nusabali

Rommy Cokot Khofifah

  • www.nusabali.com-rommy-cokot-khofifah

Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Rommy, cokot nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

JAKARTA, NusaBali
Selain Khofifah, nama seorang kiai juga disebut Rommy dalam seleksi jabatan yang meluncurkan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur. Hal ini diungkapkan Rommy kepada wartawan di sela jeda pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan jual beli jabatan di Kantor KPK, Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Jumat (22/3). Rommy yang kini anggota Fraksi PPP DPR RI mengaku mengaku meneruskan aspirasi soal kelayakan Haris Hasanuddin dalam seleksi sebagai Kakanwil Kemenag Jawa Timur.

"Yang saya lakukan adalah meneruskan aspirasi sebagai anggota DPR dan sebagai Ketua Umum PPP saat itu. Banyak sekali pihak-pihak yang menganggap saya orang yang bisa menyampaikan aspirasi (ke) pihak yang mempunyai kewenangan. Bukan hanya Kementerian Agama tentunya, di lingkungan lain, orang menyampaikan pun biasa," kata Rommy.

Meski meneruskan aspirasi, Rommy mengatakan tidak pernah mengintervensi proses seleksi pejabat pimpinan tinggi di Kemenag. Rommy menegaskan tak punya kewenangan mencampuri seleksi pejabat di Kemenag. "Saya punya kewenangan nggak? Itu saja pertanyaannya. Apakah Rommy, Romahurmuziy, anggota Komisi Keuangan DPR, punya kewenangan untuk menentukan seseorang duduk atau tidak," katanya.

"Tapi, proses seleksi mengikuti koridor. Misalnya, yang dilakukan Saudara Haris Kakanwil, apa yang saya terima referensi dari tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sangat qualified. Itu menjadi dukungan moral, 'Oh ini direkomendasikan orang berkualitas', jadi kemudian saya sampaikan kepada pihak kompeten, tanpa menghilangkan proses seleksinya. Proses seleksi saya tidak intervensi," tandas Rommy.

Aspirasi soal kompetensi Haris Hasanuddin, kata Rommy, diterima dari Kiai Asep Saifuddin Halim dan Khofifah. "Tapi, bahwa meneruskan aspirasi, apa yang saya teruskan bukan main-main. Contoh Haris, memang dari awal menerima aspirasi dari ulama seorang Kiai Asep Saifudin Halim, pimpinan pondok pesantren dan kemudian Bu Khofifah. Beliau Gubernur terpilih, jelas mengatakan, 'Mas Rommy, percayalah dengan Haris, karena orang kerja bagus.' Sebagai Gubernur terpilih, beliau mengatakan kalau Mas Haris sudah kenal kinerjanya, sehingga ke depan sinergi dengan Pempov akan lebih baik," papar Rommy.

Sementara, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan penanganan perkara di KPK selalu berdasarkan alat bukti. "Saya tidak tahu persis siapa nama-nama yang disebut tadi. Kalau menyebut nama itu kan sudah sering orang-orang yang keluar dari proses pemeriksaan, kemudian menyebut nama siapa saja. Bagi KPK, yang paling penting adalah apakah ada pihak-pihak tertentu yang disebut di ruang pemeriksaan dituangkan dalam berita acara. Dan, dilihat apakah informasi itu didukung dan sesuai dengan bukti-bukti yang lain," ujar Febri dilansir detikcom di Kantor KPK, Jumat kemarin.

Febri menegaskan, KPK pasti akan menindaklanjuti informasi yang diberikan, termasuk dalam penanganan perkara. "Bila informasi terkait penanganan perkara tanpa didukung bukti, kalau ternyata informasinya berdiri sendiri, maka mungkin saja tidak relevan secara hukum. Tapi, kalau informasi yang disampaikan itu didukung atau berkesesuaian dengan bukti lain, bisa kita cermati lebih lanjut. Memang yang paling penting adalah proses ini diletakkan sebagai proses hukum. Jadi, agar semuanya bisa diuji dengan alat bukti yang ada," tegas Febri.

KPK, kata Febri, meminta tersangka Rommy mamu membongkar skandal jual beli jabatan di Kemenag kepada penyidik. "Sebenarnya bisa disampaikan langsung pada penyidik, kalau memang relevan," katanya. "Namun, tentu KPK punya tanggung jawab untuk melihat ada atau tidak relevansinya dengan pokok perkara," imbuhnya.

Menilik ke belakang, Febri menyebut setiap orang yang menjalani pemeriksaan di KPK, baik tersangka maupun saksi, kerap menyebut nama orang lain. Dalam hal ini, KPK tetap harus menguji kebenaran informasi tersebut. "Bagi KPK, yang paling penting adalah apakah ada pihak-pihak tertentu yang disebut di ruang pemeriksaan, dituangkan dalam berita acara dan dilihat apakah informasi itu didukung dan sesuai dengan bukti-bukti yang lain. Kalau ternyata informasinya berdiri sendiri, maka mungkin saja tidak relevan secara hukum," tandas Febri.

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengisian jabatan di Kemenag, yakni Rommy (anggota DPR RI mantan Ketua Umum PPP), Muhammad Muafaq Wirahadi (Kepala Kantor Kemenag Gresik, Jawa Timur), dan Haris Hasanuddin (Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur). Rommy sebagai tersangka penerima suap dari Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin.

Rommy diduga menerima Rp 300 juta dari Muafaq dan Haris untuk membantu proses pengisian jabatan kedua orang tersebut. KPK menduga Rommy bekerja sama dengan aktor internal Kemenag dalam menjalankan aksinya, mengingat yang bersangkutan adalah anggota Komisi XI DPR RI yang tak punya kewenangan di Kemenag.

Dalam kasus ini, tersangka Rommy dijerat KPK dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin masing-masing dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rommy buat kali pertama diperiksa KPK selaku tersangka, Jumat kemarin. Datang mengenakan rompi tahanan warna oranye, Rommy terlihat membawa buku dengan menutupi tangannya yang diborgol. Namun, Rommy mengaku membawa buku untuk dibaca saat menunggu diperiksa KPK. "Saya kan nunggu lama, jadi mesti membunuh waktu dengan membaca buku," tutur Rommy. *

Komentar