nusabali

Tulisan Indah Penuh Makna, Semakin Diminati Generasi Milenial

Dari Gelaran Wimbakara (Lomba) Baligrafi Rangkaian Bulan Bahasa Bali (BBB) VI Tahun 2024

  • www.nusabali.com-tulisan-indah-penuh-makna-semakin-diminati-generasi-milenial

DENPASAR, NusaBali - Siswa-siswi setingkat SMA/SMK mengikuti Wimbakara (Lomba) Baligrafi serangkaian Bulan Bahasa Bali (BBB) VI di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali (Art Center) Denpasar, Kamis (15/2). Lomba yang melibatkan 33 peserta ini dimulai pukul 09.00 Wita dan berlangsung sekitar 2 jam.

Mereka duduk rapi, dan di depannya lengkap meja, kertas alat lukis termasuk alat warna. Pada satu jam pertama, sebagian besar peserta sudah mewarnai, bahkan ada yang sudah finishing. Hal itu menunjukkan para peserta telah mempersiapkan diri sebelum turun ke ajang lomba Baligrafi ini. Salah satu Dewan Juri, Drs I Wayan Gulendra MSn mengapresiasi peserta yang terlibat dalam lomba kali ini lebih banyak dari tahun sebelumnya.

“Saya melihat peserta cukup menggembirakan, keinginan mereka untuk belajar Baligrafi cukup meningkat. Bahkan, ada yang minta kursus Baligrafi,” ujar akademisi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini. Bagi anak-anak muda ini, sesungguhnya seni Baligrafi itu baru, karena memang dimulai dari beberapa tahun lalu. Dalam seni Baligrafi ini, peserta lomba tak hanya dituntut mampu menyurat atau menulis, tetapi membuat tulisan indah dengan makna tertentu. Mereka membuat sesuai dengan tema yang diberikan.

“Sekarang ini mengangkat tema Jana Kerthi, maka mereka secara bebas memahami, menganalisis dan mengeksplor tema itu yang diwujudkan dalam satu karya Baligrafi,” imbuhnya. Gulendra menjelaskan, Baligrafi memiliki makna dan nilai. Pertama memiliki makna aksara dengan nilai secara filsafat. Kedua ada makna estetik, sehingga mereka dituntut memperindah ketika menyusun sebuah kata atau kalimat dengan aksara Bali. Ketiga, dari komposisi mempertimbangkan ikatan-ikatan unsur visual dalam bentuk sebagai satu karya seni rupa. Unsur aksara disusun berpedoman pada guru sastra (pedoman penulisan).

“Artinya, dalam penulisan aksara itu mereka tidak keluar dari uger-uger, ada makna dari tema yang disodorkan. Kemudian menyusun aksara secara indah dan artistik. Sebab Baligrafi itu tidak hanya bisa terbaca, tetapi juga tampak artistik sebagai suatu karya seni rupa visual,” ungkapnya.  


Lebih jauh, Baligrafi bisa jadi akan menjadi sumber ekonomi di masa mendatang. Seperti seniman Made Wianta yang mengolah huruf Jepang menjadi sesuatu yang artistik, sehingga banyak yang tertarik. Meski demikian, aksara Bali belum diolah sejauh itu. “Saat ini, baru tahap pengenalan saja, sebagai pembelajaran Aksara dan Bahasa Bali. Ke depan kemungkinan juga ada seperti Made Wianta yang mampu mengolah Baligrafri, namun tidak keluar dari makna yang ada,” harapnya.

Gulendra lalu mengingatkan, jangan sampai pengenalan aksara Bali dalam tulis menulis sampai hilang. Itu sebagai suatu kekaryaan lokal Bali yang luar biasa, karena sebagai simbol peradaban. Di mana ada aksara, di situ menampakan diri sebagai suatu bangsa yang beradab.

“Pengenalan dengan berbagai macam kegiatan itu, target utamanya untuk melestarikan nilai-nilai budaya. Pelestarian nilai aksara itu sendiri, dan sebagai kreasi baru dalam bidang seni rupa, karena diolah sedemikian rupa hingga menjadi sesuatu yang manarik dan indah,” paparnya.


Kurator Bulan Bahasa Bali (BBB), Drs I Gede Nala Antara MHum menyebut, lomba ini merupakan cara generasi milenial menyambut sebuah karya indah yang di baliknya ada aksara-aksara yang tersembunyi. Menurutnya, peserta sudah mulai memahami aksara, mulai kreatif menggambarkan aksara itu, sehingga menjadi lebih indah dengan filosofi-filosofi yang ada di dalamnya. “Kalau lomba Baligrafi itu pasti ada temanya, sehingga menjadi karya seni yang sangat menarik,” ujarnya.

Ia menambahkan, dalam lomba Baligrafi ini para peserta membuat bentuk seni yang indah. Di balik keindahan itu ada kata-kata dalam bentuk aksara yang menawarkan makna. Di balik ekspresi keindahan itu, ada kata-kata atau filosofi hidup dalam bentuk aksara.

“Awalnya, mereka mengenal aksara sebelum membuat kaligrafi, sehingga ajang ini menjadi pembelajaran aksara. Mereka juga harus memiliki latar belakang seni rupa, sehingga dua dasar keilmuan, yaitu ilmu seni rupa dan ilmu seni sastra harus dikuasai ketika membuat Baligrafi,” pungkasnya. 7 a

Komentar