nusabali

MUTIARA WEDA: Menyerahkan Semuanya, Mungkinkah?

cetasā sarva-karmāni mayi sannyasya mat-parah buddhi-yogam upāsritya mac-cittah satatam bhava. (Bhagavad-gita, XVIII. 57)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-menyerahkan-semuanya-mungkinkah

Dengan menyerahkan segala kegiatan kerja secara mental kepada-Ku, menganggap Aku sebagai Yang Tertinggi dan memasrahkan pada kemantapan dalam pemahaman, pusatkanlah pikiranmu senantiasa kepada-Ku

MENGAPA mesti menyerahkan segala kegiatan kerja kepada Krishna? Untuk apa? Bukankah setiap kerja adalah tindakan kita dan hasilnya juga merupakan konsekuensi dari tindakan itu? Jika semua itu diserahkan, lalu untuk kita apa? Bukankah ini cara berpikir yang berkebalikan. Selama ini, kita berdoa, melakukan pemujaan, dan menghaturkan yadnya adalah untuk memohon kehadapan Beliau akar kita dianugerahi kesejahteraan, kesehatan, rezeki, dan yang lainnya? Bukankah kita memohon kepada Beliau untuk tujuan kita, untuk kepentingan kita? Jika tindakan dan hasilnya diserahkan kepada Beliau, lalu bagaimana dengan kita? Agama mainstream secara umum mengajarkan agar kita rajin berdoa, memohon kepada-Nya. Sementara Krishna sebaliknya, diminta menyerahkan hasil yang sudah ada kepada-Nya. Apakah ajaran Krishna tergolong anti mainstream? 

Rasanya, meskipun Krishna mengajarkan seperti itu, sebagian besar pengikut Krishna malahan tetap memohon kepada-Nya agar dianugerahi keselamatan, kesejahteraan, rezeki, dan sejenisnya untuk kepentingan mereka. Meskipun ajaran ini bisa diterapkan, tetapi mustahil rasanya diadopsi oleh orang-orang yang hidupnya penuh ketakutan, kekurangan, kelemahan, dan kemiskinan. Orang secara umum berdoa oleh karena takut tidak mendapat anugerah, takut kepongor, takut terkena malapetaka, takut miskin, takut jatuh, dan lain sebagainya. Begitu juga karena merasa serba kekurangan, penuh kelemahan, dan ketidakberdayaan, mereka berdoa. Dan itu yang kita pahami sepanjang praktik beragama sebagai concern. 

Nah, jika kemudian semua tindakan dan hasilnya diserahkan kepada-Nya, ini bentuk praktik agama apa? Bukankah hanya mereka yang sudah sangat berkelimpahan bisa menyerahkan semua itu? Itupun kalau tidak kikir. Jika masih merasa kurang, bagaimana kita bisa menyerahkan semua itu? Untuk memperkuat statement-Nya, Krishna melanjutkan, “memarahkan diri pada kemantapan akan pemahaman”. Artinya apa? Hanya mereka yang paham akan prinsip kebenaran semesta yang bisa mengerjakan ajaran ini. Hanya mereka yang benar-benar ingin bebas, yang benar-benar ingin mencapai kesadaran tertinggi, yang benar-benar menginginkan semua penderitaan hidup lenyap, hanya mereka yang bisa melaksanakan ajaran ini. Dia yang mampu menyerahkan semua tindakan beserta hasilnya kepada-Nya adalah dia yang memiliki pemahaman akan kebenaran yang mendasari kehidupan. 

Lalu, apakah berdoa itu bukan kebenaran? Apakah memohon keselamatan, kesejahteraan, dan rezeki itu tidak benar? Tentu 100 persen benar. Hanya saja, kita harus paham bahwa hal-hal yang berhubungan dengan prakrti (hukum material), apapun itu selalu berada dalam dualitas, baik-buruk, susah-senang. Nature dari prakrti telah seperti itu, dalam siklus. Makanya, Krishna mencoba mengubah cara pandang kita secara mendasar, sepanjang dalam dualitas materi, memohon, dan lain sebagainya itu benar, tetapi, jika ingin bebas dari derita, melepaskan semua materi dan aktivitasnya sangat penting. Hanya dengan demikian, kebebasan sejati itu bisa diraih. ‘No other way’.

Pada saat itu, Krishna mengajarkan pada Arjuna agar mantap dalam pemahaman seperti itu (bahwa prakrti selalu berada dalam dualitas), sebab hanya dengan pemahaman seperti itu, penyerahan tindakan dan hasilnya bisa dikerjakan, sebab tindakan dan hasil tindakan adalah prakrti. Bagaimana caranya menyerahkan seluruh tindakan dan hasilnya itu kepada-Nya? Dengan menganggap Beliau sebagai yang Tertinggi, pemilik segala-galanya. Selama ini kita merasa memiliki sesuatu oleh karena piranti ahamkara (ego) kita di dalam diri. Sementara, jika kita memahami bahwa ego sebenarnya tidak memiliki entitas, maka satu-satunya entitas yang memiliki segala sesuatu itu adalah Beliau, hanya Beliau. 

Dengan pemahaman yang mantap seperti itu, kita bisa menyerahkan semua tindakan dan hasilnya kepada Beliau. Makanya, Krishna mengakhiri sloka di atas dengan pesan ‘pusatkan pikiranmu kepada-Ku’. Mengapa memusatkan pikiran kepada-Nya? Agar kita memiliki pemahaman yang mantap. Tanpa pemusatan pikiran, kita tidak akan bisa memiliki pemahaman yang mantap. Tanpa pemahaman yang mantap, kita tidak akan pernah bisa menyerahkan semua tindakan dan hasilnya kepada-Nya. Mari pelan-pelan mengarah pada ajaran ini. Jangan terburu-buru merasa paham dan merasa telah melaksanakannya. Pusatkan saja pikiran kita dulu, biarlah pengalaman yang membuktikan bahwa kita telah sejalan dengan ajaran ini. 7

I Gede Suwantana
Bali Vedanta Institute  

Komentar