nusabali

Warga Pengastulan Geruduk PN Singaraja

Terkait Polemik PTSL

  • www.nusabali.com-warga-pengastulan-geruduk-pn-singaraja

Warga Banjar Dinas Kauman memohon SHM karena sudah mendiami kawasan itu secara turun-temurun dan mengaku memiliki bukti penguasaan fisik lahan.

SINGARAJA, NusaBali
Ratusan warga Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, Buleleng, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Rabu (9/8) pagi. Mereka menggelar aksi damai terkait sidang gugatan melawan hukum yang dilayangkan oleh Bendesa Adat Desa Pengastulan, I Nyoman Ngurah terhadap Perbekel Desa Pengastulan, Putu Widyasmita dan Kepala BPN Singaraja selaku tergugat.

Gugatan tersebut terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dimohonkan ratusan warga Banjar Dinas Kauman, Desa Pengastulan. Sidang gugatan perkara melawan hukum ini dipimpin Ketua Majelis Hakim I Gusti Made Juliartawan dan baru memasuki tahapan mediasi.

Sebelum sidang digelar, dua elemen massa memenuhi halaman PN Singaraja. Dua elemen massa itu yakni dari Desa Adat Pengastulan dan massa dari Aliansi Masyarakat Pengastulan Bersatu (AMPB). Koordinator aksi massa AMPB, Hilman Eka Rabbani menyatakan dasar warga Banjar Dinas Kauman memohon SHM melalui program PTSL selain telah mendiami kawasan itu berabad lamanya, mereka mengaku memiliki bukti penguasaan fisik lahan di Banjar Dinas Kauman.


"Kami memiliki bukti yuridis dan historis atas penguasaan lahan. Kami bukan tamiu (tamu) karena kami adalah pemilih sah atas lahan kami. Karena itu tidak ada halangan berdasar hukum positif untuk menuntut hak kami sebagai warga negara," ujarnya.

Ia mendesak agar pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera menerbitkan SHM sebanyak 329 pemohon atas nama warga Banjar Dinas Kauman. "Kami mendukung upaya yang telah dilakukan pihak Perbekel dan BPN dalam melakukan pensertifikatan lahan sesuai program pemerintah," tandasnya.

Kuasa hukum Bendesa Adat Pengastulan, I Komang Sutrisna menyatakan, gugatan terhadap Perbekel Desa Pengastulan dan Kepala BPN Buleleng dilayangkan karena dalam proses permohonan sertifikat PTSL dianggap dilakukan secara melawan hukum. Menurutnya, setiap pengajuan PTSL hendaknya berkoordinasi dengan Desa Adat yang memiliki wewidangan.

"Dalam desa adat dan wewidangan-nya termuat dalam awig-awig (peraturan desa adat).Dalam awig-awig disebutkan wewidangan desa adat Pengastulan terdiri dari empat banjar.Tiga banjar adat dan satu banjar dinas. Dan disebutkan wewidangan yang ditempati tamiu adalah Bnajar Dinas Kauman," ujarnya.

Advokat dari kantor Hukum LBH Bali Metangi Forkom Taksu Bali ini menyebut, sejak awal tidak dilakukan kordinasi rencana penerbitan sertifikat dengan pihak adat kendati BPN telah melakukan sosialisasi. Padahal tiga banjar lainnya telah berjalan dengan baik. Namun hanya satu banjar yakni Banjar Dinas Kauman yang mengakui lahan itu miliknya.

"Merujuk sejarah Desa Adat Pengastulan pada sekitar tahun 1.400-an, leluhur kami memberikan lahan kepada tamiu untuk bertempat tinggal dan itu dikuatkan dengan awig-awig," sambung Sutrisna.

Sementara itu, kuasa hukum Perbekel Pengastulan, Gede Indria mengatakan sidang belum memasuki pokok perkara hanya agenda mediasi. Indria menambahkan, pengusulan melalui program PTSL itu sudah sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018.

Adapun proses penerbitan sertifikat melalui program PTSL Desa Pengastulan telah berjalan, namun yang belum tuntas sebanyak 329 bidang. "Proses sedang berjalan, yang ada persoalan itu 329 bidang yang ditempati warga Banjar Dinas Kauman yang kebetulan Muslim yang tinggal di tempat itu. Bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka sudah ada penguasaan fisik," katanya.

Menurutnya, terkait ada koordinasi dengan desa adat hal itu soal kewenangan. Dalam konteks tersebut bendesa adat tidak memiliki kewenangan adminstratif. "Yang memiliki kewenangan administratif menurut PP Nomor 24/1991 kewenangannya ada di kepala desa atau sebutan lain yang mempunyai setara kepala desa. Kewenangan bendesa hanya berkaitan soal adat," tandasnya.7mzk

Komentar