nusabali

Panglingsir Puri Belum Mau Buka untuk Kunjungan Wisata

Di Balik Tetap Terjaganya Struktur Arsitektur Bangunan Puri Agung Gianyar

  • www.nusabali.com-panglingsir-puri-belum-mau-buka-untuk-kunjungan-wisata

Selama ratusan tahun, ukiran-ukiran khas hingga setiap lekukan struktur bangunan di Puri Agung Gianyar tetap utuh tak termakan usia dan terjaga keasliannya hingga kini

GIANYAR, NusaBali
Puri Agung Gianyar termasuk Puri terbaik dalam menjaga struktur arsitektur bangunan. Terbukti selama 252 tahun lamanya, struktur Puri masih utuh sampai saat ini. Namun, meski sangat layak dibuka sebagai daya tarik wisata, Puri Agung Gianyar merasa belum siap dikunjungi turis.

Panglingsir Puri Agung Gianyar, Prof Dr Anak Agung Gde Agung, 75, mengatakan ada banyak hal yang mesti dipersiapkan jika Puri dibuka untuk kunjungan wisata. Pihaknya tidak ingin gegabah karena Puri mencakup suatu tatanan yang kompleks yang harus dijelaskan secara utuh. "Untuk pariwisata kami belum siap. Paling tidak harus ada museum dulu, harus ada tujuan orang datang. Harus ada timbal balik, kenapa mereka ke sini," ungkapnya saat ditemui, Sabtu (30/9) lalu di Puri Agung Gianyar.

Foto: Arsitektur Bangunan Puri Agung Gianyar yang mempertahankan keasliannya. -NOVI ANTARI

Namun demikian, Puri Agung Gianyar juga tak ingin berlama-lama menutup diri. Terlebih Puri memainkan peran penting kaitan dengan sejarah Bali. Bagaimana peninggalan adat istiadat Bali, pusat ritual keagamaan tempo dulu, hubungan desa adat hingga kehidupan sehari-hari di dalam Puri agar bisa dipahami oleh masyarakat secara luas. "Mungkin belum waktunya sekarang (untuk kunjungan wisata, red), ya pastilah suatu saat nanti. Karena memang ada rencana, tentu secara berkualitas," jelas mantan putra sulung dari Dr Ida Anak Agung Gde Agung ini.

Anak Agung Gde Agung mengatakan bahwa Puri Agung Gianyar perlu lebih dikenalkan ke masyarakat.

Terlebih, ayahandanya Ida Anak Agung Gde Agung merupakan sosok pahlawan nasional yang banyak berkontribusi dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Puri Agung Gianyar sendiri telah mempertahankan keaslian struktur dan arsitektur bangunan ini sejak Tahun 1771 Masehi. Selama ratusan tahun itu, ukiran-ukiran khas hingga setiap lekukan struktur bangunan tetap utuh tak termakan usia. Kalaupun harus ada perbaikan, hanya akan dilakukan pembenahan dengan tidak mengubah tatanan arsitektur yang ada.

"Puri memang sengaja tidak mengubah tatanan arsitektur yang ada," tegas Anggota MPR RI dan Menteri Negara Masalah Masalah Kemasyarakatan era Presiden RI Abdurrahman Wahid ini. Hanya sebagian kecil aspek yang direstorasi agar layak ditinggali oleh panglingsir beserta keluarga. "Memang selalu ada perbaikan, tapi kami tetap mempertahankan struktur yang ada. Apalagi puri ini juga menjadi salah satu puri yang terjaga struktur komposisinya," jelas usahawan yang juga penulis buku ini.

Di atas lahan seluas sekitar 5 hektare, kawasan Puri Agung Gianyar mencakup sekitar 10 bagian. Mulai dari Merajan Puri, Puri Loji, Puri Anyar, Bale Kambang, Rangki, Telaga, hingga abian atau kebun khusus untuk menanam sarwa prani guna menjaga ketahanan pangan. Seorang Kepala Sekretariat Puri dan seorang Kepala Rumah Tangga Puri ditunjuk yang bertanggung jawab setiap hari. "Tugasnya agar apa yang ada di Puri terjaga. Semua tidak boleh diubah. Meski ada perbaikan, tapi kami tetap mempertahankan struktur. Sehingga sampai saat ini, Puri Agung Gianyar masih dianggap sebagai Puri terbaik yang berhasil menjaga strukturnya," terangnya.


Perbaikan yang dilakukan sebatas pengecatan, mempertajam Prada, dan pemasangan marmer. Saat ini, oleh karena perkembangan zaman dan seiring dengan berkembangnya keturunan buah hasil perkawinan, maka banyak keturunan Puri yang membangun Puri di tempat lain. "Saat ini, ada 12 Dinasti Manggis, keturunan Raja Majapahit Dalem Segening. Seperti di antaranya Puri Ageng Sukawati, Puri Bitera, dll," jelasnya.

Untuk diketahui, cikal bakal keberadaan Puri Agung Gianyar tak terlepas dari peristiwa perpindahan pusat pemerintahan Dinasti Manggis dari Desa Beng ke tempat baru sekitar 2 kilometer ke arah selatan. Setelah melanglang buana belajar tentang kawisesan dan tata pemerintahan sampai terjadinya peristiwa ‘pulung keprabon’ di Kerajaan Sukawati, Dewa Manggis Api menerima dan menjalankan ‘wasiat’ dari Dewa Agung Mayun. Akan tetapi I Dewa Manggis Sakti tidak berkenan menjadikan Sukawati pusat kekuasaannya dan untuk sementara waktu kepemimpinan di Sukawati diberikan kepada I Dewa Agung Gde sebagai upaya membina dan menempatkan para putera I Dewa Agung Mayun pada posisi yang layak.

Lalu, oleh paman-pamannya dari Puri Serongga, Abianbase dan Bitera, Dewa Manggis Api mendapat dukungan untuk membangun puri di tempat yang baru, sekitar 2 Km ke arah selatan dari Desa Beng. Penataan puri disesuaikan dengan Puri Tamanbali, dibangun di atas areal milik seorang Brahmana bernama Ida Pedanda Sakti Tarukan, yang diberikan kepada Dewa Manggis Api. Istana baru itu diberi nama Puri Gerya Anyar, kemudian menjadi Puri Gianyar.

Dewa Manggis Api sebagai Raja I Gianyar dengan nama abhiseka Dewa Manggis Sukawati (Dewa Manggis IV). Pembangunan Puri Gianyar diperkirakan selesai dan difungsikan pada hari baik, Sukra Wage Krulut, Tahun 1771 Masehi. Bila disesuaikan dengan kalender Masehi, maka hari tersebut sama dengan tanggal 19 April tahun 1771. Momen penting inilah selanjutnya ditetapkan sebagai hari lahir Kota Gianyar, dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 9 tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari Jadi Kota Gianyar. 7 nvi

Komentar