nusabali

Pengusaha Ayam Petelur Keluhkan Peredaran Telur Afkiran

  • www.nusabali.com-pengusaha-ayam-petelur-keluhkan-peredaran-telur-afkiran

Menjelang Hari Raya Gulangan dan Kuningan, marak beredar telur afkiran di Kabupaten Jembrana.

NEGARA, NusaBali

Beredarnya telur afkiran ini menuai keluhan sejumlah pengusaha ayam petelur. Selain dipertanyakan kelayakannya, beredarnya telur afkiran dengan harga yang jauh lebih murah dibanding telur normal, ini dinilai merusak harga.

Selain di pasar umum, telur afkiran yang merupakan telur gagal menetas, ini juga beredar di warung-warung pedesaan. Telur afkiran yang pada cangkangnya tampak lebih pucat dibanding telur normal, ini biasanya dijual pedagang antara Rp 900 – Rp1.000 per butir. Harga telur afkiran itu jauh lebih murah dibanding telur normal yang biasa dijual Rp 1.250 per butir.

Salah seorang pedagang, Ni Wayan Nariati, 38, di Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, yang diketahui menjual telur afkiran tersebut, Minggu (21/7), mengaku dirinya tumben menjual telur afkiran. Telur afkiran yang tersedia di warungnya ini sebelumnya diserahkan salah seorang kerabatnya yang kebetulan bekerja di salah satu perusahaan penetasan ayam di Jembrana. “Tumben saya jual telur ini. Kebetulan yang bawakan saudara. Dibawakan hari Rabu (17/7) lalu,” ujarnya.

Secara pribadi, dia pun mengaku tidak tahu apakah telur afkiran yang memang secara kualitas lebih buruk dibanding telur normal ini berbahaya atau tidak bagi kesehatan. Namun, dari penjelasan kerabatnya, telur afkiran yang merupakan telur gagal menetas ini tidak berbahaya. “Kualitas memang beda. Kelihatan dari luar, warna kulitnya (cangkang telur) lebih pucat. Kalau dibuka, isi telurnya lebih encer. Bagian kuning telurnya juga kadang hancur, tidak sekental telur biasa,” ucapnya.

Sementara itu, salah seorang pengusaha ayam petelur, Gusti Ketut Subali, yang juga warga Desa Tukadaya, menyayangkan beredarnya telur afkiran yang banyak ditemui di pasar maupun warung. Keberadaan telur afkiran yang biasa disebut telur ‘putih’, itu sangat merusak harga telur. Apalagi, pengusaha ayam petelur juga dipusingkan mahalnya harga pakan.

“Jelas kami dirugikan. Kami sulit memasarkan telur. Apalagi pengusaha ayam petelur seperti saya yang cuma punya 600 ekor ayam,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, dia berharap pemerintah dapat turun tangan. Terutama memastikan, apakah telur ‘putih’ yang semakin marak beredar jelang Galungan dan Kuningan ini benar-benar layak dikomsumsi. “Kalau memang ada pengaruh kesehatan, kami minta ditarik saja. Soalnya, kalau di warung-warung, pasti kebanyakan orang nyari yang lebih murah. Kami yang paling dirugikan kalau dibiarkan begini,” ungkapnya.

Sedangkan Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner (Keswan-Kesmavet) Jembrana drh I Wayan Widarsa, saat dikonfirmasi Minggu kemarin, mengatakan belum menerima laporan terkait peredaran telur afkiran di warung-warung. Namun sepengetahuannya, telur afkiran yang merupakan telur gagal menetas itu tidak masalah dikonsumsi selama tidak membusuk. “Memang bisa dikonsumsi. Tidak bahaya. Kecuali sudah busuk, itu yang harus diwaspadai. Coba nanti akan dicek, apa memang telur afkiran itu memang masih layak atau tidak,” ujarnya. *ode

Komentar