nusabali

Prita Kemal Gani

  • www.nusabali.com-prita-kemal-gani

Mulai dari masa PR belum diperhitungkan, hingga di era sekarang yang memberi ‘posisi tersendiri’ bagi seorang PR, tak kurang sudah 20.000 lulusan PR dicetak Prita Kemal Gani.

Tak Khawatir dengan MEA

DI antara lulusan London School of Public Relation (LSPR), sederet nama menjadi bintang tenar. Setidaknya nama Sandra Dewi dan Titi Kamal adalah produk binaan LSPR yang kini dikenal sebagai artis.  Sementara mayoritas lulusan LSPR menggeluti dunia public relation.

Kembali ke soal persaingan public relation di masa MEA, Prita meyakinkan kesiapan dari segi knowledge. “Dari segi strategi kita jauh lebih siap. Karena teman – teman saya di Malaysia itu khawatir, jangan main–main dengan ASEAN, Indonesia itu masuk G20, teman–teman dari Malaysia mengagumi Indonesia, Tapi kita saja yang merasa biasa saja. Padahal di luar orang mengagumi kita. One of the ASEAN member is G20 member, yaitu Indonesia. Kita juga dipandang sukses menghelat acara tingkat dunia, mulai dari APEC yang berjalan sangat sukses. Hasil dari APEC bagaimana kita mensosialisasikannya,” kata Prita seperti dikutip femina beberapa waktu lalu.

Jika saling terintegrasi dalam Komunitas ASEAN, Prita pun menilai bagus. Pasalnya Indonesia bisa belajar dari negara–negara lain. Malaysia dan Singapura, misalnya, yang bekas jajahan Inggris, bisa memberikan informasi kepada kita orang Inggris seperti apa. Indonesia pernah dijajah Belanda, sehingga kita lebih tahu bagaimana orang Belanda. Begitu juga Filipina pernah dijajah Portugis dan Amerika. “Nah bagaimana best practice ini kita sinergikan. Untuk mensinergikan kita harus singkirkan ego masing – masing,” kata salah satu EY Entrepreneurial Winning Women Asia-Pacific 2015.

Jadi selain tantangan ada banyak peluang yang dinilainya bisa diperoleh dari MEA. “Kita ini menjadi magnet. Semua orang mengincar pasar Indonesia. Tentunya kompetensinya harus diperhatikan, apalagi profesi PR belum masuk dalam 8 profesi yang sudah ada MRA (Mutual Recognition Agreement). Delapan profesi yang masuk dalam MRA itu juga ada ketentuannya. Misalnya, dokter yang bisa masuk ke Indonesia itu dokter yang seperti apa. Kalau tidak ada MRA malah lebih gawat. Tapi sekarang di tengah eranya pasar bebas kalau dokter lokal sudah kompeten, dokter luar mau praktek dimana?” tanyanya.

Lembaga pendidikan PR di Indonesia pun dinilainya sudah terbiasa bergaul di level internasional. “Kita sudah sering menyelenggarakan program dual degree, twinning program, student exchange, sehingga jaringan internasional kita sudah kuat. Bahkan,  bukan hanya di ASEAN tapi juga ke benua lain, seperti Australia. Dari segi kurikulum kita juga sudah kuat, apalagi di era internet kita sekarang bisa melihat kurikulum setiap kampus di seluruh dunia secara terbuka,” ujar Prita yang pernah mengikuti EY Entrepreneurial Winning Women Asia-Pacific (EWWAP) ini.

Program studi PR di seluruh Indonesia, kata Prita, ada sekitar 200-an, kendati yang bagus dan terakreditasi ada 130. “Ini yang terbesar di ASEAN. Nomor dua besar adalah Filipina. Dari sisi akademisinya kita juga lebih banyak. Orang – orang yang paham tentang komunikasi jadi lebih banyak di sini. Bahkan kalaupun ditotal dan dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia, Myanmar, dan lainnya itu pun belum sampai sebanyak sekolah komunikasi di Indonesia. Jadi secara populasi akademisi kita juga lebih banyak,” jabarnya.*Sberbagai sumber

Komentar