nusabali

Perbekel Pemecutan Kaja Divonis Bebas

Majelis Hakim Dissenting Opinion

  • www.nusabali.com-perbekel-pemecutan-kaja-divonis-bebas

DENPASAR, NusaBali
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar bikin kejutan dengan menjatuhkan vonis bebas terhadap Perbekel Pemecutan Kaja, Denpasar Utara (2010-2016, 2016-2022), AA Ngurah Arwatha, 48, yang jadi terdakwa kasus dugaan korupsi pungutan desa.

Vonis yang dijatuhkan dalam sidang putusan, Rabu (10/6), diwarnai dissenting opinion (perbedaan pendapat) antara ketua majelis hakim dan dua hakim anggota. Amar putusan bebas Perbekel Pemecutan Kaja tersebut dibacakan bergantian oleh Ketua Majelis Hakim, Engeliky Handajani Day, dan dua hakim anggota: Nurbaya Lumban Gaol dan Sumali, selama 1 jam lebih mulai pukul 15.30 Wita. Sebelum membacakan isi putusan, majelis hakim menyatakan ada dissenting opinion.

Ketua Majelis Hakim, Engeliky Handajani Day, menyatakan perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur korupsi Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebaliknya, dua hakim anggota, Nurbaya Lumban Gaol dan Sumali, menilai perbuatan terdakwa tidak terbukti bersalah sebagaimana tuntutan JPU. Ada pun alasan kedua  hakim anggota ini bahwa tindakan terdakwa yang membagi uang pungutan kepada perangkat desa untuk menunjang kinerja dan itu hanya kesalaha administratif.

"Majelis hakim berpendapat bahwa hal tersebut lebih besar manfaatnya dibandingkan kesalahan adminitratif yang dilakukan terdakwa," ujar hakim Sumali saat membacakan urain putusannya.

Setelah dilakukan musyawarah mufakat, majelis hakim akhirnya menyatakan terdakwa AA Ngurah Arwatha tidak terbukti melakukan tidak pidana korupsi yaitu me-nguntungkan diri sendiri, menyalahi kewenangan dan kedudukan sebagai pemegang kuasa keuangan Desa Pemecutan Kaja. Terdakwa juga dibebaskan dari pasal yang menjeratnya yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsider. Putusan majelis hakim membebaskan terdakwa dari tuntutan JPU yang sebelumnya 1 tahun 4 bulan penjara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana dakwaan primer maupun dakwaan subsider," tegas hakim Angeliky.

Majelis hakim juga perintahkan untuk memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya. "Menetapakan penambahan penghasilan kepada 35 orang yaitu Kepala Desa, Sekdes, perangkat desa masing-masing sesuai bagiannya, sesuai surat pernyataan dengan total Rp 123.298.500, setelah perkara ini mendapat kekuatan hukum tetap," kata hakim Angeliky sembari memerintahkan agar terdakwa AA Ngurah Arwatha dikeluarkan dari tahanan rumah segera setelah putusan ini dibacakan.

Sementara, terdakwa AA Ngurah Arwatha yang kemarin didampingi kuasa hukumnya, Made Adi Mustika, langsung menyatakan menerima putusan bebas majelis hakim. “Kami menerima Yang Mulia,” ujar sang kuasa hukum, Made Mustika. Sebaliknya, JPU I Gusti Rai Artini menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.

Ditemui seusai sidanhg putusan kemarin sore, terdakwa Gung Ngurah Arwatha tak bisa menyembunyikan tangis bahagianya. Dia pun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantunya selama ini. “Mohon maaf, saya tidak bisa bicara banyak. Tuhan sudah mendengar doa saya dan saya ucapkan terima kasih kepada semuanya,” ujar Perbekel Pemecutan Jaka ini sambil menangis.

Dihubungi NusaBali secara terpisah, Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa, mengatakan sudah menerima laporan vonis bebas Perbekel Pemecutan Kaja, Gung Ngurah Arwatha. Namun, Astawa belum berani mengomentari putusan tersebut, karena masih akan dipelajari lebih lanjut. “Untuk upaya hukum dan lainnya, akan kami sampaikan besok (hari ini),” tegas Astawa.

Dalam dakwaan sebelumnya, dijelaskan kasus ini berawal dari pungutan desa terhadap toko, pedagang, dan pasar desa yang dipungut petugas dari Desa Pemecutan Kaja atas perintah Perbekel. Petugas Linmas lakukan pungutan dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3.000 jika pengunjungnya ramai. Jika pengunjungnya sepi, diberi karcis senilai Rp 2.000.

Karcis bertuliskan punia BUMDes itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa. “Selain melakukan pungutan pada pedagang pasar, juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15.000-Rp 250.000 tiap bulan per toko, tergantung jenis usaha. Petugas melakukan pungutan terhadap 27-30 pedagang dengan setoran Rp 125.000/hari atau sekitar Rp 3.000.000 per bulan,” ungkap JPU.

Awal kepemimpinan Perbekel Gung Ngurah Arwatha periode 2010-2016, pungutan ini dimasukkan ke kas desa dan dijabarkan ke APBDes. Namun, pada periode  kedua kepemimpinannya, mulai 2017-2018, uang pungutan dari toko, pedagang, dan pasar desa tidak dimasukkan ke kas desa. Selain itu, penggunaan uang pungutan itu juga tidak sesuai APBDes. Pasalnya, hasil pungutan tersebut langsung dibagi oleh Perbekel ke perangkat desa dan penyertaan modal desa BUMDes.

“Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500, mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000,” tegas JPU dalam dakwaannya. *rez

Komentar