nusabali

Ada Goa Keramat di Beji yang Dipercaya Tembus ke Danau Beratan

  • www.nusabali.com-ada-goa-keramat-di-beji-yang-dipercaya-tembus-ke-danau-beratan

Di depan pintu masuk Utama mandala Pura Luhur Ulun Danu terdapat bangunan jineng yang dijadikan tempat krama tani menaruh gabah sebagai ucapan syukur atas hasil panennya

Sisi Unik Pura Luhur Ulun Danu di Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan


TABANAN, NusaBali
Selain keberadaan mata air yang keluar dari akar pohon tua yang dipercaya berkhasiat untuk melancarkan air susu ibu (ASI), Pura Luhur Ulun Danu di Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan juga memiliki beragam keunikan lainnya. Salah satunya, keberadaan beji yang lengkap berisi goa keramat.

Berdasarkan kepercayaan, goa keramat di beji Pura Luhur Ulun Danu ini tembus hingga ke Danau Beratan, Kecamatan Baturiti, Tabanan. Kelian Pamaksan Pura Luhur Ulun Danu, I Wayan Sudana, 60, menceritakan mulut goa keramat tersebut dulunya berukuran cukup besar. Krama dan pamangku sering masuk goa pujawali di Pura Luhur Ulun Danu yang jatuh setahun sekali pada Purnamaning Kalima.

Namun, sekarang mulut goa semakin menyempit dan tinggal berdiemater sekitar 0,4 meter. Menurut Wayan Sudana, penyempitan mulut goa diduga terjadi karena tanah aes (menurun) akibat sarat beban.

Sedangkan goa keramat itu sendiri diyakini sangat panjang. Hingga kini, belum ada yang pernah masuk sampai ke ujung goa yang dipercaya tembus Danau Beratan. “Menurut tetua kami, goa ini tembus hingga Danau Beratan,” ungkap Sudana saat ditemui NusaBali di areal Pura Luhur Ulun Danu, yang berlokasi di ujung utara Desa Pakraman Kukuh, beberapa hari lalu.

Pamangku Pura Luhur Ulun Danu, Jro Mangku Desak Nyoman Tirta, 60, menyatakan goa yang diyakini tembus ke Danau Beratan amat dikeramatkan krama setempat. Apalagi, berdasarkan sipta (petunjuk gaib) yang diperoleh melalui mimpi, goa keramat ini dihuni naga, macan, dan anjing.

Beji Pura Luhur Ulun Danu di mana goa keramat berada juga punya fungsi khusus. Setiap pamedek (umat sedharma yang tangkil sembahyang) terlebih dulu harus ngaturang bakti di Palinggih Beji, sebelum mereka melakukan persembahyangan di Utama Mandala Pura Luhur Ulun Danu. Maknanya, untuk pembersihan secara niskala sebelum masuk ke Utama Mandala Pura Luhur Ulun Danu.

Selain keberadaan goa keramat, di beji Pura Luhur Ulun Danu juga terdapat tiga pancuran, yang airnya kerap dimanfaatkan untuk panglukatan (pembersihan) baik di pura maupun di rumah tangga. Keunikan Pura Luhur Ulun Danu tidak berhenti sampai di situ. Di jaba tengah pura ini juga terdapat bangunan jineng (lumbung), persis di depan pintu masuk Utama Mandala Pura Luhur Ulun Dani. Jineng ini dimanfaatkan untuk menyimpan gabah yang dihaturkan krama tani.

Hampir setiap hari ada saja yang menaruh gabah di pelataran jineng. Gabah tersebut jadi persembahan dari krama tani sebagai ucapan syukur karena hasil panennya berlimpah. Biasanya, gabah yang ditaruh krama petani ini baru dinaikkan ke jineng setelah prajuru maupun pamangku datang ke pura.

Jro Mangku Desak Tirta mengaku tidak pernah tahu siapa yang menaruh gabah di bangunan jineng tersebut. “Kami hanya tahu, gabah ini dipersembahkan oleh petani,” papar Jro Mangku Desak Tirta. Krama petani juga biasa menaruh gabah di pelataran jineng Pura Luhur Ulun Danu ketika nunas pakuluh (tirta), sebelum menaruh gabah di jineng rumah masing-masing.

Pura Luhur Ulun Danu sendiri diempon dua banjar adat dari Desa Pakraman Kukuh, yakni Banjar Batanwani dan Banjar Dalem Kerti. Sedangkan penyung-sungnya adalah krama subak dari empat desa bertetangga: Desa Kukuh (Kecamatan Marga), Desa Tegal Jadi (Kecamatan Marga), Desa Kuwum (Kecamatan Marga), dan Desa Banjar Anyar (Kecamatan Kediri).

Menurut Jro Mangku Desak Tirta, kama tani yang ke Pura Luhur Ulun Danu untuk nunas tirta buat usir hama di sawah atau masesangi (berdoa untuk keselamatan di areal sawah), tidak harus lewat perantara pamangku. Mereka biasanya datang sendiri dan mengambil tirta (air suci) sendiri pula. Demikian pula saat haturkan gabah pasca panen, mereka sembahyang sendiri-sendiri.

“Saya sebagai pamangku hanya tahu krama naur sesangi (bayar kaul) yang sempat nunas tirta Yeh Tape untuk perlancar ASI. Sebab, saat pujawali, mereka ke pura naur sesangi, karena ASI-nya telah lancar. Kalau yang menaruh gabah di pelataran jineng, bisa datang sendiri karena tidak menghaturkan langsung ke palinggih,” urai Jro Mangku Desak Tirta.

Sementara itu, gabah yang dikumpulkan di jineng Pura Luhur Ulun Danu tidak pernah dijual. Namun, setahun sekali gabah yang terkumpul itu diturunkan untuk dibawa ke penggilingan padi. Gabah yang telah jadi beras kemudian diolah untuk biaya pujawali di Pura Luhur Ulun Danu.

“Kami manfaatkan untuk pujawali dan keperluan lainnya di pura,” imbuh Panyarikan Pura Luhur Ulun Danu, I Ketut Arnita, 59. Salah satunya, kata Ketut Arnita, untuk Karya Agung Ngenteng Linggih yang baru pertama kali digelar di Pura Luhur Ulun Danu pada Sukra Pon Kulantir berpetapan Purnamaning Kadasa, 22 Oktober 2010 silam.

Menurut Ketut Arnita, Pura Luhur Ulun Danu di Desa Pakraman Kukuh termasuk pura komplet. Sebab, pura ini memiliki mata air berupa danau, hutan seluas 8 are di sebelah timur pura, termasuk juga memiliki sawah seluas 22 are. Sawah ini dikelola oleh prajuru pura dengan sistem bagi hasil.

Sedangkan air di danau seluas 20 are (sebelumnya ditulis 80 are, Red) digunakan untuk mengaliri persawahan di dua subak kawasan Desa Kukuh, yakni Subak Dlod Kukuh dan Subak Saih. “Mengingat pura memiliki danau, hutan, dan sawah, maka berfungsi untuk kemakmuran masyarakat,” papar Ketut Arnita. * k21 

Komentar