nusabali

Basa Bali Merawat Ke-Bali-an Krama Bali

  • www.nusabali.com-basa-bali-merawat-ke-bali-an-krama-bali

Jika penutur asli bahasa Bali semakin berkurang, maka eksistensi bahasa Bali juga akan semakin tergerus. Pada akhirnya, pengusung budaya Bali juga akan semakin menepi.

DENPASAR, NusaBali - Basa (bahasa) Bali berikut penyastraannya menyimpan segudang pemaknaan oleh para leluhur dalam merespons lingkungan. Pemaknaan khas bahasa tersebut menjadi salah satu sumber identitas orang Bali yang membedakannya dengan masyarakat lain. Jika identitas itu mengakar kuat, maka orang Bali akan kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan, sekaligus mampu ‘merawat’ dirinya sebagai krama Bali.

Namun demikian, di masa kini, bahasa Bali perlahan menghadapi tantangan dari bahasa-bahasa lainnya. Khususnya pada generasi muda, bahasa Bali tidak lagi menjadi prioritas alat tuturan bagi masyarakatnya sendiri. Tantangan ini makin dikhawatirkan banyak pihak, mulai dari para akademisi, pemerhati Bahasa, budayawan, hingga pemerintah daerah.

Menurut Kepala Dinas Kebudayan Bali I Gede Arya Sugiartha, melestarikan bahasa Bali bukan berarti tidak loyal dengan bahasa nasional atau pun anti bahasa asing. Sebaliknya, Arya menyebutkan dengan melestarikan bahasa daerah justru akan memperkuat kebhinekaan dan keindahan budaya Nusantara yang terdiri dari ratusan bahasa lokal.

Dia meyakini, untuk menjadi manusia Bali yang seutuhnya dan memiliki akar yang kuat tentu tidak bisa lepas dari pemahaman terhadap bahasa Bali. "Karena dalam bahasa Bali itu segala sesuatunya ada untuk membangun jati diri dan juga identitas manusia Bali," ujarnya dalam Seminar Nasional Bahasa Daerah yang digelar Balai Bahasa Bali, di Denpasar, Senin (7/8).

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, ujarnya, sangat concern untuk membumikan kembali bahasa Bali, khususnya kepada generasi muda. Menurutnya, para orangtua saat ini lebih condong mendidik anaknya menggunakan bahasa Indonesia bahkan bahasa Inggris, sehingga menomorduakan bahasa Bali. Berbagai program Pemprov Bali mengajak masyarakat untuk memperkuat karakter sejati orang Bali. "Kami sama-sama ingin membangun karakter Bali," ujar birokrat asal Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan ini.

Selain preferensi orangtua dalam mendidik anaknya, tantangan lain juga diungkap Arya terkait demografi masyarakat Bali. Dia menyampaikan situasi sekarang ini di mana pertumbuhan penduduk (asli) Bali sedang mengalami penurunan. Padahal jika penutur asli bahasa Bali semakin berkurang, maka eksistensi bahasa Bali juga akan semakin tergerus. Pada akhirnya,  pengusung budaya Bali juga akan semakin menepi.

Dalam naskah-naskah lontar misalnya, terekam berbagai macam bidang ilmu seperti filsafat, astronomi, astrologi, ilmu pengobatan, arsitektur, etika, maupun upacara keagamaan. Dalam hal ini bahasa Bali juga merupakan simbol peradaban.

Berbagai program dilakukan Pemprov Bali seperti misalnya mencanangkan Bulan Bahasa Bali setiap bulan Februari. Selama sebulan penuh elemen masyarakat di Bali diajak menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait bahasa Bali, seperti lomba-lomba, seminar, yang terutama melibatkan kalangan muda. Semuanya merupakan implementasi Peraturan Daerah Bali Nomor 1 Tahun 2018 tentang Peraturan Daerah Provinsi Bali No 1 Tahun 2018 Tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.

Lebih jauh, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali juga mengefektifkan peran para penyuluh bahasa Bali yang ada hampir di seluruh desa/kelurahan di Bali. Para penerang bahasa Bali ini mendampingi masyarakat di masing-masing wilayah mengadakan berbagai kegiatan melestarikan keberadaan bahasa Bali. Termasuk mengkonservasi naskah-naskah lontar yang masih banyak disimpan rapi oleh warga. "Kalau tidak ada penyuluh bahasa Bali mustahil program Pemprov Bali bisa jalan," ucap Arya.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Aminudin Aziz dalam kesempatan yang sama menjelaskan di tengah globalisasi dan era revolusi industri 4.0 peran bahasa daerah menjadi semakin penting sebagai salah satu identitas kebangsaan. Indonesia disebutnya memiliki bahasa daerah terbanyak kedua di dunia dengan 718 bahasa daerah tersebar di Nusantara.

"Bahasa daerah ini aset, bukan beban. Bahasa daerah atau bahasa ibu ini adalah bahasa yang akan membentuk karakter kita. Walaupun kita ini belajar bahasa nasional, bahasa kedua, ketiga dan seterusnya, tetap saja yang akan membentuk karakter kita adalah bahasa ibu yang pada umumnya adalah bahasa daerah," ujar Aminudin.

Lebih lanjut dijelaskan, generasi muda juga tidak perlu khawatir karena bahasa daerah juga memiliki potensi ekonomi. Banyak profesi yang membutuhkan kemampuan bahasa daerah seperti menjadi penyanyi maupun seniman (dalang misalnya). Di samping itu bahasa daerah juga memiliki peran dalam berbagai bidang modern lainnya seperti pendidikan, politik, bahkan di bidang kedokteran.

"Kalau fasih berbahasa daerah, (dokter) menyampaikan nasihat, mengobati, pakai bahasa daerah (setempat) itu akan lebih mengena kepada pasien daripada menggunakan bahasa Indonesia apalagi bahasa asing, itu sudah pasti di kampung-kampung," jelas Aminudin.

Komentar