nusabali

Bikin Tiga Barong Berbahan Kraras, Koran, dan Daun Lontar

Karya Seni Inovasi Seniman Muda dari Penggak Men Mersi, Kelurahan Kesiman, Denpasar Timur

  • www.nusabali.com-bikin-tiga-barong-berbahan-kraras-koran-dan-daun-lontar

Barong Kraras dibuat seniman Komang Marjana selama 2 pekan, sementara Barong Koran digarapnya selama 1,5 bulan. Sebaliknya, Barong Lontar dibuat seniman Putu Arif Suciawan selama 1 bulan dengan melibatkan 25 tenaga

DENPASAR, NusaBali

Penggak Men Mersi, rumah seniman yang berlokasi di Jalan WR Supratman 169 Denpasar kawasan Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, punya karya cipta tiga barong kreasi yang cukup unik. Ketiga karya inovasi dari bahan berbeda itu, masing-masing disebut Barong Kraras, Barong Koran, dan Barong Lontar.

Sesuai namanya, Barong Kraras terbuat dari daun pisang kering (kraras). Sedangkan Barong Koran terbuat dari koran-koran bekas. Sebaliknya, Barong Lontar terbuat dari daun lontar. Ketiga barong kreasi tersebut kini dipajang di markas Penggak Men Mersi.

Menurut Kelian Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita, garapan Barong Kraras, Barong Koran, dan Barong Lontar ini sebagai refleksi karya inovasi cipta para kreator muda. Karya ini sebagai respons atas kebijakan Pemkot Denpasar yang menyuarakan ‘Rawat Pusaka Cipta Inovasi’. “Kami mengimplementasikannya ke dalam garapan tiga jenis barong,” ungkap Kadek Wahyudita saat ditemui NusaBali di Rumah Penggak Men Mersi, Sabtu (5/10).

Kadek Wahyudita menjelaskan, masing-masing garapan barong tersebut memiliki makna tersendiri. Kraras (daun pisang kering) sebagai bahan dasar Barong Kraras, menyimbolkan daur ulang bahan alam yang sejatinya sangat bisa dimanfaatkan menjadi benda seni.

Sedangkan koran sebagai bahan yang bisa didaur ulang, menunjukkan daya kreatif seniman dalam memanfaatkan benda di sekitarnya. Sementara bahan lontar, kata Wahyudita, sebagai pemantik semangat dalam mengeksplorasi lontar sebagai simbol ilmu pengetahuan.

Ketiga barong kreasi berbahan kraras, koran, dan lontar murni hasil karya tangan-tangan terampil dua seniman muda Penggak Men Mersi. Mereka adalah Komang Marjana, 22 (seniman asal Banjar Kebon Kuri Mangku, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur) dan Putu Arif ‘Sama Kaki’ Suciawan, 27 (asal Banjar Babakan, Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung). Komang Marjana adalah kreator Barong Kraras dan Barong Koran, sementara Putu Suciawan jadi kreator Barong Lontar.

Barong Kraras karya cipta Komang Marjana memiliki tinggi 1 meter, panjang 2,5 meter, dan lebar 0,8 meter. Barong Keraras dibuat seorang diri selama 2 pekan, akhir November 2015 sampai pertengahan Desember 2015. Bahan yang diperlukan meliputi 10 kilogram daun pisang kering, 1 batang bambu, 1 kilogram rotan kerng, cat, dan tapel kayu tapel kayu yag dibeli. Biaya pembuatan kala itu hanya Rp 500.000.

Sedangkan Barong Koran karya cipta Komang Marjana memiliki tinggi 2 meter, panjang 3 meter, dan lebar 1 meter. Barong Koran dibuat seorang diri selama 1,5 bulan, sejak awal November 2017 sampai pertengahan Desember 2017. Bahan yang diperlukan meliputi 30 kilogram koran, 5 kilogram kardus, 12 batang bambu santong, 1 kilogram rotan. Biaya pembuatan kala itu hanya Rp 300.000.

Sebaliknya, Barong Lontar karya cipta Putu Suciawan memiliki tinggi 3 meter, panjang 3 meter, dan lebar 1 meter. Barong Lontar dibuat dengan melibatkan 25 orang selama 1 bulan, sejak awal Agustus 2017 sampai awal September 2017. Bahan yang diperlukan meliputi 10 pucuk daun lontar, 10 ikat pis bolong, 2 batang bambu santong, 1 kilogram rotan, dan 25 buah permata masakan.

Menurut Kadek Wahyudita, pembuatan barong kreasi berbahan kraras, koran, dan lontar ini memiliki tingkat kesulitan cukup tingi. Untuk Baring Kraras dan Barong Koran, tingkat kesulitannya terjadi saat pemasangan bulu. “Masalahnya, kraras dan koran gampang robek, sehingga harus berhati-hati dan detail memang bulu,” terang Wahyudita.

Sedangkan tingkat kesulitan untuk Barong Lontar, kata Wahyudita, adalah saat membuat tulisan pada daun lontar yang bisa menghabiskan waktu cukup lama. Tulisan tersebut tanpa pakem atau pola. Seniman bebas menulis apa saja dengan huruf Bali. Namun, pembuatan teksturnya juga harus detail, sehingga memakan waktu lebih lama.

Wahyudita menyebutkan, ide awal membuat barong kreasi dengan bahan berbeda dari umumnya ini, karena merasa tertantang untuk membuat sebuah karya seni. “Dengan menciptakan barong berbahan kraras, koran, dan lontar, kami ingin menunjukkan pentingnya membedakan antara barong sakral dan barong profan. Semoga dengan garapan ini, nantinya bisa muncul barong-barong kreasi lainnya yang beda dengan barong sakral di pura-pura,” harap Wahyudita.

Sementara itu, Wakil Kelian Penggak Men Mersi, Putu Surya, mengatakan garapan barong kreasi ini merupakan jawaban dari wacana Gubernur Bali Wayan Koster untuk melindungi tarian sakral. Dalam hal ini, tarian sakral untuk wali tidak boleh ditarikan di sembarang tempat.

Demikian pula barong yang ditampilkan, tidak boleh sembarangan. Nah, barong kreasi ini bisa digunakan untuk tujuan hiburan, bukan tari wali. Menurut Putu Surya, selama ini pihaknya membuat garapan inovasi untuk memberikan pemahaman kepada seniman muda, agar mereka tidak selalu terpaku dengan seni yang sudah ada. “Seni yang bersifat sakral tentunya tidak bisa dipentaskan sembarangan, kecuali untuk ritual adat dan agama. Namun, saat ini mulai bergeser peruntukannya yang banyak menjadi bali-balian (hiburan) semata,” jelas Putu Surya. *mis

Komentar