nusabali

Konon Jadi Tempat Pemandian Raja, Tempat Malukat yang Diyakini Bares

Lebih Dekat dengan Pura Taman Baginda yang Berlokasi di Banjar Peteluan, Desa Temesi, Gianyar

  • www.nusabali.com-konon-jadi-tempat-pemandian-raja-tempat-malukat-yang-diyakini-bares

Keberadaan pura telah ada sejak zaman Kerajaan Sri Kresna Kepakisan, konon sebagai tempat mandi Raja zaman itu, sehingga nama pura disebut Pura Taman Baginda

GIANYAR, NusaBali
Tempat suci untuk malukat atau pembersihan diri tidak saja berada di daerah terpencil yang masih asri, namun juga bisa ditemukan di pusat kota Gianyar. Adalah Pura Taman Baginda yang terletak di Banjar Peteluan, Desa Temesi, Kecamatan/Kabupaten Gianyar lokasinya. Pura Taman ini konon dijadikan tempat pemandian raja. Seiring berjalannya waktu, Pura Taman Baginda kini dibuka untuk masyarakat umum. Banyak kalangan pejabat, perorangan dari berbagai profesi termasuk para calon anggota legislatif (caleg) yang telah datang melakukan persembahyangan. Mereka biasanya datang beberapa kali, biasanya kedatangan kedua kalinya untuk mengucapkan terimakasih karena permohonan yang diutarakan pada kesempatan pertama terwujud.

Kepala Dusun Banjar Peteluan, I Wayan Mastra mengatakan Pura Taman Baginda ini memang diyakini bares. "Dari yang kami ketahui, banyak pamedek yang datang mengatakan demikian. Apa yang mereka mohon astungkara tercapai, sehingga mereka datang kembali menyampaikan terima kasih," jelasnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (30/11). Salah satunya mantan Gubernur Bali Dewa Made Beratha yang mengucapkan terimakasih berupa pembangunan candi bentar yang diresmikan tahun 2003 silam. Pada tahun politik ini pula, ada beberapa calon anggota legislatif (Caleg) yang tangkil malukat dan sembahyang. "Kalau permohonan orang kan macam-macam dan itu sangat pribadi," ujarnya. Ada yang meyakini sebagai tempat mohon kesembuhan segala macam penyakit dan tempat nunas taksu.

Foto: Kepala Dusun Banjar Peteluan, I Wayan Mastra. -NOVI ANTARI

Keberadaan pura ini telah ada sejak zaman kerajaan Sri Kresna Kepakisan. “Konon Pura Taman Baginda sebagai tempat mandinya Raja pada zaman itu, sehingga nama pura ini pun disebut Pura Taman Baginda. Pura berarti tempat suci, Taman adalah tempat permandian, dan Baginda adalah seorang raja,” terangnya. Awalnya jumlah warga di Banjar Peteluan sebanyak 15 krama, di pura itu hanya terdapat satu buah pancuran saja, yakni yang bertempat di Utama Mandala pura. Seiring perkembangan zaman yang selanjutnya ada renovasi, sehingga pada areal pura dibagi atas tiga mandala, Utama, Madya, dan Nista. Jumlah  warga di  banjar pun terus berkembang, kini mencapai 191 KK.

Pada bagian Utama Mandala  terdapat tirta yang disebut dengan Tirta Sudamala. Tirta Sudamala diyakini sebagai penyembuh dari segala macam penyakit. Bahkan, masyarakat dari luar Desa Temesi banyak yang datang untuk nunas tirta pada rerahinan tertentu, seperti Kajeng Kliwon, Purnama, dan Tilem. Saat ini setelah beberapa kali renovasi, genah malukat terdiri dari 11 pancoran yang letaknya di tiga sisi. Genah melukat ini telah ditata sedemikian rupa, sehingga tampak sangat indah.

Foto: Genah melukat di Pura Taman Baginda. -NOVI ANTARI

Terlebih di malam hari ditambah hiasan lampu. Hanya saja, Pura yang letaknya di bawah tebing batu padas ini sudah beberapa kali diterjang longsor. Terutama jika musim hujan datang. Maka itu, pangempon pura punya harapan untuk melakukan antisipasi agar krama tidak waswas jika melakukan persembahyangan di musim hujan. "Di hari-hari biasa saja, jika ada angin kami sudah agak khawatir. Ya mudah-mudahan ke depan bisa ditata lebih baik lagi," ujarnya.

Dulu, tebing bahkan berada di atas pura. Bentuknya semacam goa yang memayungi. Namun beberapa kali terjadi longsor, material tebing berupa batu padas jatuh bahkan merusak bangunan pura. Sebagai antisipasi, pada palinggih utama sudah dibuatkan semacam pelindung. Bagian ini rencananya akan diperluas. "Baru 6 bulan terakhir selesai renovasi, tapi belum 100 persen, perlahan kami terus melakukan penataan," jelasnya.

Selain untuk malukat dan sembahyang, air di Pura Taman Baginda juga menjadi sumber air minum bagi masyarakat sekitar. Air dialirkan ke jaba sisi lewat beberapa kran air. Hampir setiap menit, masyarakat datang membawa galon untuk mengisi ulang air. Wayan Mastra mengatakan air tersebut telah dilakukan pengujian berkala sehingga layak minum. "Coba diamkan 3 hari, rasanya masih segar. Sepengetahuan kami, airnya bisa langsung dikonsumsi," ujarnya. Tidak ada tarif khusus yang ditarik oleh penjaga pura, masyarakat yang datang mengambil air cukup memberikan punia saja yang jumlahnya tidak mengikat. "Paling lumrah itu, yang bawa sepeda motor punia Rp 2.000," imbuhnya. Punia yang terkumpul selanjutnya digunakan untuk perbaikan pura. Piodalan di Pura Taman Baginda telah berlangsung pada Saniscara Kliwon Wuku Wayang, Sabtu (25/11) lalu. 7 nvi

Komentar