nusabali

Catatkan Tiga Rekor MURI

  • www.nusabali.com-catatkan-tiga-rekor-muri

Karya Nasirun ini telah memenuhi empat prinsip utama pemecahan rekor MURI yakni paling pertama, unik, dan langka.   

‘Jual Tradisi’ ke Ranah Modern

DIAWALI menggambar di waktu kecil,
Nasirun menjelma menjadi perupa tangguh berkelas.  Pada 1983, dia
belajar membatik dan mengukir di SSRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia),
lalu 1987 masuk jurusan seni murni di ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia)
Jogja. “Tapi kuliah di ASRI hanya mengerjakan tugas-tugas dari dosen.
Baru pada 1991 terjadi akumulasi kesadaran bahwa seni lukis adalah
profesi saya,” ungkap Nasirun.

Nasirun memilih keyakinannya untuk
melukis ketimbang membatik yang lebih menjanjikan secara finansial.
Diakuinya membatik, meski dengan nominal yang rendah sekali, merupakan
sarana belajar melukis. “Seni murni sebagai pilihan hidup merupakan
rahmat Tuhan yang harus dipupuk dan dijaga dengan bekerja keras untuk
mendorong keyakinan mempelajarinya. Seni lukis sebagai kebanggaan
mendorong saya bekerja apa saja demi melegitimasi bahwa inilah (seni
murni) jalan yang saya pilih,” aku Nasirun. Tapi perjalanan Nasirun
menuntut ilmu tak gampang.

Sebagai ilustrasi, tahun 1983 untuk
bisa mendapatkan uang sebanyak Rp 70 ribu, dia harus menjual pintu untuk
bekal sekolah di ASRI, dan baru selesai tahun 1994. “Kalau
dipikir-pikir, sebelas tahun dengan 70 ribu itu tidak masuk akal. Tapi
ternyata Tuhan itu kaya. Berani nggak sekarang seseorang membuktikan
diri pada keluarganya, barangkali sekarang, pada masyarakat. Ini tidak
hanya di kesenian tapi profesi apapun. Tapi yakinlah selama kita benar,”
kisahnya.

Melihat tema-temanya, lukisan Nasirun dekat dengan
wayang dan cerita pedesaan, namun dia berhasil membawa ke ranah seni
modern.  Padahal jualan tradisi sesungguhnya tidak mudah dijalani.
“Ketika remaja saya berinteraksi dengan kesenian wayang, lengger, karena
saat itu belum ada kesenian modern. Ada tanggung jawab moral pada
bangunan tradisi ini; saya ingin berpartisipasi walau hanya memberi
‘satu bata’ demi membangun tradisi baru yang memberi kekayaan pada seni
tradisi.”

Karena basisnya tradisi, untuk masuk wilayah modern
atau posmodern diakui agak susah. Para maestro seperti Affandi,
Sudjojono, Hendra Gunawan, disebutnya juga mencari bentuk seni rupa
Indonesia. “Tapi ketika lahir di Timur, orang Barat tidak lantas
menyebutnya tidak modern. Timur tetap Timur. Timur memberi keseimbangan
pada seni Barat. Eropa menjadi mengerti bahwa di Timur pun ada
kesenian,” cetusnya.

Disebutkannya jika  kegiatan melukis sudah
terjadi sejak jaman relief candi, bahkan di gua-gua pada abad primitif.
Jadi, kata Nasirun, seni tradisi di Timur memberikan satu keseimbangan
pada seni modern yang tumbuh di Eropa.7

Komentar