nusabali

Spanduk Langsung Dicopot, Pemasang Digiring ke Wantilan

  • www.nusabali.com-spanduk-langsung-dicopot-pemasang-digiring-ke-wantilan

Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, tuding pemasangan spanduk ini propokatif, karena ada kaitannya dengan rencana pembangunan bandara

Muncul Aksi Pemasangan Spanduk di Lokasi Rencana Bandara Buleleng


SINGARAJA, NusaBali
Sekelompok warga yang mengatasnamakan Komunitas Pemerhati Desa Kubutubahan menggelar aksi pemasangan spanduk berisi beberapa poin awig-awig Desa Pakraman Kubutambahan di atas lahan yang akan dijadikan lokasi pembangunan Bandara Internasional Buleleng di Bukit Teletubbies, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Minggu (10/3) pagi. Prajuru Desa Pakraman Kubutambahan menentang keras aksi ini, dengan mengerahkan pecalang untuk langsung memberangus spanduk tersebut.

Aksi pemasangan spanduk di atas lahan rencana pembangunan bandara di Bukit Teletubbies, Minggu kemarin dikoordinasikan Ketua Komunitas Pemerhati Desa Kubutubahan, Ketut Arcana Dangin, bersama Gede Kastawan. Aksi pemasangan spanduk tersebut diwarnai ketegangan, lantaran prajuru Desa Pakraman Kubutambahan menentang keras.

Situasi ketegangan sudah terasa sebelum spanduk dipasang, di mana belasan pecalang Desa Pakraman Kubutambahan telah berjaga-jaga di lokasi, sejak pagi pukul 10.00 Wita. Bahkan, Penyarikan Desa Pakraman Kubutambahan, Made Putu Kerta, juga ikut berjaga di lokasi. Demikian pula Camat Kubutambahan, I Made Suyasa. Aksi pemasangan spanduk tersebut juga dikawal belasan aparat kepolisian.

Aksi Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan yang diikuti sekitar 7 orang ini dilakukan di sebuah warung kopi di Bukit Teletubbies. Mereka memasang spanduk di tiang depan warung kopi, sekitar pukul 11.00 Wita. Sedangkan belasan pecalang menyebar di beberapa titik.

Spanduk yang dipasang komunitas tersebut berisikan beberapa poin tentang Awig-awig Desa Pakraman Kubutambahan tahun 1990. Dalam Pasaal 5 dituangkan bahwa krama desa terdiri dari Krama Desa Negak, Krama Desa Lattan, dan Krama Desa Sampingan.

Kemudian, dalam Pasal 23 Awig-awig Desa Pakraman Kubutambahan disebutkan, tanah abian tegal milik Desa Pakraman Kubutambahan luasnya mencapai 415,895 hektare. Dalam Pasal 25 disebutkan tidak diizinkan menjual atau mengesahkan tanah hak milik adat, kalau tidak mendapat persetujuan oleh krama desa.

Begitu spanduk tersebut dipasang, belasangan pecalang Desa Pakraman Kubutambahan yang sejak awal sudah siaga, langsung menghampiri komunitas yang memasangnya. Kemudian, Penyarikan Desa Pakraman Kubutambahan, Made Putu Kerta, menanyakan apa maksud dan tujuan dari pemasangan spanduk di lokasi rencana pembangunan bandara ini.

Terjadilah ketegangan antara prajuru adat dan sekelompok warga tersebut, di mana mereka terlibat debat kusir. Puncaknya, pecalang menurunkan paksa spanduk yang baru dipasang tersebut.

Ketegangan ini kemudian ditengahi Camat Kubutambahan, Made Suyasa, yang meminta agar keduabelah pihak mengadakan dialog di tempat yang lebih pantas. “Kalau di sini (warung kopi di Bukit Teletubbies, Red), kurang enak berdialog, karena banyak warga luar yang berkunjung. Lebih baik carikan tempat, agar suasana lebih nyaman dan tetap mengdepenkan musyawarah,” tandas Camat Suyasa.

Akhirnya, prajuru adat dan kelompok warga pemasang spanduk sepakat berdialog. Mereka kemudian bergeser menggelar di Wantilan Pura Desa Pakraman Kubutambahan, yang berjarak sekitar 1 kilometer arah barat dari lokasi aksi pemasangan spanduk di Bukit Teletubbies. Dialog yang digelar mulai pukul 12.15 Wita tersebut dihadiri Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea.

Dalam dialog di Wantilan Pura Desa Pakraman Kubutambahan, juga kembali terjadi debat kusir hingga melebar ke persoalan pribadi dan lainnya. Prajuru adat intinya tetap keberatan adanya aksi pemasangan spanduk di Bukit Teletubbies, yang menjadi tanah duwen pura. Lagipula, aksi tersebut dinilai propokatif di tengah rencana pembangunan bandara di lokasi tanah duwen Pura Desa Kubutambahan.

Sebaliknya, kelompok warga yang mengatasnamakan Komunitas Pemerhati Kubutambahan tetap bersikukuh pihaknya punya hak sebagai krama Kubutambahan. Mereka menilai di Bukit Teletubbies adalah lokasi yang tepat untuk mengedukasi warga terkait dengan keberadaan awig awig desa. Mereka meyakini belum semua krama mengetahui isi dari awig awig tersebut.

“Bukan membuat keonaran, jutru kami ini membantu prajuru mengedukasi krama soal awig awig desa yang sudah ada sejak tahun 1990. Masalah tempat kami melihat di Bukti Teletubbies itulah lokasi yang tepat, karena selalu ramai. Dan, isinya juga tidak ada menyimpang,” dalih Ketua Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan, Ketut Arcana Dangin.

Sementara itu, Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jero Pasek Warkadea, menyatakan tidak memasalahkan upaya edukasi soal awig awig. Namun, cara penyampaian dan lokasinya dianggap tidak tepat. “Semestinya dibicarakan dulu dan bisa disosialisasikan secara elegan. Kalau ini, cara provokatif yang bisa membuat suasana gaduh di desa. Sebab, ini ada kaitannya dengan rencana pembangunan bandara,” tandas Jero Pasek Warkadea.

Karena terus terjadi debat kusir, Camat Made Suyasa akhirnya meminta agar dialog terkait aksi pemasangan spanduk dihentikan. Sedangkan persoalan-persoalan lainnya agar dicarikan waktu pembahasan yang tepat. Camat Suyasa juga meminta agar krama Kubutambahan tetap menjaga situasi yang sudah kondusif. *k19

Komentar