nusabali

Ratna Sarumpaet Dicegat Pecalang

Keluar Saat Nyepi, WNA-Duktang Diamankan

  • www.nusabali.com-ratna-sarumpaet-dicegat-pecalang

MANGAPURA, NusaBali - Aktivis Ratna Sarumpaet menjadi sorotan publik setelah terlihat keluar rumah dengan kendaraan mobil di jalanan pada Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 pada Soma Paing Langkir, Senin (11/3) di Jalan Pantai Berawa, Desa Tandeg, Kecamatan Kuta Utara, Badung.

Diduga ada keperluan mencari ATM, ibunda aktris Atiqah Hasiholan ini keluar dengan berkendara mobil bersama sopirnya dan mengaku tak tahu sedang ada pelaksanaan Catur Brata Penyepian di Bali.

Mengetahui ada mobil melaju di jalanan saat Nyepi, pecalang setempat pun mencegatnya di depan kantor LPD Desa Adat Tandeg, yang terletak di Jalan Pantai Berawa Nomor 93, Tibubeneng, Kuta Utara, Badung. Pecalang desa adat segera menghentikan mereka di depan kantor LPD Desa Adat Tandeg. Setelah dihentikan kemudian diketahui ada dua orang di dalam mobil, yakni seorang pria dan seorang wanita. Diketahui kemudian, wanita tersebut merupakan aktivis sosial Ratna Sarumpaet.

Kejadian ini pun menjadi sorotan di media sosial karena pada Hari Raya Nyepi larangan keluar rumah dengan kendaraan merupakan aturan yang harus diikuti di Bali. Menurut Bendesa Adat Tandeg, I Wayan Wartana, saat itu Ratna beralasan terpaksa keluar dari vila tempatnya menginap dengan mobil karena hujan dan mencari ATM terdekat. Dia juga mendapat informasi dari asistennya bahwa Hari Raya Nyepi sudah berlalu pada, Sabtu (9/3) lalu.

Pecalang desa adat setempat yang saat itu sedang berjaga sontak langsung mencegat mobil Toyota Sienta bernomor polisi B 2760 SOC yang dikendarai Ratna bersama seorang laki-laki yang diduga sopirnya pada pukul 10.40 Wita, dan langsung dimintai keterangan dan kemungkinan ada keadaan darurat yang harus diselesaikannya segera.

Namun Bendesa Wartana mengkonfirmasi bahwa Ratna tidak sedang dalam keadaan darurat tetapi dia sedang keluar untuk mencari ATM dan tidak mengetahui tentang Hari Raya Nyepi yang sedang dijalankan umat Hindu saat itu. "Terkait kejadian itu dia itu mengaku keluar bilang nyari ATM. Alasannya bahwa stafnya bilang Nyepi sudah tanggal 9 Maret. Dia juga mengaku tak tahu bahwa hari itu di Bali sedang Nyepi,” jelasnya.

Wartana juga menegaskan bahwa tidak ada konflik yang terjadi antara Ratna dan pecalang. Pembicaraan saat itu berjalan baik dan Ratna menerima kesalahannya serta segera meminta maaf karena ketidaktahuannya tersebut. Desa adat memilih menyelesaikan situasi tersebut dengan pendekatan edukatif dan humanis, tanpa memberikan sanksi adat. "Pecalang sudah memberitahu secara persuasif, tidak memberikan hukuman adat dan beliau sudah meminta maaf saat itu juga sehingga kami arahkan untuk kembali ke tempat tinggalnya. Ratna secara kooperatif mengikuti arahan pecalang untuk kembali ke tempat tinggalnya," ujar Wartana.

Sebelumnya, Wartana menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan imbauan jauh-jauh hari terkait rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1946, baik kepada masyarakat maupun akomodasi wisata. Salah satu poin penting dalam imbauan tersebut adalah agar seluruh masyarakat berdiam diri tanpa melakukan aktivitas di luar rumah selama 24 jam.

"Imbauannya seperti biasa, agar melaksanakan Catur Brata penyepian, yaitu tidak boleh keluar. Itu poin utama, tidak boleh keluar," imbuh Wartana. Disinggung soal vila tempat Ratna menginap, Wartana mengaku tak tahu pasti. Sebab saat ngecek ke vila tersebut, tidak ditemukan pengelola. “Kalau permasalahan itu kami kurang tahu, apa nyewa atau milik sendiri. Yang jelas saat kami ngecek ke sana tidak ada pengelolanya, cuma ketemu sama ibu itu (Ratna) saja sama keluarganya. Itu semacam private villa, bukan vila besar,” bebernya.

Sementara Kanit Reskrim Polsek Kuta Utara, Iptu Komang Juniawan dikonfirmasi, Selasa (12/3) mengatakan peristiwa itu sudah diselesaikan secara damai. "Sampai saat ini kami tidak ada menerima laporan terkait kejadian itu. Informasi yang kami terima kejadian itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan oleh desa adat setempat," ungkap Iptu Juniawan. Walau kejadian ini sudah diselesaikan secara damai, namun akibatnya kasus ini menjadi viral di media sosial, hingga dirinya kini mendapat banyak hate comment di berbagai sosial media.

Ratna Sarumpaet sendiri pernah buat heboh pada September 2018 silam. Lewat media sosial dia mengaku digebuki orang tak dikenal hingga wajahnya lebam. Setelah diusut ternyata wajahnya lebam diduga akibat operasi plastik. Berita bohong itu pun membuatnya berurusan hukum dan divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pertengahan 2019. Tak kasus yang melibatkan aktivis Ratna Sarumpaet, Hari Raya Nyepi yang seharusnya menjadi momen untuk kesunyian dan refleksi diri, ternyata masih saja diwarnai oleh sejumlah pelanggaran. Tercatat enam orang diamankan karena melanggar ketentuan hari suci tersebut dengan berkeliaran di jalan. Seperti terjadi di wilayah Jimbaran, wilayah Desa Adat Bualu dan Desa Adat Kuta, Badung. Ini menandakan bahwa pelanggaran Nyepi bukan hanya terbatas pada satu area.

Ketua LPM Kelurahan Jimbaran, Made Dharmayasa mengungkapkan insiden yang terjadi telah ditangani bersama semua pihak terkait. Dalam pelaksanaan Catur Bratha Penyepian, tercatat tiga orang yang diamankan adalah Warga Negara Asing (WNA). WNA ini saat diamankan menarik perhatian karena keadaan dan situasi yang cukup unik. Salah satu WNA tersebut diketahui berkeliaran di area Jalan Uluwatu I Jimbaran, dekat jalan menuju Pantai Muaya atau Pantai Jimbaran.

"Ia berjalan kaki dari vila tempat menginap dan sempat melintas di gang kecil rumah warga. Saat ditemukan, dia hanya mengenakan saput Bali dan bertelanjang dada. Kita tidak bisa memperkirakan dia dari negara mana, karena menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Italia," ujar Dharmayasa saat ditemui di Banjar Teba Desa Adat Jimbaran, Badung, Selasa (12/3) pagi.

Foto: Dua WNA yang berkeliaran di wilayah Jimbaran saat Nyepi, Senin (11/3) malam. -IST

WNA tersebut diduga mengalami gangguan jiwa dan telah diserahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), kemudian dirujuk ke RS Prof Ngoerah Denpasar untuk mendapatkan penanganan awal. Sementara itu, dua WNA lainnya ditangkap saat berjalan-jalan dan berteriak-teriak di malam hari di depan Perumahan Ataman Penta, diduga dalam kondisi mabuk dan berperilaku menyolok.

“Kami telah berkoordinasi dengan Kapolsek Kuta Selatan dan pihak imigrasi. Setelah mereka dapat menunjukkan paspor, kami antarkan kembali ke tempat mereka menginap," tambah Dharmayasa. Para WNA tersebut kemudian diberikan arahan dan edukasi tentang peraturan Nyepi di Bali.

Selain WNA, tiga warga lokal dari Sumba dan Manggarai, NTT juga diamankan karena melintas di wilayah Jimbaran menggunakan sepeda motor saat Nyepi. Mereka melakukan pelanggaran sekitar pukul 08.00 Wita, padahal sesuai Hari Raya Nyepi berlaku sejak pukul 06.00 Wita.  

"Mereka mengaku tidak mengetahui tentang peraturan Nyepi. Kami telah mengembalikan mereka ke rumah masing-masing setelah ditahan selama 24 jam," ungkap Dharmayasa. Pelanggaran yang sama pun juga terjadi di Desa Adat Bualu. Bendesa Adat Bualu, I Wayan Mudita menerangkan pihaknya mengamankan satu WNA yang ditemui di dekat Lapangan Lagoon Nusa Dua yang keluar malam mendekati hari raya Nyepi. WNA yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik itu, telah diserahkan oleh pihak Polsek Kuta Selatan untuk ditangani lebih lanjut.

“Selain itu, ada krama tamiu yang kemalaman saat hari Pangrupukan dan pagi hari saat mulai Nyepi mereka bonceng tiga dan sudah kami amankan ke kantor pecalang desa untuk diberikan pembinaan. Selanjutnya kami serahkan ke Bendesa dimana krama tamiu itu tinggal,” jelasnya.

Sementara, Bendesa Adat Kuta, Komang Alit Ardana mengonfirmasi ada beberapa pelanggaran yang ditemukan. Saat Nyepi, sepasang WNA hendak pindah hotel dari wilayah Kuta menuju Canggu dengan kendaraan roda empat sekitar pukul 15.00 Wita atau 16.00 Wita. Namun kejadian itu berhasil dicegat dan yang bersangkutan digiring kembali menuju hotel.

Selain WNA, Alit menyampaikan juga di wilayah Desa Adat Kuta ditemukan dua orang gila. Namun pihak desa adat diakui tidak mampu berbuat banyak untuk menindaklanjuti hal tersebut. “Begitu kami tanya dia tinggal di mana, jawabannya tinggal di mana-mana. Karena orang gila, maka kami sulit untuk bertindak, dan memilih untuk mempermaklumkan saja. Kesimpulan kami, kalau ada yang melanggar keluar saat Nyepi, berarti itu orang gila," sebutnya.

Terpisah Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung, Wayan Adi Arnawa menegaskan penting adanya penegakan aturan oleh desa adat. Hal itu dilakukan untuk menghormati kegiatan kerukunan beragama di Indonesia, khususnya di Bali.  "Saya atas nama pemerintah mendorong desa adat untuk menegakkan aturan karena ini merupakan bagian dari menghormati kegiatan kerukunan beragama," ujar Sekda Adi Arnawa.

Kegiatan Nyepi di Bali, yang merupakan hari suci umat Hindu, diharapkan dapat dilaksanakan dengan keseriusan dan ketenangan. Kejadian di mana WNA keluar rumah dan berkeliaran saat Nyepi dianggap sebagai tindakan yang tidak menghormati esensi dari Nyepi itu sendiri. "Kalau saat Nyepi ada WNA yang seenaknya keluar, padahal warga Bali menjaga esensi Nyepi yang luar biasa, kita tentunya akan melakukan tindakan agar ke depan hari Nyepi tidak terjadi hal serupa," tambahnya. 7 cr79, pol, ol3, ind

Komentar