nusabali

Dakwaan Cacat, Terdakwa Minta Bebas

  • www.nusabali.com-dakwaan-cacat-terdakwa-minta-bebas

Sidang Ibu Pembunuh Tiga Anaknya

GIANYAR, NusaBali

Terdakwa Ibu pembunuh 3 anak kandung, Ni Luh Putu Septyan Permadani, 33, kembali duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Gianyar, Selasa (26/6) kemarin. Sidang yang dimulai pukul 12.38 wita itu mengagendakan pembacaan eksepsi oleh kuasa hukum terdakwa. Dihadapan Hakim Ketua Ida Ayu Sri Adriyanthi dengan anggota, Wawan Edi Prastiyo dan Diah Astuti, kuasa hukum terdakwa membeberkan mengenai motivasi terjadinya pembunuhan.

Disebutkan bahwa, terdakwa Septyan mengalami beban psikis (KDRT) sejak pernikahannya yang pertama dengan Wayan Gde Suwindra dan berlanjut pada pernikahannya yang kedua dengan Putu Moh Diana. Kuasa hukum dari Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali yang diwakili oleh I Made Somya Putra dan Ni Luh Sukawati, bahkan memohon kepada hakim untuk tidak menghukum Septiyan. Isak tangispun mewarnai jalannya persidangan.

Selama sidang, materi eksepsi setebal 15 halaman dibaca secara bergantian oleh kuasa hukum Septiyan, Somya Putra dan Ni Luh Sukawati. Eksepsi diawali dengan kisah pernikahan pertama Septiyan yang kandas akibat kekerasan dalam rumah tangga. “Sejak saat itu terdakwa memendam rasa sakit hatinya atas tindakan I Wayan Gde Suwidra (suami pertama, red) yang melarangnya bertemu dengan anaknya dan hal tersebut juga telah menimbulkan perasaan trauma dan ketakutan dalam diri terdakwa. Sejak saat itu terdakwa memendam rasa sakit hati,” ujar Somya Putra dihadapan sidang.

Tak lama waktu berselang, Septyan pun bertemu dengan sosok Putu Moh Diana yang dianggapnya sebagai penyelamat. Ia pun mencoba bangkit dan memutuskan menikah untuk kedua kalinya pada 28 September 2011. Dari pernikahannya itu, Septyan dikaruniai 3 anak. Namun ternyata, seiring berjalannya waktu apa yang ia pikirkan tidak sesuai dengan kenyataan. “Septyan sering mendapat perlakuan kasar dan tidak menyenangkan, seperti pemukulan kepala, membentak hingga mengancam cerai. Suaminya juga sering meremehkan pekerjaannya. Bahkan sejak perkawinan kedua ini, Septyan tidak pernah dinafkahi,” jelas Somya.

Mulai dari biaya lahiran hingga biaya upacara tiga bulanan ketiga anaknya, dibiayai penuh oleh Septyan. “Kekerasan dialami telah terjadi berkali-kali, namun tidak pernah dilaporkan ke polisi karena takut tidak dapat lagi bertemu dengan anaknya,” terang Somya.

Dari akumulasi kekerasan fisik dan psikis yang dialaminya itulah, Septyan punya rencana untuk bunuh diri bersama 3 anaknya. “Pilihan terdakwa adalah ingin mati. Tapi saat bunuh diri itu gagal, sehingga terdakwa masih hidup dan duduk di kursi pesakitan. Hal ini yang Jaksa Penuntut Umum tidak uraikan,” tantangnya.

Menurut kuasa hukumnya, ada peristiwa yang seolah tidak diungkapkan oleh JPU. JPU dinilai hanya menguraikan kejadian ketika terdakwa membunuh ketiga anaknya, tanpa menguraikan motivasi sesungguhnya. “Baygon yang dibeli itu habis diminum oleh terdakwa saja. Lalu sempat ambil pisau untuk potong urat nadi, minum obat tidur agar segera mati. Tak hanya itu, terdakwa juga menusuk dada kiri 10 kali tidak berhasil. Andaikata tidak diselamatkan, mungkin terdakwa sudah meninggal waktu itu,” jelasnya.

Diakhir eksepsi, tim penasihat hukum menyimpulkan jika surat dakwaan JPU cacat yuridis formal. “Tidak cermat, tidak jelas dan  dan tidak lengkap sehingga sangat menyesatkan (misleading), membingungkan (confuse), untuk selanjutnya dapat dikualifikasikan sebagai dakwaan kabur (obscurlibell), maka atas hal tersebut kami mohon agar majelis hakim kiranya dapat memeriksa eksepsi atau nota keberatan kami,” ujarnya.

Usai pembacaan epseksi, ketua majelis hakim, Ida Ayu Sri memberikan kesempatan kepada JPU untuk menanggapi. “Saya beri waktu satu minggu menanggapi. Nanti sidang dilanjutkan lagi tanggal 5 Juli,” ujar Ida Ayu Sri sembari menutup sidang kemarin.

Selanjutnya, Septiyan yang berbaju orange dikembalikan ke JPU untuk dititipkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Gianyar. Ditemui usai sidang, ibu terdakwa Ni Luh Lahar Rini tampak sedih. Pihak keluarga hanya bisa berdoa agar Septyan tidak dihukum berat. “Supaya tidak dihukum,” ujarnya sembari berlalu mengantar putri sulungnya itu. Sidang berakhir pukul 13.20 wita. *nvi

Komentar