nusabali

Ada 10 Ribu Izin, Yang Bayar Pajak 4 Ribu

  • www.nusabali.com-ada-10-ribu-izin-yang-bayar-pajak-4-ribu

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif geram dengan indikasi korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).

KPK Geram Soroti Korupsi di SDA

JAKARTA, NusaBali
Syarif menyebut korupsi pada sektor itu sudah menjadi-jadi dan kerap terulang. "KPK telah mengetahui korupsi banyak di SDA. Kami melakukan studi. Kami sampai hari ini masih fokus untuk penyelamatan SDA karena itu masa depan Indonesia," ucap Syarif di Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anti-Corruption Learning Center (ACLC), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (25/1) seperti dilansir detik.

Syarif menyampaikan itu dalam diskusi bersama World Resources Institute (WRI Indonesia). Dia kemudian menyoroti izin usaha tambang yang berantakan di Indonesia.

"Dari tambang, ada 10 ribu izin, yang punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kurang lebih 3-4 ribu. Bayangin, 10 ribu izin, yang bayar pajak kurang dari 4 ribu. Ke mana perginya?" gugat Syarif.

"Ada uang kita triliun itu, itu piutang yang harusnya dibayar tapi kita nggak bisa tagih. Kita sudah sampaikan ke Sri Mulyani, kalau itu bisa ditagih, tax amnesty itu nggak perlu, tapi sebagian orangnya lari," imbuh Syarif.

Syarif kemudian mencontohkan bagaimana tata kelola SDA yang buruk dapat merugikan masyarakat, apalagi bila ditambah adanya tindak pidana korupsi. Dia menyebut banjir yang terjadi di Makassar sebagai contoh.

"Itu seumur-umur saya kan tinggal di sana. Itu ada banjir yang seperti itu karena sungai dan tempat pembuangannya yang dulu lebar sekarang direklamasi itu. Kenapa itu bisa terjadi? Kan saya belajar hukum lingkungan. Saya frustrasi karena hukum lingkungan kita tidak pernah diekspose. Saya pikir itu karena korupsi, karena ada korupsi makanya saya berusaha menjadi aktivis KPK," ucap Syarif.

Pada kesempatan itu Laode Syarif juga mengaku sangat kesal dengan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang masih saja menerbitkan izin kepada pemilik Berca Group, Siti Hartati Tjakra Murdaya. Sikap KLHK mencederai semangat pemberantasan korupsi.

Hartati diketahui pernah menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu terkait pengurusan izin perkebunan sawit. Tapi saat kedua tertangkap oleh KPK, izinnya bukan berhenti, melainkan masih terus berjalan.

"Namun setelah yang bersangkutan itu bebas lahan itu tetap lost (diberikan). Padahal itu diperoleh dengan cara suap. Ini bagaimana KLHK harus izinnya dicabut," ujarnya seperti dilansir vivanews.

Pada perkaranya, Amran divonis pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp300 juta, adapun Hartati divonis dua tahun penjara dengan denda Rp150 juta.  Saat dijerat KPK, Hartati menjabat Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantations dan PT Cipta Cakra Murdaya.
Dia divonis 2 tahun 8 bulan pada 4 Februari 2013. Putusan itu kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 24 April 2013. Hartati sudah menjalani hukuman itu dan kini telah bebas. *

Komentar