nusabali

Tersangka Gede Darmika Ngaku Sakit Hati karena Ditantang Berkelahi

Tragedi Bapak Dibantai Anak Kandungnya di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng

  • www.nusabali.com-tersangka-gede-darmika-ngaku-sakit-hati-karena-ditantang-berkelahi

Istri korban I Wayan Purna, yakni Ni Nengah Pudak, sempat berusaha merebut senjata sabit yang ditodongkan anak sulungnya, I Gede Darmika, ke arah sang ayah. Namun, upayanya gagal hingga yang bersangkutan jatuh pingsan

SINGARAJA, NusaBali

Misteri kasus pembunuhan sadis bapak oleh anak kandungnya di Banjar Kayu Putih, Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Senin (17/5) siang, mulai sedikit terkuak. Tersangka I Gede Darmika, 51, tega membantai ayahnya, I Wayan Purna, 72, hingga tewas mengenaskan dengan kondisi kepala pecah, karena sakit hati lantaran ditantang berkelahi.

Motif sakit hati ini terungkap dari hasil pemeriksaan sementara tersangka Gede Darmika oleh Unit Reskrim Polsek Gerokgak. “Dari pengakuannya, tersangka merasa sakit hati karena sering dimarahi ayahnya saat mabuk. Tersangka merasa diperlakukan tidak wajar, seperti ditantang berkelahi oleh ayahnya,” ungkap Kasubbag Humas Polres Buleleng, Iptu Gede Sumarjaya, saat dihubungi NusaBali di Singaraja, Selasa (18/5).

Menurut Iptu Sumarajaya, penyidik masih mendalami kasus pembunuhan sadis bapak oleh anaknya ini. Termasuk memeriksa kondisi kejiwaan tersangka Gede Darmika. Sebab, tersangka bagaikan pembunuh berdarah dingin, yang tanpa ampun menghajar ayahnya menggunakan senjata linggis hingga tubuhnya remuk.

Iptu Sumarajaya menyebutkan, peristiwa maut di Banjar Kayu Putih, Desa Sanggalangit ini berawal ketika korban Wayan Purna dan tersangka Gede Darmika sama-sama melayat dan bantu menyiapkan upacara pemakaman salah satu tetangganya. Saat melayat ke rumah tetangganya, bapak dan anak ini dalam pengaruh alkohol akibat tenggak minuman keras.

Awalnya, bapak dan anaknya ini hanya bertengkar adu mulut di rumah tetangganya yang mengalami kedukaan. Setelah bertengkar, korban Wayan Purna memutuskan untuk pulang lebih dulu ke rumahnya. Namun, tidak disangka-sangka, ternyata korban disusul oleh tersangka Gede Darmika, yang merupakan anak sulungnya.

Saat menyusul ayahnya ke rumah, katra Iptu Sumarajaya, tersangka Gede Darmika membawa senjata tajam berupa linggis dan sabit. Kemudian, tanpa basa-basi anak durhaka ini langsung membantai ayahnya yang sedang rebahan di teras rumah. Korban Wayan Purna pun tewas mengenaskan di halaman rumah dalam kondisi kepala belakang pecah, betis remuk, dan sejumlah luka lainnya.

“Barang bukti yang kami amankan berupa linggis dan sabut, memang dibawa oleh tersangka dari rumahnya. Tetapi, apakah kejadian ini sudah direncanakan atau tidak, perlu penyelidikan lebih lanjut,” terang Iptu Sumarajaya, sembari menyebut korban dan tersangka selama ini tinggal terpisah.

Korban Wayan Purna sendiri memiliki dua istri. Tersangka Gede Darmkika lahir dari istri pertamanya, Ni Nengah Pudak. Saat ini, jenazah korban masih disemayamkan di rumah istri keduanya, yang lokasinya masih satu gang dengan TKP pembunuhan.

Menurut anak kedua almarhum, yakni I Made Darmawan, 46, jenazah ayahnya akan dimakamkan pada Wraspati Umanis Pahang, Kamis (20/5) lusa, di Setra Desa Adat Sanggalangit. “Jenazah akan dikuburkan hari Kamis,” jelas Made Darmawan, yang notabene adik kandung tersangka Gede Darmika, saat ditemui NusaBali di rumah duka, Selasa kemarin.

Darmawan mengatakan, saat peristiwa maut, Senin siang pukul 14.30 Wita, dirinya berada di Denpasar karena merantau dan bekerja sebagai pekerja bangunan. “Saya sedang kerja di proyek ketika sore pukul 17.30 Wita tiba-tiba saya ditelepon istri sambil menangis. Kata istri saya, bapak meninggal karena bertengkar dengan kakak,” keluh Darmawan.

Saat kejadian maut siang itu, kata Darmawan, ibu kandungnya yakni Nengah Pudak tengah tidur di dalam kamar. Sedangkan ayahnya, Wayan Purna, rebahan di teras rumah. Tiba-tiba,Nengah Pudak mendengar suara ribu-ribut di teras rumah. Begitu keluar, Nengah Pudak mendapati anak sulungnya, Gede Darmika, memegang linggis dan menodongkan sabit ke arah ayahnya.

“Ibu saya sempat berusaha melerai dengan berusaha mengambil sabit yang dipegang kakak. Tapi, kakak saya terus mencak-mencak sehingga ibu memutuskan lari ke arah selatan untuk meminta pertolongan. Ibu malah jatuh pingsan sebelum sampai ke tetangga,” katanya.

Kelurga lain dan para tetangga yang berdatangan ke lokasi TKP tidak ada yang berani mendekat, karena seusai membantai ayahnya, tersangka Gede Darmika masih memegang senjata tajam. Sampai akhirnya tersangka beristirahat di bangunan saka pat milik tetangga dan kemudian dibekuk polisi. *k23

Komentar