nusabali

Eks Dirut BPR Divonis 6,5 Tahun

  • www.nusabali.com-eks-dirut-bpr-divonis-65-tahun

Putusan ini sendiri masih di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cok Intan Merlani Dewi yang sebelumnya menuntut hukuman 8 tahun penjara.

DENPASAR, NusaBali

Sidang kasus penyimpangan kredit sebesar Rp 24,225 miliar dengan terdakwa Nyoman Supariyani, 50 mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) KS Bali Agung Sedana memasuki agenda putusan di PN Denpasar, Senin (8/10). Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 6,5 tahun dan denda Rp 5 miliar.

Majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sesuai dakwaan alternatif kedua. Yakni melakukan tindak pidana dalam ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf  b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Perbuatan terdakwa dipandang sebagai perbuatan berlanjut selaku pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan saat menjadi anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam perundang-undangan," tegasnya. Setelah membacakan pertimbangan memberatkan dan meringankan, hakim membacakan putusan.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Nyoman Supariyani dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan (6,5 tahun, red),” tegas hakim yang juga menghukum terdakwa dengan denda Rp 5 miliar atau bisa diganti pidana penjara 5 bulan.

Putusan ini sendiri masih di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cok Intan Merlani Dewi yang sebelumnya menuntut hukuman 8 tahun penjara. Usai sidang, JPU dan kuasa hukum terdakwa, Jacob Antolis sama-sama menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir Yang Mulia,” ujar Jacob.

Sesuai dakwaan, Supariyani dalam kapasitasnya sebagai direktur utama dinilai dengan sengaja tidak melaksanakan prosedur yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hal itu dilakukan terdakwa dengan memerintahkan stafnya untuk tidak melakukan prosedur yang seharusnya dilakukan dalam proses pemberian kredit 54 debitur calon tenaga kerja Indonesia (TKI). Perbuatan itu terjadi dalam proses pemberian kredit 54 debitur calon TKI dengan plafon berjumlah lebih kurang sebesar Rp 24.225.000.000 atau Rp 24,2 miliar lebih. Dalam prosesnya, dari permohonan sampai pencairan, diduga tidak sesuai prosedur. Sehingga menyebabkan pencatatan palsu. *rez

Komentar