nusabali

Suguhkan Permainan Tradisional Khas Buleleng

  • www.nusabali.com-suguhkan-permainan-tradisional-khas-buleleng

Parade budaya perayaan HUT ke-413 Kota Singaraja, Buleleng, Jumat (31/3) sore, berbeda dari tahun-tahun sebeluumnya.

Parade Budaya ‘Nora Alpaka’ Perayaan HUT ke-413 Kota Singaraja


SINGARAJA, NusaBali
Sesuai temanya yakni ‘Nora Alpaka’ (tidak melupakan warisan nenek moyang), parade budaya kali ini dikemas dengan menonjolkan berbagai permainan tradisional, mulai Selodor-selodoran, Megeri Engkeban, Kering Engkeb, hingga Kebo Samad.

Kegiatan parade budaya yang dipusatkan di Tugu Singa Ambara Raja, Jumat kemarin, baru dimulai sore sekitar pukul 15.00 Wita. Namun, ratusan peserta parade yang merupakan perwakilan dari 9 kecamatan se-Buleleng sudah standby di seputar Jalan Ngurah Rai Singaraja, sejak siang pukul 14.00 Wita. Mereka tak sabar mementaskan garapan seni dan budayanya di depan panggung kehormatan, dengan disasikan ribuan penonton. Demikian pula ribuan penontin, yang sudah hadir sejak siang.

Parade budaya diawali dengan laporan Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Putu Tastra Wijaya, yang berlangsung di bawah guyuran hujan. Kemudian, Wakil Bupati Buleleng dr Nyoman Sutjidra SpOG bersama-sama dengan pejabat lainnya memukul tektekan sebagai simbol dibukanya acara parade budaya.

Habis dibuka, kontingen seni dari Kecamatan Gerokgak mendapat gi-liran pertama untuk beratraksi. Kontingen Kecamatan Gerogkak mempersembahkan permainan tradisional ‘Selodor-selodoran’, yang digarap sangat apik dengan melibatkan anak-anak. Sedangkan kontingen Kecamatan Seririt yang mendapat giliran kedua beratraksi, menampilkan permainan tradisional ‘Megeri Engkeban’ alias petak umpet. Permainan Megiri Engkeban ini berasal dari Desa Lokapaksa.

Permainan ‘Megeri Engkeban’ ini merupakan atraksi tradisional yang berkaitan dengan sejarah Desa Lokapaksa. Konon, dulu saat I Dewa Timbul Gunung, salah satu putra Dalem Klungkung, tiba di Desa Lokapaksa setelah berhasil membangun puri, juga membuka persawahan. Sebagai wujud syukur, setiap Purnamaning Kadasa dilaksanakan upacara Ngusaba Subak. Sukacita inilah yang kemudian juga dirayakan anak-anak dan remaja setempat dengan permainan Megeri Engkeban.

Sementara, kontingen Kecamatan Tejakula yang dapat giliran ketiga, menampilkan permainan tradisional ‘Kebo Samad’. Permainan langka ini mengisahkan upaya menaklukkan kerbau yang sering meronta-ronta. Dalam permainan Kebo Samad ini, seorang anak berperan sebagai kerbau yang diikat dengan tali, sedangkan sejumlah anak lainnya mem-bentuk lingkaran. Anak yang berperan sebagai kerbau akan berusaha menjatuhkan temannya di pinggir. Nah, mereka yang tetap bertahan dan berdiri akan menggantikan peran sebagai kerbau.

Usai permainan Kebo Samat yang dibawakan kontingen Kecamatan Tejakula, selanjutnya kontingen Kecamatan Busungbu dapat giliran keempat beratraksi. Kecamatan dari Buleleng Barat ini menampilkan permainan tradisional ‘Kering Engkeb’, yang mirip dengan Megeri Engekab milik kontingen Kecamatan Seririt. Bedanya, dalam Kering Engkeb ini diselipkan pelajaran bagi anak-anak yang bermain lupa waktu hingga pergantian malam (sandikaon), hingga merekja lilipang memedi (disembunyikan makhluk halus). Permainan ini mengajarkan kepada anak-anak untuk tetap mengontrol waktu bermainnya.

Sebaliknya, kontingen Kecamatan Kubutambahan yang dapat giliran kelima beratraksi di panggung kehormatan, menamiknan permainan tradisional ‘Cikal Pande’. Meski permainan itu terlihat sangat sederhana, namun Cikal Pande cukup menyenangkan dan mampu menghibur penonton.

Sedangkan kontingen Kecamatan Sukasada, yang dapat giliran keenam beratraksi, menyuguhkan permainan yang memerlukan nyali besar, yakni ritual ‘Meamuk-amukan’. Permainan ini menggunakan prakpak, yakni api yang menyala, kemudian dipukulkan ke lawannya hingga apinya padam. Permainan ‘Meamuk-amukan’ ini dibawakan krama Desa Padangbulia. Ritual Meamuk-amukan ini biasanya ditampilkan krama Desa Padangbulia saat malam Pangrupukan Nyepi (sehari jelang Nyepi Tahun Baru Saka), tepat pada Tilem Kasanga.

Kemudian, kontingen Kecamatan Sawan yang dapat giliran ketujuh, mempersembahkan tradisi ‘Sapi Gerumbungan’ dalam parade budaya kemarin. Sementara kontingen Kecamatan Banjar yang dapat giliran kedelapan, menampilkan permainan tradisional ‘Magangsing’. Sedangkan kontingen Kecamatan Buleleng yang dapat kesempatan terakhir beratraksi, menampilkan permainan ‘Majaran-jaranan’.

Permainan Majaran-jaranan ini dibawakan oleh anak-anak dan para remaja. Kaum anak-anal Majarang-jarangan dengan menggunakan sarana pelepah pisang yang dibentuk menyerupai kuda. Sementara para remaja menunjukkan permainan Majaran-jaranan yang sebenarnya, dengan mengadu jagoan masing-masing regu yang diusung oleh kelompoknya.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Putu Tastra Wijaya, mengatakan parade budaya kali ini mengambil tema ‘Nora Alpaka’, sebagai bagian upaa melestarikan dan membangkitkan kembali kebudayaan khususnya permainan tradisional yang mulai tidak dikenal oleh anak-anak zaman sekarang. Apalagi, saat ini gempuran teknologi yang semakin cangkih, kian mengikis kebudayaan yang bersifat tradisional hingga terancam hilang.

“Masing-masing kecamatan berusaha menampilkan permainan tradisional yang berkembang di wilayah mereka. Sehingga dalam kesempatan ini juga dapat mengedukasi generasi muda kita yang mulai tidak tahu bentuk dan bagaimana permainan tradisional yang kita miliki,” ujar Tastra Wijaya.

Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra mengatakan dalam HUT ke-413 Kota Singaraja yang jatuh pada 30 Maret 2017, pihaknya menginginkan agar kesenian dna kebudayaan lama kembali dihidupkan, seperti permainan tradisional yang ditampilkan masing-masing kecamatan. Wabup Sutjidra memastikan permaiann tradisional itu nantinya tetap akan ditampilkan, baik berupa lomba maupun eksebhisi, agar tidak punah.

“Permainan tradisional ini tidak boleh punah, makanya setiap kecamatan kami tunjuk mementaskan permainan tradisional yang ada di wilayahnya. Dengan begitu, generasi muda kita tahu permainan tardisional warisan leluhur. Nanti akan dilombakan setiap ada event besar,” jelas politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini. * k23

Komentar