nusabali

Gelar 'Sri Paduka Raja' Fadli Zon Tidak Diakui

  • www.nusabali.com-gelar-sri-paduka-raja-fadli-zon-tidak-diakui

Tjok Pemecutan Sebut Gelar Raja Tidak Tepat di Era Replublik

SINGARAJA, NusaBali
Pasemetonan Puri Ageng Buleleng akhirnya membuat pernyataan sikap terkait kegaduhan akibat penganugerahaan gelar ‘Sri Paduka Raja’ kepada Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, oleh Panglingsir Puri Agung Singaraja AA Ngurah Ugrasena. Pernyataan sikap yang dikeluarkan Rabu (4/4) malam tersebut intinya tidak mengakui gelar ‘Sri Paduka Raja’ Fadli Zon.

Pernyataan sikap Pasemetonan Puri Ageng Buleleng tersebut diambil dalam pertemuan keluarga besar yang berada di bawah naungan Eka Stana Dharma Puri Buleleng di Puri Pamayun, Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng, Rabu malam. Keluarga besar Puri Buleleng ini meliputi Pamerajan Dadia Puri Bangkang, Pamerajan Dadia Puri Tukadmungga, dan Pamerajan Dadia Puri Kubutambahan, yang se-muanya merupakan trah dari Ki Gusti Anglurah Panji Sakti.

Dalam pertemuan semalam, Panglingsir Puri Agung Singaraja, AA Ngurah Ugrasena, tidak hadir. Paruman Pasemetonan Puri Ageng Buleleng berlangsung cukup alot mulai pukul 19.00 Wita hingga pukul 22.00 Wita. Pihak keluarga tidak mengizinkan awak media mengekspos pembahasan yang terjadi di dalam pertemuan. Awak media hanya diizinkan mengambil gambar dan mengekspos pernyataan sikap di akhir acara.

Pernyataan sikap yang diikrarkan seusai pertemuan tadi malam, berisi empat poin pokok. Pertama, Pasemetonan Puri Ageng Buleleng tidak mengakui dan tidak ikut bertanggung jawab terhadap pemberian gelar dan produk hukum yang dibuat AA Ngurah Ugrasena. Q Kedua, Pasemetonan Puri Ageng Buleleng menyadari sepenuhnya bahwa kita berada di bawah naungan NKRI dan tunduk terhadap kaidah-kaidah hukum nasional, yang dengan sendirinya tidak mengakui status raja yang berada di bawah Pasemetonan Puri Ageng Buleleng atau trah Ki Gusti Anglurah Panji Sakti.

Ketiga, Pasemetonan Puri Ageng Buleleng hanya mempunyai satu wadah keluarga besar yakni Eka Stana Dharma Puri Ageng Buleleng, meliputi Pamrajan Dadia Puri Bangkang, Pamrajan Dadia Puri Tukadmungga, dan Pamrajan Dadia Puri Kubutambahan. Keempat, atas nama Pasemetonan Puri Ageng Buleleng, memohon maaf yang sebesar-besarnya atas keresahan atau kegaduhan yang terjadi di masyarakat Kabupaten Buleleng, Bali, dan Indonesia pada umumnya. Untuk itu segala polemik, keresahan atau kegaduhan, mohon dengan hormat diakhiri

“Kami tidak mencabut atau membatalkan, karena kami tidak pernah memberikan atau mengeluarkan. Sehingga kami sudah tegas menyatakan apa pun produk hukum yang dikeluarkan oleh oknum, kami tidak bertanggung jawab,” tegas Ketua Eka Stana Dharma Puri Buleleng, Kompol AA Wiranata Kusuma SH MM.

Disinggung soal ketidakhadiran AA Ugrasena dalam pertemuan keluarga besar tadi malam, menurut Wiranata Kusuma, yang bersangkutan sebenarnya telah diundang hadir. Namun, AA Ugrasena mengaku masih berada di Bone, Sulawesi Selatan. “Kami sebenarnya sudah mengundang yang bersangkutan, baik melalui surat resmi mauapun Whatshapp. Tapi, beliau menjawab sedang berada di Bone menghadiri undangan yang katanya undangan raja se-Indonesia. Kami keluarga besar menyatakan di Buleleng tidak ada raja,” tegas Wiranata Kusuma yang juga Kapolsek Kota Singaraja.

Sementara itu, Panglingsir Puri Pemecutan Denpasar, Ida Tjokorda Pemecutan XI, menyatakan pemberian gelar Sri Paduka Raja kepada seseorang tanpa ada garis keturunan, mengaburkan nilai Hindu. Menurut Tjok Pemecutan, pemberian gelar tidak boleh sembarangan, karena di Bali umat Hindu mengenal kepercayaan reinkarnasi (lahir kembali), yang juga sering disebut mantuk pewayangan atau numitis.

“Kepercayaan kita di Hindu itu ada namanya reinkarnasi, numitis yang artinya kelahiran kembali. Kalau tidak ada garis keturunan raja, ya nggak bisa disebut raja dengan gelar segala. Ini bukan soal etika saja, tapi menyimpang dari situasi bangsa dan negara sekarang,” ujar Tjok Pemecutan kepada NusaBali secara terpisah di Denpasar, Selasa (3/4).

Tjok Pemecutan mengingatkan, sekarang Indonesia sudah dalam bentuk NKRI. “Jangan sampai pemberian gelar raja kepada seseorang membuat kacau sistem kenegaraan kita. Ada Raja Diraja nanti. Saya sendiri ikut dengan NKRI saja. Soal keturunan raja boleh saja, tapi tidak untuk diperlihatkan dan di-ekslusif-kan di ruang publik dan replublik tercinta ini,” tegas tokoh yang juga sesepuh Golkar ini.

Menurut Tjok Pemecutan, masalah penobatan Sri Paduka Raja untuk Fadli Zon yang akhirnya diklarifikasi keluarga besar Puri Buleleng ini patut diapresiasi. “Ya, artinya sudah diakui bahwa itu keliru. Untung sudah diklarifikasi. Saya telepon-telepon keluarga Puri Buleleng tidak nyambung. Dengan klarifikasi di media, ini menjadi pelajaran bahwa pemberian gelar atau nama kepada seseorang tidaklah seenaknya. Gelar dengan penghargaan itu berbeda,” katanya. *k19,nat

Komentar