Pramuwisata Diabaikan, HPI Bali Meradang
Pramuwisata dibebani sertifikasi kompetensi, namun dalam praktiknya justru terabaikan.
DENPASAR, NusaBali
DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali meradang. Hal itu dipicu praktik menyimpang terkait kepramuwisataan. HPI menengarai adanya kalangan biro perjalanan wisata, khususnya yang menangani wisatawan India dan tidak mempekerjakan pramuwisata (berlisensi). Padahal sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2010, biro perjalanan wisata wajib memanfaatkan jasa pramuwisata yang berlisensi, dalam kegiatannya (tour).
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan pengurus DPD HPI Bali di Sekretariat DPD HPI Jalan Sekar Tunjung VII Denpasar, Senin (30/12/2019). Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta menyatakan indikasi praktik menyimpang tersebut sudah mencuat sejak delapan bulan lalu. Dan belakangan praktik itu ditengarai kian massif. “Itu sudah sering menjadi bahan diskusi kami,” ujarnya didampingi para pengurus DPD HPI lainnya.
Dikatakan Nuarta semakin banyak tidak menggunakan pramuwisata. BPW tersebut membuat varian. Di antaranya check in dan check out tidak gunakan guide, hanya gunakan sopir saja. Padahal ada Perda 1/2010 mewajibkan menggunakan guide berlisensi.
Nuarta menyatakan sangat menyayangkan hal tersebut. Di satu sisi pramuwisata dibebani sertifikasi kompetensi, di pihak lain anggota HPI justru tidak digunakan alias diabaikan. “Kalau dulu pada pasar Mandarin, sekarang lari ke pasar India,” ujarnya mengilustrasi.
Pihaknya khawatir segmen pasar lainnya seperti Eropa, Jepang, Korea dan lainnya akan terpengaruh, apabila persoalan BPW pasar India tidak diputus mata rantainya. "Karena itu harus dipotong mata rantainya ini," tegas Nuarta. Untuk itu HPI Bali mendorong Pemprov memfasilitasi persoalan tersebut sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
Terpisah Ketua DPD Asita Bali I Ketut Ardana tegas menyatakan setiap biro perjalanan wisata anggota Asita wajib mempekerjakan guide atau pramuwisata dalam tour. “Karena guide yang paham dan mengerti untuk memberi penjelasannya kepada wisatawan, bukan sopir ” ujarnya.
Hal itu selalu ditekankan pihaknya. Sementara biro perjalanan wisata yang menghandel wisatawan India dikatakan Ardana, tergabung dalam wadah
Namaste. Ketentuan tersebut kata Ardana, juga jelas sudah disampaikan kepada biro perjalanan wisatawan India tersebut. Di luar itu, Ardana menengarai kemungkinan ada BPW -BPW liar.
Pertemuan DPD HPI Bali jelang tutup tahun juga membahas sejumlah persoalan lain. Di antaranya dukungan HPI Bali kepada Gubernur Bali terkait perjuangan perubahan Undang-Undang Provinsi Bali, UU Nomor 64 Tahun 1958, juga rencana rekrutmen pramuwisata baru pada awal Maret tahun depan (2020). Juga masalah keorganisasian HPI, baik persoalan menyangkut internal dan eksternal lainnya. *k17
DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali meradang. Hal itu dipicu praktik menyimpang terkait kepramuwisataan. HPI menengarai adanya kalangan biro perjalanan wisata, khususnya yang menangani wisatawan India dan tidak mempekerjakan pramuwisata (berlisensi). Padahal sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2010, biro perjalanan wisata wajib memanfaatkan jasa pramuwisata yang berlisensi, dalam kegiatannya (tour).
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan pengurus DPD HPI Bali di Sekretariat DPD HPI Jalan Sekar Tunjung VII Denpasar, Senin (30/12/2019). Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta menyatakan indikasi praktik menyimpang tersebut sudah mencuat sejak delapan bulan lalu. Dan belakangan praktik itu ditengarai kian massif. “Itu sudah sering menjadi bahan diskusi kami,” ujarnya didampingi para pengurus DPD HPI lainnya.
Dikatakan Nuarta semakin banyak tidak menggunakan pramuwisata. BPW tersebut membuat varian. Di antaranya check in dan check out tidak gunakan guide, hanya gunakan sopir saja. Padahal ada Perda 1/2010 mewajibkan menggunakan guide berlisensi.
Nuarta menyatakan sangat menyayangkan hal tersebut. Di satu sisi pramuwisata dibebani sertifikasi kompetensi, di pihak lain anggota HPI justru tidak digunakan alias diabaikan. “Kalau dulu pada pasar Mandarin, sekarang lari ke pasar India,” ujarnya mengilustrasi.
Pihaknya khawatir segmen pasar lainnya seperti Eropa, Jepang, Korea dan lainnya akan terpengaruh, apabila persoalan BPW pasar India tidak diputus mata rantainya. "Karena itu harus dipotong mata rantainya ini," tegas Nuarta. Untuk itu HPI Bali mendorong Pemprov memfasilitasi persoalan tersebut sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
Terpisah Ketua DPD Asita Bali I Ketut Ardana tegas menyatakan setiap biro perjalanan wisata anggota Asita wajib mempekerjakan guide atau pramuwisata dalam tour. “Karena guide yang paham dan mengerti untuk memberi penjelasannya kepada wisatawan, bukan sopir ” ujarnya.
Hal itu selalu ditekankan pihaknya. Sementara biro perjalanan wisata yang menghandel wisatawan India dikatakan Ardana, tergabung dalam wadah
Namaste. Ketentuan tersebut kata Ardana, juga jelas sudah disampaikan kepada biro perjalanan wisatawan India tersebut. Di luar itu, Ardana menengarai kemungkinan ada BPW -BPW liar.
Pertemuan DPD HPI Bali jelang tutup tahun juga membahas sejumlah persoalan lain. Di antaranya dukungan HPI Bali kepada Gubernur Bali terkait perjuangan perubahan Undang-Undang Provinsi Bali, UU Nomor 64 Tahun 1958, juga rencana rekrutmen pramuwisata baru pada awal Maret tahun depan (2020). Juga masalah keorganisasian HPI, baik persoalan menyangkut internal dan eksternal lainnya. *k17
Komentar