nusabali

Pasien Suspect Meningitis Kehilangan Pendengaran

  • www.nusabali.com-pasien-suspect-meningitis-kehilangan-pendengaran

Beginilah kondisi I Made Sutanaya, 55, salah satu pasien suspect (dicurigai terjangkit) bakteri Meningitis Streptococcus Suis (MMS) yang masih dirawat di BRSUD Tabanan, Senin (13/3).

Komunikasi dengan Bahasa Isyarat, Kemarin Dijenguk Wabup Tabanan


TABANAN, NusaBali
Pasien suspect Meningitis asal Banjar Gubug Belodan, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan ini kini jadi bongol (tuli), hingga terpaksa berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan tulisan.

Pasien Made Sutanaya ini dirawat di Ruang Dahlia III BRSUD Tabanan. Pria berusia 55 tahun ini sebelumnya dibawa ke rumah sakit, Rabu (8/3) lalu, dalam kondisi panas badan tinggi, sakit kepala, dan muntah-muntah. Sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien suspect Meningitis yang punya riwayat santap olahan daging babi berupa lawar dan komoh dua pekan sebelumnya ini, sempat diperiksakan ke dokter terdekat.

Saat NusaBali menjenguknya ke Ruang Dahlia III BRSUD Tabanan, Senin kemarin, pasien Made Sutanaya ditunggui istrinya, Ni Made Mastri, 54. Menurut Made Mastri, suaminya ini memang suka santap lawar. Bahkan, yang bersangkutan sering membuat sendiri masakan lawar di rumahnya.

Made Mastri menyebutkan, dua pekan sebelum dilarikan ke BRSUD Tabanan, suaminya ini sempat santap lawar dan komoh dalam hajatan yang diselenggarakan tetangganya. Tiba-tiba, Made Sutanaya mengalami panas tinggi disertai sakit kepala dan muntah-muntah. “Saya sempat ajak Bapak berobat ke dokter terdekat. Tapi, tidak kunjung sembuh, dibawa ke rumah sakit,” kenang Mastri.

Setelah 5 hari menjalani perawatan di BRSUD Tabanan sejak Rabu lalu, kondisi Sutanaya berangsur membaik. Panas tinggi, muntah-muntah, dan sakit kepalanya pun hilang. Namun, Sutanaya justru bongol alias tidak bisa mendengar. "Kondisi ini (bongol) terjadi sejak empat hari lalu. Saya panggil-panggil kok tidak menyahut, ternyata suami saya tidak bisa mendengar," tutur Mastri.

Nah, agar bisa berkomunikasi dengan suaminya yang suspect Meningitis ini, Mastri menggunakan kode dan tulisan. “Saya tidak menyangka suami jadi begini. Padahal, sebelumnya tidak ada riwayat tuli. Mudah-mudahan, pendengaran Bapak cepat sembuh," harap perempuan berusia 54 tahun ini.

Sementara, dokter spesialis syaraf BRSU Tabanan, dr Ni Ketut Sudiarani, menyatakan pasien mengalami gangguan pendengaran, karena Meningitis merupakan peradangan yang mennyelubungi otak. "Bisa menyebabkan kejang, mengingat pasien datang pertama dalam kondisi kejang. Saat ini, sisa efeknya adalah pasien tidak bisa mendengar," papar dr Sudiarmini didampingi Direktur BRSU Tabanan, dr Nyoman Susila, Senin kemarin.

Menurut dr Sudiarani, karena gejala penyakit yang disebabkan sama dengan bakteri MSS, maka pihaknya telah lakukan pengambilan specimen darah dan cairan otak pasien sebanyak 3 cc, Jumat (10/3) lalu. Namun, hingga kini belum bisa dipastikan apakah pasien Made Sutanaya terjangkit bakteri MMS atau tidak. Soalnya, masih dilakukan uji laboratorium di RS Sanglah, Denpasar.

Hingga Senin kemarin, BRSUD Tabanan masih merawat dua pasien suspect Meningitis. Pasien satunya lagi adalah Ni Nengah Mungkrig, 65, krama Banjar Pengayehan, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, yang sebelumnya sempat dirawat di RS Wisma Prashanti Tabanan. Menurut dr Sudiarmini, sampel darah Nengah Mungkrig juga masih diuji laboratorium di RS Sanglah.

Hingga Senin kemarin, pasien Nengah Mungkrig masih dalam kondisi tidak sadar. Pihak keluarga tidak tahu pasti apakah Nengah Mungkrig sempat konsumsi daging babi atau tidak? Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak Jumat lalu, sering gaduh dan gelisah. Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri pada kepala dan persendian.

Menurut dr Sudiarmini, penyakit Meningitis sejatinya bukan baru. Ini sudah pernah terjadi tahun 1984 dengan gejala yang sama: panas badan tinggi, kaku kuduk, kejang, dan nyeri sendi. "Tapi, masyarakat jangan takut daging babi. Kalau cara pengolahannya benar, tidak akan terjangkit bakteri MMS. Selalu utamakan perilaku bersih dalam mengolah dan konsumsi daging babi," pintanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya dan Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Made Dirga, sempat jenguk pasien suspect Meningitis, Made Sutanaya, di BRSUD Tabanan, Senin kemarin. Saat menjenguk pasien Made Sutanaya, mereka didampingi Direktur BRSUD Tabanan dr Nyoman Susila, Wadir Pelayanan BRSUD Tabanan dr Luh Made Sukardiasih, Kepala Bidang P2MPL Dinas Kesehatan Tabanan dr Ketut Nariana, dan Ketia Fraksi PDIP DPRD Tabanan Noman Komet Arnawa.

Wabup Sanjaya secara khusus meminta Direktur BRSUD Tabanan dan jajaran untuk memberikan pengobatan terbaik bagi pasien suspect Meningitis. Sanjaya juga memuji respons cepat Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Tabanan, yang langsung mengecek kondisi kandang dan piaraan babi di Banjar Pengayehan, Desa Gubug, tempat bermulanya kasus ini muncul. Pengecekan kondisi kandang dan ternak babi ini telah dilakukan Minggu (12/3). Selain itu, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Tabanan telah berikan vaksin ternak babi dan sosialisasi pencegahan Meningitis Strepcococcus Suis kepada krama setempat.

Wabup Sanjaya meminta Dinas Kesehatan untuk sosialisasikan bakteri MMS pada babi ini kepada seluruh Perbekel se-Tabanan, agar krama tidak khawatir menyambut Hari Raya Galungan dengan tradisi potong babi. Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, Made Dirga, meminta Direktur BRSUD Tabanan dan jajaran untuk memberikan pengobatan terbaik kepada pasien suspect meningitis.

Made Dirga juga menanyakan cara pencegahan bakteri babi itu untuk disampaikan kepada masyarakat. “Kami tidak ingin isu Meningitis ini mematikan usaha masyarakat. Bakteri ini bisa dihindari dengan cara memasak daging babi dan darah babi dengan matang,” jelas politisi PDIP ini.

Sedangkan Direktur BRSUD Tabanan, dr Nyoman Susila, mengatakan pihaknya telah memberikan pengobatan sesuai protap untuk pasien suspect Meningitis, Made Sutanaya. Menurut dr Susila, kondisi Sutanaya sudah membaik, tingkat kedaruratan yang bisa mengancam jiwanya sudah tidak ada lagi, demam, kejang, serta panas juga sudah hilang. “Sekarang pasien hanya keluhkan tuli. Soal tuli ini kita masih pe-lajari, semoga bisa disembuhkan karena dari tuli sementara dan tuli permanen,” terang dr Susila. * d,k21

Komentar