nusabali

‘Serangan Fajar Bikin Konstelasi Politik Buyar’

Subanda: Bansos/Hibah Jangan Dicairkan di Tahun Pemilu

  • www.nusabali.com-serangan-fajar-bikin-konstelasi-politik-buyar

DENPASAR,NusaBali - Perhelatan politik 2024 khususnya Pemilihan Legislatif (Pileg) menyisakan banyak cerita.

Yang paling hangat dibahas adalah money politics jelang pencoblosan alias pemilihan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sering disebut serangan fajar. Aksi politisi dalam serangan fajar ini membuat konstelasi politik buyar. Banyak prediksi-prediksi dan analisa politik tentang siapa-siapa saja caleg yang bakal lolos terbalik.

Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Dr Nyoman Subanda menyebutkan Pemilu 2024 benar-benar di luar dugaan. Subanda mengakui serangan fajar bukan isapan jempol. Kata dia, meskipun tidak semua, petarung politik di Pemilu 2024 masih menggunakan kekuatan serangan fajar meraih suara. “Serangan fajar membuyarkan prediksi banyak pihak tentang caleg-caleg yang berpotensi lolos. Serangan fajar juga menghancurkan investasi politik politisi yang benar-benar bekerja dengan jaringan, kekerabatan, pasemetonan,” ujar Subanda di Denpasar, Senin (18/3).

Menurut Subanda, Pemilu 2024 juga benar-benar makin brutal karena suara pemilih seperti dilelang. Kata dia, di Kabupaten Buleleng per kepala bisa ‘ditembak’ Rp 300.000 sampai Rp 500.000. “Memang tidak semua caleg main tembak, tetapi banyak masyarakat menunggu dan mendapatkan guyuran serangan fajar jelang coblosan. Di desa kelahiran saya ada caleg yang sudah investasi sosial di masyarakat belasan tahun. Selalu rajin turun, menyamabraya, ngayah sebagai investasi sosialnya. Tapi jelang pemilihan, habis karena serangan fajar,” ujar akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.

Ditegaskan Subanda, serangan fajar juga membuat persahabatan dan hubungan kekeluargaan terkikis. “Sebab gara-gara dapat serangan mengalihkan dukungan kepada calon lain. Fenomena antar keluarga musuhan gara-gara politik itu nyata,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Undiknas Denpasar ini. Selain fenomena serangan fajar menghajar caleg, Subanda menyebutkan dari pemilu ke pemilu fenomena incumbent mendominasi perolehan kursi seperti menjadi tradisi. Karena incumbent punya modal awal yang kuat. Mulai modal sosial politik dan amunisi.

Salah satu amunisi kata Subanda adalah bansos/hibah yang difasilitasi incumbent. Belum lagi kalau si caleg punya loyalitas sangat rajin ‘menyiram’ konstituennya, maka cengkraman incumbent tak akan goyah, bahkan makin kuat saat pemilu. Walaupun tak dipungkiri ada satu dua incumbent yang tumbang.

Dari potret Pemilu 2024 ini, Subanda menyarankan kepada pemegang kebijakan agar tidak mencairkan bansos atau hibah menjelang atau tahun pemilu. “Sebenarnya anggota dewan tidak mengoperasionalkan anggaran bansos/hibah yang merupakan anggaran eksekutif. Selain di Indonesia, saya belum pernah menemukan legislatif mengoperasikan dana eksekutif berupa bansos/hibah. Kenapa di Indonesia ada? Ya karena DPR lebih dulu membuat aturan mainnya. Jadi bansos seperti amunisi yang tak pernah mati,” ujar Subanda.

Subanda menyebutkan, jika anggaran hibah ini masih jadi andalan para legislator maka proses pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif akan selalu monoton. “Anggota dewan amankan bansos sudah beres. Karena itu menjadi bargaining dengan eksekutif. Maka setiap pemilu anggaran bansos/hibah ini akan menjadi momok menakutkan bagi petarung new comer (pendatang baru). Politisi nggak perlu investasi sosial dan politik, tinggal siapkan uang saja untuk main guyur jelang coblosan,” tegas Subanda. 7 nat

Komentar