Tersangka Upah Pungut Cokot Bupati Made Gianyar : Jaksa Jangan Tebang Pilih
Mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Bangli 2006-2009, Bagus Rai Dharmayuda, yang kini ditahan selaku tersangka dugaan korupsi upah pungut senilai Rp 1 miliar, mulai buka suara terkait kasus yang membelitnya.
DENPASAR, NusaBali
Rai Dharmayuda yang juga mantan Asisten III Setda Kabupaten Bangli minta kejaksaan jangan tebang pilih. Intinya, dia meminta agar Bupati Bangli Made Gianyar ditetapkan sebagai tersangka, karena ikut bertanggung jawab dalam kasus ini.
Permintaan tersangka Rai Dharmayuda ini disampaikan melalui dua kuasa hukumnya, Ahmad Hadiyana dan Made Suardika Adnyana, dalam keterangan persnya di Denpasar, Minggu (19/6). Sang kuasa hukum menguak terjadi beberapa kejanggalan dalam penyidikan kasus upah pungut yang telah menyerat dua pejabat sebagai tersangka ini. “Ada banyak kejanggalan dalam kasus upah pungut di Bangli ini,” tandas Ahmad Hadiyana.
Menurut Hadiyana, dalam kasus di Bangli ini, penyidik kejaksaan hanya mendalami masalah upah pungut pertambangan mulai tahun 2006 hingga 2010. Padahal, pada 2011, upah pungut tersebut masih dibagikan dan salah satu pihak yang menerimanya adalah Bupati Made Gianyar. Barulah pada 2012, SK upah pungut pertambangan ini dicabut Bupati Made Gianyar tanpa alasan yang jelas.
“Kalau Bupati Made Gianyar menganggap penggunaan upah pungut pertambangan ada kekeliruan atau kesalahan, kenapa dia hanya mencabut SK Tahun 2011 saja? Padahal, sebagai Bupati Bangli, dia memiliki kewenangan mencabut SK sebelumnya yang diterbitkan Bupati (waktu itu) Nengah Arnawa,” beber Hadiyana. “Kami menduga Bupati Made Gianyar melakukan pembiaran terjadinya korupsi dan hanya mencari selamat sendiri, dengan mengorbankan anak buahnya,” lanjut advokat berambut gondrong ini.
Ditegaskan Hadiyana, meski Bupati Made Gianyar sudah mencabut SK Upah Pungut 2011, itu tidak bisa menghentikan proses hukum. Apalagi, SK tersebut sudah sempat berlaku selama setahun hingga 2012 dan Bupati Made Gianyar ikut menikmatinya. Bahkan, kata Hadiyana, Made Gianyar ikut menikmati upah pungut tersebut sejak menjabat sebagai Wakil Bupati Bangli 2005-2010 (mendampingi Bupati Arnawa).
Lucunya lagi, menurut Hadiyana, kalau Bupati Made Gianyar memang menganggap penerimaan upah pungut itu salah, kenapa politisi PDIP ini hanya mengembalikan upah pungut saat menjabat sebagai Bupati saja? Sementara saat dia menjabat Wakil Bupati, tidak dikebalikan.
“Posisi klien saya (tersangka Rai Dharmayuda, Red) juga sama. Malah dia sudah mengembalikan seluruh penerimaan upah pungut dari tahun 2006 sampai 2008 sebesar Rp 24 juta,” tegas pengacara yang juga penghobi motor besar Harley Davidson ini.
Yang lebih disayangkan lagi, lanjut dia, Bupati Made Gianyar juga melakukan intervensi hukum dengan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi yang ditembuskan ke Kejaksaan Agung. Surat tersebut meminta kasus upah pungut pertambangan di Bangli yang ditangani Kejari Bangli agar segera dihentikan.
Alasan usulan penghentian kasus yang diajukan Bupati, kata Hadiyana, karena bisa menimbulkan kegaduhan nasional lantaran semua daearah di Indonesia menerima pembagian upah pungut pertambangan, meskipun daerah tersebut tidak memiliki tambang. “Kami sangat sayangkan intervensi Bupati Bangli tersebut,” ujar Hadiyana seraya mengaku sudah mengantongi surat tersebut.
Hadiyana pun meminta penyidik Kejari Bangli tidak tebang pilih dalam penanganan kasus upah pungut ini. Jika memang ada pihak lain yang ikut terlibat, termasuk Bupati Made Gianyar, penyidik harus memprosesnya juga. Namun, jika sudah sesuai prosedur, penyidik harus menghentikan kasus ini dan mengeluarkan tersangka dari tahanan. “Kami minta kejaksaan jangan tebang pilih dalam menangani kasus ini,” tandas Hadiyana.
Kasus dugaan korupsi upah pungut senilai Rp 1 miliar itu sendiri telah menyerat dua pejabat di Bangli sebagai tersangka. Keduanya jadi tersangka selaku mantan Kadispenda Bangli periode berbeda. Mereka masing-masing Bagus Rai Dharmayuda (mantan Kadispenda Bangli 2006-2009 yang sempat menjabat Asisten III Setkab Bangli sebelum pensiun) dan AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadispedna Bangli 2009-2010 yang kini masih menjabat Asisten II Setkab Bangli).
Baik tersangka Alit Darmawan maupun Rai Dharmayuda sudah dijebloskan pihak kejaksaan ke sel tahanan. Tersangka Alit Dharmawan lebih dulu dijebloskan ke Rutan Bangli, 1 Juni 2016 lalu. Sedangkan Rai Dharmayuda baru dijebloskan ke Rutan Bangli, 15 Juni 2016. mantan birokrat asal Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini baru ditahan belakangan, karena dalam pemeriksaan sebelumnya hadir ke Kejari Bangli tanpa didampingi pengacara.
Kasus dugaan korupsi upah pungut yang ujung-ujungnya sikut Bupati Made Gianyar ini mencuat terkait kebijakan pusat soal bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Untuk Kabupaten Bangli, kewenangan bagi hasil untuk sektor perkotaan, pedesaan, dan pertambangan. Untuk sektor perkotaan dan pedesaan, ada kegiatannya. Sebaliknya, untuk sektor pertambangan, terindikasi tidak ada kegiatan.
Nah, hal inilah yang ditengerai berakibat kerugian negara. Menurut perhitungan sementara dari kejaksaan, nilai kerugian negara mencapai Rp 1 miliar. Penyidik Kejari Bangli sudah memeriksa sebanyak 29 saksi. Termasuk di antaranya Bupati Bangli (2010-2015, 2016-2021) Made Gianyar dan Ketua DPRD Bangli (2004-2009, 2014-2019) Ngakan Kutha Parwata. 7 rez
Rai Dharmayuda yang juga mantan Asisten III Setda Kabupaten Bangli minta kejaksaan jangan tebang pilih. Intinya, dia meminta agar Bupati Bangli Made Gianyar ditetapkan sebagai tersangka, karena ikut bertanggung jawab dalam kasus ini.
Permintaan tersangka Rai Dharmayuda ini disampaikan melalui dua kuasa hukumnya, Ahmad Hadiyana dan Made Suardika Adnyana, dalam keterangan persnya di Denpasar, Minggu (19/6). Sang kuasa hukum menguak terjadi beberapa kejanggalan dalam penyidikan kasus upah pungut yang telah menyerat dua pejabat sebagai tersangka ini. “Ada banyak kejanggalan dalam kasus upah pungut di Bangli ini,” tandas Ahmad Hadiyana.
Menurut Hadiyana, dalam kasus di Bangli ini, penyidik kejaksaan hanya mendalami masalah upah pungut pertambangan mulai tahun 2006 hingga 2010. Padahal, pada 2011, upah pungut tersebut masih dibagikan dan salah satu pihak yang menerimanya adalah Bupati Made Gianyar. Barulah pada 2012, SK upah pungut pertambangan ini dicabut Bupati Made Gianyar tanpa alasan yang jelas.
“Kalau Bupati Made Gianyar menganggap penggunaan upah pungut pertambangan ada kekeliruan atau kesalahan, kenapa dia hanya mencabut SK Tahun 2011 saja? Padahal, sebagai Bupati Bangli, dia memiliki kewenangan mencabut SK sebelumnya yang diterbitkan Bupati (waktu itu) Nengah Arnawa,” beber Hadiyana. “Kami menduga Bupati Made Gianyar melakukan pembiaran terjadinya korupsi dan hanya mencari selamat sendiri, dengan mengorbankan anak buahnya,” lanjut advokat berambut gondrong ini.
Ditegaskan Hadiyana, meski Bupati Made Gianyar sudah mencabut SK Upah Pungut 2011, itu tidak bisa menghentikan proses hukum. Apalagi, SK tersebut sudah sempat berlaku selama setahun hingga 2012 dan Bupati Made Gianyar ikut menikmatinya. Bahkan, kata Hadiyana, Made Gianyar ikut menikmati upah pungut tersebut sejak menjabat sebagai Wakil Bupati Bangli 2005-2010 (mendampingi Bupati Arnawa).
Lucunya lagi, menurut Hadiyana, kalau Bupati Made Gianyar memang menganggap penerimaan upah pungut itu salah, kenapa politisi PDIP ini hanya mengembalikan upah pungut saat menjabat sebagai Bupati saja? Sementara saat dia menjabat Wakil Bupati, tidak dikebalikan.
“Posisi klien saya (tersangka Rai Dharmayuda, Red) juga sama. Malah dia sudah mengembalikan seluruh penerimaan upah pungut dari tahun 2006 sampai 2008 sebesar Rp 24 juta,” tegas pengacara yang juga penghobi motor besar Harley Davidson ini.
Yang lebih disayangkan lagi, lanjut dia, Bupati Made Gianyar juga melakukan intervensi hukum dengan mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi yang ditembuskan ke Kejaksaan Agung. Surat tersebut meminta kasus upah pungut pertambangan di Bangli yang ditangani Kejari Bangli agar segera dihentikan.
Alasan usulan penghentian kasus yang diajukan Bupati, kata Hadiyana, karena bisa menimbulkan kegaduhan nasional lantaran semua daearah di Indonesia menerima pembagian upah pungut pertambangan, meskipun daerah tersebut tidak memiliki tambang. “Kami sangat sayangkan intervensi Bupati Bangli tersebut,” ujar Hadiyana seraya mengaku sudah mengantongi surat tersebut.
Hadiyana pun meminta penyidik Kejari Bangli tidak tebang pilih dalam penanganan kasus upah pungut ini. Jika memang ada pihak lain yang ikut terlibat, termasuk Bupati Made Gianyar, penyidik harus memprosesnya juga. Namun, jika sudah sesuai prosedur, penyidik harus menghentikan kasus ini dan mengeluarkan tersangka dari tahanan. “Kami minta kejaksaan jangan tebang pilih dalam menangani kasus ini,” tandas Hadiyana.
Kasus dugaan korupsi upah pungut senilai Rp 1 miliar itu sendiri telah menyerat dua pejabat di Bangli sebagai tersangka. Keduanya jadi tersangka selaku mantan Kadispenda Bangli periode berbeda. Mereka masing-masing Bagus Rai Dharmayuda (mantan Kadispenda Bangli 2006-2009 yang sempat menjabat Asisten III Setkab Bangli sebelum pensiun) dan AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadispedna Bangli 2009-2010 yang kini masih menjabat Asisten II Setkab Bangli).
Baik tersangka Alit Darmawan maupun Rai Dharmayuda sudah dijebloskan pihak kejaksaan ke sel tahanan. Tersangka Alit Dharmawan lebih dulu dijebloskan ke Rutan Bangli, 1 Juni 2016 lalu. Sedangkan Rai Dharmayuda baru dijebloskan ke Rutan Bangli, 15 Juni 2016. mantan birokrat asal Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini baru ditahan belakangan, karena dalam pemeriksaan sebelumnya hadir ke Kejari Bangli tanpa didampingi pengacara.
Kasus dugaan korupsi upah pungut yang ujung-ujungnya sikut Bupati Made Gianyar ini mencuat terkait kebijakan pusat soal bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Untuk Kabupaten Bangli, kewenangan bagi hasil untuk sektor perkotaan, pedesaan, dan pertambangan. Untuk sektor perkotaan dan pedesaan, ada kegiatannya. Sebaliknya, untuk sektor pertambangan, terindikasi tidak ada kegiatan.
Nah, hal inilah yang ditengerai berakibat kerugian negara. Menurut perhitungan sementara dari kejaksaan, nilai kerugian negara mencapai Rp 1 miliar. Penyidik Kejari Bangli sudah memeriksa sebanyak 29 saksi. Termasuk di antaranya Bupati Bangli (2010-2015, 2016-2021) Made Gianyar dan Ketua DPRD Bangli (2004-2009, 2014-2019) Ngakan Kutha Parwata. 7 rez
Komentar