nusabali

I Nyoman Suarthana, Satpol PP yang Jadi Pemulung dan Asisten Balian

  • www.nusabali.com-i-nyoman-suarthana-satpol-pp-yang-jadi-pemulung-dan-asisten-balian

Jam kerjanya’ dibagi menjadi dua shift, pagi sebelum ke kantor dan sore sepulang kerja. I Nyoman Suarthana juga bisa mengobati orang yang menderita sakit niskala.

TABANAN, NusaBali
Status sebagai pegawai negeri sipil (PNS) tidak menghalangi I Nyoman Suarthana, 49, bergelut dengan sampah. Selepas jam kantor, bapak dua orang anak yang tinggal di Jalan Ngurah Rai No 59 Banjar Anyar, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, ini mulai mengumpulkan barang bekas, seperti kardus bekas, botol bekas minuman, paku, dan sebagainya.

Saat ditemui di rumahnya, Sabtu (11/6), hampir setiap sudut pekarangan berisi tumpukan barang bekas. Dia bersama istrinya, Ni Ketut Karimini, 48, sedang memilah-milah barang bekas sesuai jenisnya.

Suarthana menuturkan, pekerjaan menjadi pemulung dilakoninya sejak tahun 2000. Pada tahun 1992, dia menjadi tenaga harian lepas di Satpol PP Tabanan, yang bertugas sebagai pengawas di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tabanan. Dia mengamati banyak barang bekas yang sebenarnya punya nilai jual. Akhirnya, barang bekas tersbeut dia kumpulkan dan dijual.

“Barang bekas yang saya dapatkan, saya kumpulkan dan saya jual. Dari sana lah kemudian saya menjadi pengumpul barang bekas,” ujar PNS golongan III B di Sat Pol PP Tabanan, ini.

Dalam melakoni pekerjaan ini, Suarthana tidak sendiri. Dia dibantu oleh sang istri, Ni Ketut Karimini dan dua anaknya, I Wayan Putra Hermawan, 20, yang kini menjadi mahasiswa STISIP Margarana dan sekaligus sebagai pegawai kontrak Satpol PP Tabanan. Serta putrinya Ni Made Putri Hermawati, 16, yang masih duduk kelas 1 SMA Negeri 1 Kediri. “Saya juga dibantu ayah dan ibu. Namun mereka tugasnya di rumah, bagian memilah,” imbuhnya.

Waktu yang dimanfaatkan oleh Suarthana untuk mencari dan megumpulkan barang bekas dia bagi menjadi dua shift. Shift pertama mulai bekerja pada pukul 05.00-06.30 di sekitaran Jalan Bypass Ir Soekarno. Shift kedua setelah pulang kantor sekitar pukul 16.00-18.00 Wita. Begitu pula dengan anak dan istrinya. “Anak saya tidak malu, justru dari mengumpulkan barang bekas, mereka bisa membiayai sekolah sendiri,” tutur Suarthana yang diangkat menjadi PNS pada 2006.

Barang bekas yang sudah dipilah dan dikumpulkan di rumahnya, setiap dua pekan sekali dijual kepada pengepul di Banjar Gerokgak, Desa Tegal Belodan, Kecamatan Tabanan, sekitar 6 kilometer arah barat Desa Banjar Anyar. Kardus bekas dijual seharga Rp 1.700 per kilogram. Botol bekas air mineral seharga Rp 2.000 per kg. Paku seharga Rp 1.000 per kg, serta segala macam plastik.

Dari mengumpulkan barang bekas, Suarthana mendapatkan pemasukan tambahan sekitar Rp 3 juta per bulan. Namun saat sepi, dia hanya mendapat sekitar Rp 2 juta per bulan.

“Bisa dibilang lumayan, ada uang tambahan untuk menghidupi keluarga saya,” jelas Suarthana yang saat ini bertugas di bidang teknis di Satpol PP Tabanan.

Dia menambahkan, untuk lokasi mencari barang bekas, Suarthana tidak mau mengambil lahan orang. Karena banyak pengumpul barang bekas selain dirinya, dia berprinsip biar semua kebagian, untuk sama-sama mengais rezeki.

“Biasanya saya dapat barang bekas kalau ada acara di kantor-kantor, justru CS (cleaning service) kantor senang karena merasa terbantu dalam membersihkan ruangan," ungkap Suarthana, anak ketiga dari lima bersaudara.

Ketika awal-awal menjadi pengumpul barang bekas, dia acapkali mendapat cibiran. Tetapi kini, apa yang dilakukannya justru ditiru oleh beberapa tetangganya. “Sekarang tetangga banyak yang bekerja nyambi mencari barang bekas,” ujarnya.

Dirinya berpesan, jangan gengsi menggeluti pekerjaan apapun, sebab rezeki itu sudah ada yang mengatur, tinggal orang yang bersangkutan yang mencari dan mendapatkannya. “Ya, jangan gengsi lah, mengais rongsokan pekerjaan mulia,” jelas mantan ketua pecalang tahun 2000-2003, ini.

Suarthana ternyata juga bisa mengobati orang sakit. Diceritakannya, awal mula ketika tahun 1987 dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas. Dalam kecelakaan itu, dirinya mengalami patah kaki kanan dan luka di kepala. Sehingga Suarthana tidak sadarkan diri selama 16 hari.

Namun selama 16 hari itu, Suarthana merasa sudah sadarkan diri, padahal tubuhnya masih terbaring di salah satu rumah sakit yang ada di Tabanan. Selama tidak sadarkan diri itu, dia merasa dijemput oleh seekor macan yang merupakan ‘duwe’ Pura Dalem Kendal yang ada di Banjar Anyar.

Pada saat itu, dirinya diajak sembahyang ke Pura Tanah Lot, Pura Batukaru, dan ke Gunung Agung. Keesokan harinya tiba-tiba dirinya sadarkan diri, dan kaki yang sebelumnya patah sudah bisa digerakkan. Dalam kurun waktu sepekan Suarthana sudah bisa jalan. “Ini aneh, waktu itu semua keluarga saya heran,” ujarnya.

Suarthana melanjutkan, setelah beberapa bulan sembuh dari sakit, kembali lagi malamnya merasakan sesak tidak bisa napas. Terasa sudah tidak sadar diri. Nah pada saat itu dirasakan lagi kedatangan seekor macan dari Pura Dalem Kendal, menolongnya. Pada saat itu, dirinya disuruh bangun dan membuka mulut, sehingga setelah itu napasnya kembali normal. “Waktu itu saya berfikir, mungkin saya bisa mengobati diri saya,” ucapnya.

Setelah sembuh dan merasa sehat, orang pertama yang ditolongnya adalah pasien di BRSUD Tabanan yang menderita stroke. Suarthana memberikan air kepada si pasien, dan meminta keluarga si pasien tersebut menghaturkan sesajen di padmasana rumah sakit. Ternyata besoknya pasien tersebut bisa sembuh. “Dan saat ini saya sudah mengobati sampai ke Karangasem, Nusa Dua, dan sekitaran Tabanan dengam media air,” bebernya.

Pasein yang ditolongnya kebanyakan yang mempunyai sakit niskala. Misalnya ada orang yang diikuti roh halus. “Kalau ada orang yang diikuti roh halus saya tahu, mereka terlihat pucat di mata saya,” jelasnya. 7 cr61

Komentar