nusabali

Kadisperindag: Operasi Pasar Belum Perlu

Harga Cabai di Gianyar Sentuh Rp 85.000/Kg

  • www.nusabali.com-kadisperindag-operasi-pasar-belum-perlu

GIANYAR, NusaBali
Hasil survei Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gianyar menemukan, harga komoditas bumbu pada sejumlah pasar umum di Gianyar melambung tajam.

Tertama cabai, menyentuh harga Rp 85.000/kg. Namun dinas ini belum punya kiat untuk mengantisipasi lonjakan harga tersebut.  Selain cabai, bawang merah juga naik dari Rp 25.000 jadi Rp 35.000/kg. Bersamaan dengan bumbu, harga daging merangkak naik. Antara lain, daging babi naik dari Rp 55.000 jadi Rp 90.000/kg. Daging sapi naik dari Rp 80.000 jadi Rp 105.000/kg. Daging ayam juga melonjak dari Rp 25.000 jadi Rp 42.000/kg. Sayur mayur, rata-rata naik Rp 4.000 sampai Rp 6.000/kg.

Salah seorang warga, Ni Komang Trisna mengaku harus lebih hemat dalam situasi pandemi ini karena harga kebutuhan pokok, terutama bumbu dan daging, naik.

"Biasanya Rp 100.000 untuk sekali belanja, bisa untuk tiga hari. Sekarang harga semua naik, harus lebih hemat lagi. Daging ayam biasanya beli sekilo, kini cukupkan setengah kilo. Itu pun dengan harga Rp 22.000," ujarnya. Pihaknya juga mengeluhkan melonjaknya harga cabai. "Kemarin beli cabai kaget, dagangnya bilang mahal. Seribu hanya dapat 4 biji," ungkapnya.

Sementara itu, salah seorang pedagang nasi campur di Gianyar, Nirmala mengakui kenaikan harga bumbu menyebabkan dirinya kelimpungan. Terutama cabai dan bawang, disusul harga daging ayam juga naik. "Porsi makan yang dijual tetap sama. Tapi karena bahan semua naik, terpaksa harga per porsi juga naik," ujarnya. Per porsi, kata Nirmala, naik kisaran Rp 3.000 - Rp 5.000. Kenaikan harga ini, kata dia, masih dimaklumi oleh para pelanggan. "Langganan sudah pada tahu alasan kenaikan harga nasi ini. Karena harga bumbu dan daging naik. Mereka masak di rumah juga bisa jadi jatuhnya lebih mahal," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Gianyar Luh Gede Eka Suary mengakui sudah memantau perkembangan harga di beberapa pasar umjum. ‘’Hanya saja, belum perlu melakukan operasi pasar,’’ ujar pejabat asal Tabanan ini.

Menurut Eka Suary, penyebab lonjakan harga ini karena cuaca hujan yang menyebabkan petani gagal panen. Selain itu, pasokan dari luar Bali, khususnya Jawa dan Lombok, tersendat karena produksi hasil pertanian terbatas akibat hujan. "Kami setiap hari hanya bisa mengimbau dan mensurvei harga saja. Kalau operasi pasar dengan membuat pasar murah, kayaknya dari kami gak ada. Di Provinsi Bali juga sama. Ini karena faktor cuaca saja," jelasnya.

Eka Suary mengaku sulit mengantisipasi lonjakan harga cabai di musim hujan. "Jadi sekarang mesti beralih ke cara mengolah masakan, khususnya pedagang atau konsumen bisa memakai merica dan cabe bon yang kering. Biasanya cara masyarakat seperti itu," jelasnya.

Terkait minimnya pasokan, diduga juga karena pengaruh dari wajib rapid test bagi yang masuk pulau Bali. "Pasokan barang dari Jawa maupun Lombok menurun sampai 40 persen. Pertama, karena petani sayur dan bumbu gagal panen. Petani dari luar kabupaten Gianyar, seperti Bangli, Tabanan dan Karangasem juga mengalami gagal panen," jelasnya. Kedua, awak kendaraan yang masuk Bali, baik dari Jawa dan Lombok diwajibkan memperlihatkan rapid test ketika akan menyeberang. Kondisi ini berakibat kenaikan harga komoditas antar pulau. Karena untuk rapid test dikenai biaya sekitar Rp 150.000.*nvi

Komentar