nusabali

Gubernur-Dewan Tolak Wisata Halal

  • www.nusabali.com-gubernur-dewan-tolak-wisata-halal

Ide Wisata Halal Dipertanyakan Tokoh Muslim di Bali

DENPASAR, NusaBali
Pariwisata halal di Bali yang diwacanakan Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno, mendapat penolakan luas. Pemprov Bali, DPRD Bali, kalangan pengusaha juga kompak menolak, karena pariwisata Bali sudah lekat dengan branding pari-wisata budaya.

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pihaknya tidak berminat mengganti branding Bali sebagai pariwisata budaya. "Saya kira untuk Bali sudah ada branding-nya sesuai kearifan lokal Bali. Karakter Bali yaitu pariwisata berbasis budaya. Saya kira nggak perlu lagi kita mengembangkan branding yang lain. Itu justru akan mempersempit dan mengecilkan branding sejenis yang sudah ada di Bali, wisata budaya," ujar Gubernur Koster di Denpasar, Selasa (26/2).

Koster menegaskan, selama ini tanpa label halal pun sudah banyak wisatawan yang bisa memilah restoran atau kebutuhan terkait halal. Koster juga belum berencana mengkhususkan suatu daerah sebagai kawasan halal. "Saya kira nggak begitu. Tanpa label halal kan nggak ada masalah. Kan kita sudah tahu," tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini dilansir detikcom kemarin.

Paparan senada disampaikan Kadis Pariwisata Bali, AA Yuniartha. Menurut Gung Yuniartha, wisata budaya di Bali diatur dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012. Sementara wisata halal sudah dikembangkan oleh Lombok, NTB. "Tetangga wisata halal, kita tidak mungkin bersaing seperti itu, nggak sehat. Indonesia itu ada 17.000 pulau, biarkan berkembang dengan budaya masing-masing. Itu (wisata halal) sesuatu hal yang mustahil," tegas Gung Yuniarta.

Sementara, Komisi II DPRD Bali (yang membidangi pariwisata) jmempertanyakan pengertian wisata halal yang disuarakan Sandiaga Uno. Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi, menegaskan tanpa branding wisata halal pun angka kunjungan wisatawan domestik ataupun mancanegara ke Bali tetap tinggi.

"Tamu domestik kuantitas terbesar yang datang ke Bali. Domestik rata-rata 75-80 persen lebih muslim. Termasuk mancanegara yang dari Uzbekistan. Kalau masuk restoran, mereka pasti tanya halal apa nggak. Mereka juga tahu diajak ke restoran yang dianggap halal," tansas politisi senior Golkar asal Denpasar berjuluk Jenderal Kota ini.

Suwandhi menyebutkan, selama ini turis yang datang ke Bali sudah paham dalam mencari restoran ataupun lokasi mushola untuk menunaikan salat. Hingga saat ini, tanpa embel-embel branding wisata halal, angka kunjungan wisatawan domestik tetap tinggi. "Bali ini wisata budaya. Kan fakta di lapangan 70 persen lebih tamu muslim. Fakta di lapangan seperti itu, turis-turis mancanegara dari negara muslim juga banyak," papar Suwandhi.

Seperti halnya Gubernur Koster, Suwandhi juga tak setuju mengubah branding Bali dari wisata budaya menjadi wisata halal. Meski begitu, dia tak memasalahkan soal usulan membuat buku pedoman atau petunjuk restoran halal hingga lokasi ibadah. "Ya, nggak usah branding-branding wisata itu, tapi harus mempersiapkan (pedoman)," katanya.

Di sisi lain, kalangan pengusaha pariwisata di Bali juga ramai-ramai menolak wi-sata halal. Alasannya, akan sulit mengganti branding Bali sebagai pariwisata bu-daya menjadi wisata halal. "Kita di Asita juga sangat menggarisbawahi bahwa pariwisata Bali itu sudah punya identitas yang sangat khas dan unik, yaitu pariwisata budaya. Budaya inilah magnetnya. Bali bisa mendunia seperti sekarang, ya karena daya tarik budayanya, bukan yang lain," kata Ketua Asita Bali, I Ketut Ardana.

Ardana berharap Bali tidak dipaksakan untuk mengembangkan wisata halal. "Indonesia ini sangat kaya dan besar. Silakan kembangkan pariwisata model lain di daerah lainnya, sesuai dengan potensi alamnya. Untuk Bali, semakin kuat budayanya, semakin kita bisa lestarikan budaya itu, semakin tertarik wisatawan untuk datang dan berlibur ke Bali," tegas Ardana.

Penegasan senada juga disampaikan Ketua Bali Tourism Board (BTB), IB Agung Partha Adnyana. Dia menyebut pasar wisata halal di Bali masih kecil. "Secara objektif, market share-nya masih kecil buat Bali untuk halal food ini. Subjektifnya dapat membiaskan branding wisata budaya," kata Partha Adnyana.

Partha Adnyana pesimistis pengembangan wisata halal di Bali ini bisa diterima wisatawan mancanegara. Wacana ini justru akan menuai polemik. "Lebih banyak menjadi polemik di market dibanding support-nya. Selama ini kan sudah jalan juga, dan tidak pernah jadi masalah."

Sementara itu, wacana wisata halal yang digaungkan Sandiaga Uno bukan hanya memantik penolakan Pemprov Bali, DPRD Bali, dan kalangan pelaku pariwi-sata, tapi juga dari warga muslim di Bali. Salah satunya, Mohammad Bakkri, tokoh komunitas muslim yang bermukim di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung.

“Nggak masuk akal idenya Pak Sandi itu,” ujar pria kelahiran Madura, Jawa Timur yang sudah bertahun-tahun tinggal di Bali ini, Selasa petang. Menurut Bakkri, selama bertahun-tahun tinggal dan berwiraswasta di daerah yang dikenal sebagai pusat turis di Bali, dia sangat jarang berjumpa dengan wisatawan dari negara-negara Arab.

“Yang jumlahnya membludak itu bule dan turis China. Itu makanya ide Pak Sandi saya bilang nggak masuk akal. Ngapain sibuk-sibuk ngurusin yang jumlahnya sedikit? Kan lebih bagus yang sudah pasti jumlahnya banyak diurusi,” katanya. Bakkri khawatir ide tentang pariwisata halal itu akan menimbulkan kegaduhan yang tidak bermanfaat.

Menurut Bakkri, sejumlah warga muslim yang bekerja di sektor pariwisata sudah mulai resah dan menghubunginya terkait ketidaksetujuan mereka terhadap ide wisata halal ini. “Kalau urusannya cuma masalah adanya restoran bersertifikat halal dan tempat ibadah, saya rasa Bali memiliki jumlah yang sangat memadai. Hotel-hotel bintang lima di Nusa Dua tiap kamarnya bahkan ada petunjuk arah kiblat-nya.”

Sebelumnya, Ketua BPD Persatuan Hotel dan Restoran Indnonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, juga menyatakan konsep parwisata halal yang disuarakan Sandiaga Uno tidak cocok dikembangkan di Bali. Masalahnya, konsep ini tidak sesuai dengan potensi, karakter, dan branding pariwisata Bali yang telah mendunia.

Menurut Cok Ace, jika konsep wisata halal tersebut dipaksakan di Bali, justru akan menyebabkan kemunduran pariwisata Pulau Dewata. “Karena itulah, se-mua pelaku pariwisata di Bali menolak konsep pariwisata halal tersebut,” tandas Cok Ace dalam keterangan persnya di Denpasar, Senin (25/2) malam.

Cok Ace menegaskan, konsep pariwisata halal cocok dikembangkan di destinasi-destinasi wisata yang memiliki kedekatan kultur dengan kebudayaan Timur Tengah dan memiliki potensi untuk menarik kedatangan pelawat dari kawasan tersebut. “Potensi wisatawan Timur Tengah bagi Bali sangat kecil, sehingga secara pertimbangan ekonomi, tidak masuk akal melakukan investasi besar-besaran membangun pariwisata halal di Bali,” tegas tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar yang juga Wakil Gubernur Bali 2018-2023 ini. *

Komentar