nusabali

YPUH PK Penutupan Krematorium

  • www.nusabali.com-ypuh-pk-penutupan-krematorium

Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dilakukan karena YPUH menilai putusan kasasi sangat sumir dan tidak sesuai aturan.

SINGARAJA, NusaBali 
Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Buleleng akan melakukan perlawanan terhadap Pemkab Buleleng. Mereka akan melayangkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), yang membenarkan SK Bupati Buleleng terkait penutupan operasional krematorium. 

Ketua YPUH Buleleng Jro Mangku Nyoman Sedana didampingi pendiri I Gede Surata dan Dewan Pembina Prof Sukadi, Kamis (15/6),  menjelaskan upaya PK diputuskan untuk mencari keadilan. YPUH yang sudah berdiri selama 20 tahun merasa janggal jika baru dipermasalahkan keberadaannya. 
“Kami tetap menunggu hasil PK untuk sampai pada titik kebenaran. Kami ada dan berdiri selama ini sebagai pengayom dan pelayanan umat,” ucap Jro Sedana. 

Ditambahkan Sukadi, YPUH selama ini sudah berjalan di atas rel. Mulai dari pendirian yayasan, krematorium dan juga soal persyaratan legalitasnya. Bahkan soal konsep tata ruang yang dipersoalkan awal oleh Desa Adat Buleleng juga sudah memenuhi unsur teben (hilir) wawidangan karena berada di bibir pantai Desa Kampung Baru Kecamatan/Kabupaten Buleleng. 

Surat Keputusan Bupati Buleleng pada tahun 2020 lalu yang menutup operasional kremasi juga dinilai aneh. Pemda Buleleng telah menghibahkan lahan yang dulunya sebagai tempat pembuangan sampah untuk kegiatan keagamaan dan telah disetujui untuk beroperasi. Sebab YPUH Buleleng merupakan yayasan sosial yang menyiapkan jalan keluar sejumlah persoalan kematian umat yang memiliki masalah adat dan keterbatasan biaya.  “Pemda seakan dipakai boneka oleh pihak ketiga. Ini harus dicermati, diantara umat Hindu saling gutgut (gigit) yang lain diabaikan,” imbuh Surata. 

Sementara itu I Gede Arya Wirasena, kuasa hukum YPUH Buleleng dari Dharma Sawitra Law Office, menegaskan setelah proses hukum yang cukup panjang, merasa keberatan atas Putusan Kasasi MA Nomor 7 K/TUN/2023 pada tanggal 20 Februari 2023. Dalam putusan tersebut memenangkan Pemkab Buleleng dan membatalkan putusan PTTUN Surabaya tanggal 17 Oktober 2022 yang menguatkan putusan PTUN Denpasar pada tanggal 5 Agustus 2022, yang sebelumnya memenangkan pihak YPUH. 

“Hakim memberikan pertimbangan sendiri tanpa melihat putusan sebelumnya. Menurut pertimbangan hakim, SK Bupati diberikan kepada YPUH merupakan pembinaan. Tetapi kalau pembinaan seharusnya tidak memakai SK tetapi mungkin ada Satpol PP datang ke sini beri pemahaman apa yang tidak boleh,” ucap Arya Wirasena. 

Terkait dengan perizinan krematorium YPUH yang menjadi pertimbangan hakim memenangkan Pemkab Buleleng juga dinilai tidak sesuai aturan. Perizinan krematorium sudah diatur dalam peraturan perizinan khusus di pemerintah pusat. Sedangkan produk hukum turunannya belum ada ada di Pemkab Buleleng. Peraturan Daerah (Perda) Pemkab Buleleng Nomor 2 Tahun 2021 menurutnya tidak detail mengatur tentang krematorium. 

“Kalau izin usaha ada, tetapi izin krematorium tidak ada aturannya. Bagaimana kami mau cari izin kalau aturannya tidak ada. Jangan-jangan kalau kami ikuti prosedur diarahkan ke izin usaha, kan beda karena YPUH bergerak sebagai yayasan sosial,” terang Arya Wirasena. 

Terkait dengan sistem sewa yang ditawarkan Pemkab Buleleng setelah Putusan Kasasi, menurutnya sebuah tekanan harus mengikuti aturan. Padahal jika dilihat dari sisi yayasan sosial tidak ada keuntungan yang didapatkan. “Yayasan bergerak di bidang sosial dari mana dapat profit, apalagi melakukan pembayaran. Kami ditekan terkait biaya sewa itu,” papar kuasa hukum dari Dharma Sawitra Law Office ini. 7k23

Komentar