali adalah budaya. "Upaya ini juga bisa sekaligus menggali kembali permainan anak-anak yang mungkin tidak pernah diketahui adanya. Potensi ini perlu digali, sehingga  bisa menjadi suatu suguhan atraksi wisata tambahan," katanya. *p

Komentar