nusabali

Rejang Phala, Spirit Mensyukuri Anugerah

  • www.nusabali.com-rejang-phala-spirit-mensyukuri-anugerah
  • www.nusabali.com-rejang-phala-spirit-mensyukuri-anugerah
  • www.nusabali.com-rejang-phala-spirit-mensyukuri-anugerah

AMLAPURA, NusaBali - Krama Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem,  pada Soma Kliwon Wayang, Senin (24/4), mementaskan tari Rejang Phala. Pementasan ini serangkaian Usaba Dalem, terutama saat Ida Bhatara katuran memasar di Pura Pesamuan Agung, Banjar Bucu, Desa Nongan.

Tari Rejang sebagai spirit rasa syukur atas anugerah kemakmuran dari Ida Bhatara-bhatari. 30 penari Rejang Phala dengan ciri khas, mengenakan gelungan, berhias aneka buah-buahan lokal, sesuai namanya, phala berarti buah. Pementasan rejang phala sebagai bentuk rasa syukur, yang telah mendapatkan anugerah kesuburan dari semesta, sehingga kembali melakukan persembahan dalam bentuk tarian, dengan harapan agar kembali dapat anugerah itu untuk kemakmuran.

Penari berasal dari 15 banjar ada se-Desa Adat Nongan: Nongan Kaler, Bujaga, Pande, Manggaan, Ambengan, Bucu, Bukian, Sekar, Sigar, Tengah, Saren Kaler, Saren Tengah, Saren Kelod, Segah Kaja, dan Segah Kelod.

Tarian ini sederhana, namun sarat kesakralan hingga menambah khusyuk Usaba Dalem. Tarian dijiwai dari konsep, satyam, siwam dan sundaran, (kebenaran, kesucian dan keindahan).

Bendesa Adat Nongan I Komang Yadnya memaparkan, tarian Rejang Phala direkonstruksi tahun 2017, kerja sama dengan ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar  dengan penata tari Ida Ayu Ani dan penata tabuh Jro Mangku Yoganata. Tari  ini mulai ada sejak tahun 1917, selama satu abad tarian menghilang, kemudian bangkit lagi.


“Kami merasa bersyukur tari Rejang Phala kembali bisa kami pentaskan, sebagai inspirasi krama Desa Adat Nongan. Tari ini sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah kemakmuran dari Sang Maha Pemurah. Kali ini kami persembahkan kembali dalam bentuk tari sakral itu,” katanya.

Tari Rejang Phala dengan ciri khas menggunakan gelungan, berisi hiasan buah lokal. Seperti ceroring, rambutan dan kepundung, yang merupakan instisari dari isi semesta. “Memang sengaja tidak banyak kami isi hiasan buah, agar penarinya tidak menanggung beban berat di kepalanya,” jelas Bendesa Adat Nongan dari Banjar Adat Ambengan.

Penari rejang Komang Simpen Ariani dari Banjar Ambengan mengaku telah dua kali ikut ngayah. Sedangkan penari Pande Ni Kadek Nita Suriani dari Banjar Pande, mengaku baru sekali ngayah sebagai penari. Persembahyangan di Pura Pesamuan Agung itu dipuput Ida Pedanda Istri Ratna Kania, dari Geria Alangkajeng, Banjar Nongan Kaler, Desa Adat Nongan.

Puncak Usaba Dalem di Pura Dalem Desa Adat Nongan, Redite Wage Wayang, Minggu (23/4), Sedangkan Ida Bhatara masineb, Anggara Umanis Wayang, Selasa (25/4).7k16

Komentar