nusabali

Sempat Mengembara 112 Tahun, Dua Benda Pusaka Pulang dari Belanda

Surprise Tepat di Hari Peringatan HUT ke-112 Puputan Klungkung dan HUT ke-28 Kota Semarapura

  • www.nusabali.com-sempat-mengembara-112-tahun-dua-benda-pusaka-pulang-dari-belanda

Bupati Nyoman Suwirta menegaskan, dengan disimpan di Museum Semarajaya, Pemkab Klungkung akan merawat dan menjaga benda pusaka berupa tombak dan keris yang baru pulang dari Belanda

SEMARAPURA, NusaBali
Satu per satu benda pusaka Kerajaan Klungkung yang dibawa Belanda saat Perang Puputan Klungkung 1908, kembali lagi ke Klungkung. Kali ini, ada dua benda pusaka yang dikembalikan dari Belanda ke Klungkung bertepatan dengan HUT ke-112 Puputan Klungkung dan HUT ke-28 Kota Semarapura ke-28, Selasa, 28 April 2020, masing-masing mata tombak dan keris dengan motif ukiran naga serta bilah emas di ujungnya.

Kedua benda pusaka tersebut diserahterimakan dari Yayasan Westerlaken (Belanda) kepada Puri Agung Klungkung. Adalah Ketua Yayasan Westerlaken, Rodney Westerlaken, yang menyerahkan langsung kedua benda pusaka tersebut kepada Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, dalam seremoni di Puri Agung Klungkung di Semjarapura, Selasa (28/4) pagi.

Selanjutnya, Ida Dalem Semaraputra menyerahkan benda pusaka yang baru pulang dari Belanda sedtelah sempat mengembara selma 112 tahun tersebut kepada Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta. Kedua benda pusaka tersebut kemudian disimpan di Museum Semarajaya, yang bnerlokasi di kawasan Objek Wisata Kertha Gosa, Semarapura. Proses penyerahan benda pusaka yang baru pulang dari Belanda setelah sempat selama 112 tahun mengembara tersebut disaksikan Ketua DPRD Klung-kung AA Gde Anom dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompida) Klungkung.

Ketua Yayasan Westerlaken, Rodney Wsterlaken, mengatakan mata tombak dan keris berukir naga ini sebelumnya dimiliki oleh seorang kolektor di Belanda. Sang kolektor kemudian menghubungi Yayasan Westerlaken untuk menyerahkan kembali benda pusaka tersebut kepada Puri Agung Klungkung---penerus Kerajaan Klungkung. “Kami sangat berharap benda-benda ini dirawat agar tetap terjaga dengan baik,” ujar Rodney.

Rodney memperkirakan kedua benda pusaka yang ikut dibawa ke Belanda pasca Perang Puputan Klungkung, 28 April 1908, ini dibuat jauh sebelum perang terjadi. “Kedua benda pusaka ini sebetulnya sudah tiba di Bali, Januari 2020 lalu. Namun, kita menunggu penyerahannya tepat di Hari Puputan Klungkung sekarang,” sebut Rodney.

Menurut Rodney, Belanda dan Kerajaan Klungkung memiliki ikatan sejarah yang tidak dapat dilupakan. Namun, di balik patriotisme Perang Puputan Klungkung tahun 1908, terdapat kisah-kisah yang tidak seluruhnya dapat diungkapkan dan dituturkan kepada generasi muda saat ini.

Rodney berharap yang dilakukan dengan menghibahkan senjata pusaka warisan Kerajaan Klungkung ini, dapat menginspirasi kolektor lainnya dan juga pemerintah Belanda maupun pemerintah Indonesia yang masih menyimpan benda bersejarah milik Kerajaan Klungkung, untuk mengembalikannya ke rumah asal.

Perang Puputan Klungkung 1908, kata Rodney, mungkin pernah menjadi catatan kelam bagi Klungkung dan Belanda. Namun, Rodney berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi cinta kasih yang akan membawa jalan baik bagi keduabelah pihak.

"Bangsa saya (Belanda) dan Kerajaan Klungkung berada di dalam sejarah ini bersama-sama dan tidak akan pernah lepas dari memori. Benda-benda pusaka inilah yang seharusnya bercerita lebih lengkap, bagaimana sejatinya megah dan mahsyurnya Kerajaan Klungkung, serta bagaimana beraninya segenap lapisan Kerajaan Klungkung dalam Perang Puputan Klungkung tahun 1908," tandas Rodney.

Sementara, pewaris tahta Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Westerlaken yang dengan tulus ikhlas mengembalikan benda pusaka peninggalan Kerajaan Klungkung. Ini menunjukkan hubungan pemerintah Indonesia dan Belanda telah terjalin baik.

Ida Dalem berharap benda-benda pusaka lainnya milik Kerajaan Klungkung yang masih berada di luar, bisa segera kembali ke Klungkung. “Kami titip tombak dan keris ini kepada pemerintah daerah (Pemkab Klungkung) untuk dijaga dan dirawat,” pinta Ida Dalem kepada Bupati Klungkung, Nyoman Suwirta.

Sebaliknya, Bupati Suwirta mengatakan 28 April merupakan hari yang sangat bersejarah bagi Kabupaten Klungkung, khususnya Puri Agung Klungkung. Pada tanggal inilah terjadi Perang Puputan Klungkung, 112 tahun silam. Peringatan Perang Puputan Klungkung pun rutin digelar setiap tahun, untuk menteladani semangat Ida Dewa Agung Jambe (raja Kerajaan Klungkung yang memimpin Perang Puputan Klungkung, Red) bersama seluruh pasukannya dalam mempertahankan Kabupaten Klungkung.

“Di tengah situasi saat ini, dengan hening kita tetap bisa memaknai perayaan Hari Puputan Klungkung. Dengan keteladanan Ida Dewa Agung Jambe, kita bersama-sama gunakan untuk melawan pandemi Covid-19,” jelas Bupati Suwirta.

Menurut Suwirta, dengan disimpan di Museum Semarajaya, pemerintah daerah akan merawat dan menjaga tombak dan keris pusaka yang baru pulang dari Belanda ini dengan baik. “Kami akan berkerja sama dengan peneliti untuk memastikan bagaimana proses pembuatan tombak dan keris tersebut, sehingga nantinya benar-benar ada literatur sebagai petunjuk untuk generasi-generasi ke depan,” tandas Bupati Klungkung pertama asal kawasan seberang Nusa Penida ini.

Sementara itu, penyerahan tombak dan keris berukir naga tepat saat HUT ke-112 Puputan Klungkung, Selasa kemarin, merupakan yang kedua dalam kurun 6 bulan terakhir. Sebelumnya, 10 Oktober 2019 lalu, juga ada dua benda pusaka warisam Kerajaan Klungkung yang kembali dari Belanda, setelah sempat 111 tahun mengembara pasca Perang Puputan Klungkung 1908.

Dua benda pusaka yang oleh Yayasan Westerlaken (Belanda) kala itu berupa mata tombak berikut sarungnya. Dua senjata pusaka tersebut juga diserahkan langsung oleh Rodney Westerlaken kepada Ida Dalem Semaraputra, di Pendopo Puri Agung Klungkung. Kemudian, Ida Dalem Semaraputra langsung menyerahkan senjata pusaka tersebut kepada Bupati Suwirta untuk disimpan di Museum Semarajaya Klungkung.

Dari bentuk ujung tombak dan ukiran sarungnya, dua sejata pusaka tersebut berasal dari masa Kerajaan Klungkung sebelum Perang Puputan Klungkung 1908. Setelah Perang Puputan Klungkung, senjata pusaka ini dibawa Belanda ke Negeri Kincir Angin. Dua senjata pusaka ini kebetulan disimpan oleh kolektor, sehingga akhirnya sampai ke Yayasan Westerlaken. Oleh Ketua Yayasan Westerlaken, Rodney Westerlaken, senjata pusaka tersebut dibeli seharga Rp 15 juta dari msang kolektor beberapa tahun silam.

"Saya bermaksud menghibahkan kedua mata tombak tersebut kembali ke Puri Agung Klungkung, untuk selanjutnya dapat dipamerkan pada Museum Semarajaya di Kawasan Kerta Gosa. Dengan begitu, seluruh masyarakat Klungkung tahu bahwa saksi bisu sejarah ini masih ada dan siap menceritakan perjalanan panjangnya," ujar Rodney Westerlaken saat acara serah terima senjata pusaka di Puri Agung Klungkung waktu itu. *wan

Komentar