nusabali

Seniman Batu Paras Singapadu Sepi Order dan Dibayangi Perang Harga

  • www.nusabali.com-seniman-batu-paras-singapadu-sepi-order-dan-dibayangi-perang-harga

GIANYAR, NusaBali.com - Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, terkenal dengan seniman patungnya.

Berbagai orderan dari luar kabupten pun datang ke Desa Singapadu untuk memperoleh patung-patung dengan pahatan yang khas seniman patung setempat. Namun kondisi saat ini berbanding terbalik. Sejak pandemi melanda, penjualan patung berbahan batu paras ini anjlok hingga lebih dari 50 persennya.

“Dulu satu pelanggan dari Jepang biasa order 4.000 patung kodok berukuran 5cm x 5cm x 10cm, namun pada saat pandemi seperti ini hanya menerima order 1.800 patung, dan dari segi jumlah menurun 50 persen lebih,” ungkap I Nyoman Suetha, pemilik usaha Bali Frog Stone Carving, Jumat (25/6/2021).

Suetha mengatakan sebelum masa pandemi melanda, dirinya pun biasa menerima order dari berbagai hotel, vila, restoran, rumah pribadi hingga sempat ekspor ke Jepang dan Australia.

Akibat penurunan penjualan, dari delapan orang yang dipekerjakan kini tersisa tiga orang saja. Keputusan merumahkan karyawan ini diakui Suetha sangat berat karena karyawan-karyawannya turut membangun usaha yang didirikan pada tahun 1994.

“Saat ini hanya memperkerjakan tiga karyawan saja, namun pada saat ada order dengan jumlah besar, saya pekerjakan 8 karyawan,” kata Suetha, seniman berusia 54 tahun ini.



Pada masa pandemi, tantangan yang dihadapi bukan hanya sepi order. Persaingan harga antara perajin batu paras juga tak terelakkan. “Karena para seniman patung di sini kekurangan order, maka cara yang digunakan adalah menurunkan harga, misalnya harga sebuah proyek patung dengan budget Rp 50 juta, maka para seniman lain akan menawarkan proyek tersebut dengan harga lebih rendah misalnya Rp 45 juta dan seterusnya, itu yang menjadi tantangan juga di masa pandemi seperti ini,” ungkap Suetha.

Suetha pun berharap agar pandemi segera berakhir, karena jika pandemi berakhir maka perekonomian di dunia akan kembali berangsur-angsur pulih dan wisatawan asing dapat melakukan kunjungan ke Bali, karena para wisatawan juga sering membeli patung di galerinya yang berada di Jalan Raya Singapadu nomor 69 Sukawati, Gianyar.

“Pada saat sebelum pandemi,  setiap hari itu ada saja tamu asing yang lewat mampir di sini untuk membeli 1 atau 2 patung untuk dibawa pulang. Sebaliknya pada saat pandemi 2 minggu pun belum tentu ada yang beli. Jadi kami  hanya mengandalkan pelanggan setia saja yang sudah biasa order,” ujar Suetha.

Patung yang diproduksi oleh Suetha berbahan dasar batu paras yang didatangkan dari Yogyakarta yang memiliki ukuran besar dan mudah diolah menjadi sebuah karya seni patung. “Ada dua jenis cara membuat patung, yang pertama dengan cara manual. Kedua, dengan cara cor atau mencampur serbuk paras dengan semen menggunakan cetakan.

“Dengan menggunakan batu paras Yogyakarta, saya dapat membuat karya setinggi 1.5 meter dengan kisaran harga Rp 5 juta bergantung bentuk dan tingkat kerumitannya,” ungkap Suetha.

Suetha sendiri menekuni keterampilan sebagai pemahat seni patung sejak  tahun 1986  atau setelah menyelesaikan pendidikan SMP. Darah seni ini mengalir dari sang ayah, almarhum I Wayan Repug, yang seorang seniman multitalenta. “Ayah saya juga bisa melukis, bahkan membangun sebuah rumah,” kisah Suetha tentang ayahnya. *rma

Komentar