nusabali

MUTIARA WEDA: Buta Hati dan Rasa Percaya Diri

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-buta-hati-dan-rasa-percaya-diri

yatra yogeshvarah krsno yatra partho dhanur-dharah, tatra srir vijayo bhutir dhruva nitir matir mama. (Bhagavad-gita, 18.78)

Di manapun ada Krishna, sang Penguasa Yoga (Yogesvara) dan Arjuna (Partha), sang pemanah ulung, di sana akan ada keberuntungan, kemenangan, kekuatan luar biasa, dan moralitas. Itulah pendapatku. 

‘ITULAH pendapatku’, ungkapan terakhir bhagavad-gita. Pendapatnya siapa? Pendapatnya Sanjaya tentu. Mengapa? Karena pada saat perang besar Mahabharata, Sanjaya diberikan anugerah untuk dimampukan meneropong semua kejadian di medan perang, termasuk percakapan antara Krishna dan Arjuna. Mengapa Sanjaya ikut melihat di sana? Untuk melaporkannya kepada raja Drstarastra. Sehingga, pada saat terjadinya percakapan antara Arjuna dan Krishna, ada Sanjaya dan Drstarastra ikut mendengarkan secara bersamaan. 

Mengapa Sanjaya berkesimpulan demikian? Mengapa keberadaan Krishna dan Arjuna dihubungkan dengan keberuntungan, kemenangan, kekuatan, dan moralitas? Karena pada saat itu, kontestasi yang terjadi di tengah kerajaan Hastina Pura yang sedang terkoyak adalah persoalan itu. Dan Sanjaya memiliki prediksi bahwa keempat kesimpulan itu berada di pihak Pandawa. Dari sini tentu Sanjaya melihat bahwa keberuntungan ada di pihak Pandawa, kemenangan ada di pihak Pandawa, kekuatan dan moralitas juga ada di pihak Pandawa. Untuk apa Sanjaya menyampaikan ini, padahal itu kesimpulannya sendiri atas apa yang dilihatnya.

Ini bisa diinterpretasi bahwa Sanjaya memberikan pendapatnya untuk tujuan politis, menekan Raja Drstarastra bahwa keinginan dan usahanya agar anaknya Duryodana menang dalam pertempuran tidak akan terealisasi. Ini tentu membuat Drstarastra tambah gundah. Atau mungkin, Sanjaya menginginkan agar peperangan ini dihentikan saja sehingga tidak terjadi pertumpahan darah. Simpulan Sanjaya itu bisa digunakan untuk menekan psikis Drstarastra sehingga dapat mengubah keputusannya untuk membatalkan perang. Namun, oleh karena Drstarastra tidak mengerti isi percakapan tersebut, Drstarastra tidak mengacuhkan simpulan itu dan justru menyuruh Sanjaya untuk melihat apa yang terjadi setelah percakapan itu selesai. 

Drstarastra malahan menyalahkan Krishna karena memprovokasi Arjuna untuk melanjutkan perang. Drstarastra sebenarnya ingin Pandawa yang menyerah dalam kondisi ini. Tetapi, oleh karena Krishna, Arjuna kembali bersemangat untuk berperang. Dari interpretasi ini, kita bisa simpulkan bahwa Sanjaya gagal mempengaruhi Drstarastra. Namun, kita juga bisa interpretasi bahwa Sanjaya dalam hal ini berbicara tentang spiritualitas. Latar belakang perang Kuruksetra tersebut hanyalah indikasi dari perang dalam diri manusia. Ada sebuah pertempuran abadi di dalam diri antara sisi pikiran positif dan negatif. 

Sanjaya mengatakan, ‘di mana ada Krishna dan Arjuna, di sana pasti ada kemenangan’. Apa interpretasi spiritualnya di sini? Di sini ada sebuah proses guru sisya, di mana Krishna adalah guru dan Arjuna sebagai murid. Mengapa Arjuna? Karena murid yang sukses adalah murid yang tekun belajar. Arjuna pada saat itu berada dalam kondisi ketidakberdayaan yang luar biasa, karena pasukan yang ada di depannya adalah orang-orang yang dicintainya. Dalam hal ini, seorang murid sejati adalah ia yang telah tidak berdaya dengan kehidupannya. Ketika keinginan untuk membebaskan diri dari penderitaan kehidupan yang amat sangat ini, maka sisya ini dinyatakan siap untuk mendengarkan guru. Pernyataan seorang guru akan mempenetrasi muridnya secara sempurna jika sisya betul-betul siap. 

Orang yang benar-benar mampu melihat dan merasakan bahwa dunia ini adalah tempatnya derita dan kemudian berupaya untuk mengatasinya adalah sisya yang siap. Dalam kondisi ini, Arjuna benar-benar tidak berdaya dan kemudian siap menerima pesan yang disampaikan oleh guru. Apakah Arjuna berhasil berguru kepada Krishna? Saat Arjuna menyatakan bahwa ‘kemampuannya pulih kembali dan siap untuk berperang’ mengindikasikan keberhasilannya. Ketika proses guru sisya ini berhasil, maka inilah disebut kemenangan. Namun, ada interpretasi lain yang unik menyatakan: marilah kita menjadi seperti Arjuna dan berguru kepada Krishna, karena hanya Beliau saja yang memberikan kemenangan. Tidak ada hubungan guru-murid yang membebaskan seperti Krishna – Arjuna. Interpretasi ini kemudian menjadi kultus, Krishna yang tertinggi. 7

I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute

Komentar