nusabali

Wariskan Sikap Kritis untuk Dunia Kebudayaan di Bali

Sastrawan - Aktivis Sosial Cok Sawitri Berpulang

  • www.nusabali.com-wariskan-sikap-kritis-untuk-dunia-kebudayaan-di-bali

Upacara ‘makingsan ring geni’ akan dilaksanakan di Krematorium Bebalang, Bangli pada Sukra Paing Pahang, Jumat (5/4) hari ini pukul 14.00 Wita.

DENPASAR, NusaBali 
Bali kehilangan salah seorang sastrawan terbaiknya. Cokorda Istri Ngurah Raka Sawitri atau lebih dikenal Cok Sawitri berpulang pada usia 55 tahun. Cok Sawitri ditemukan meninggal dunia di kamar rumahnya, di Jalan Tukad Batanghari, Denpasar, Kamis (4/4) pagi sekitar pukul 07.00 Wita. 

Keponakannya yang tinggal serumah mencoba membangunkan sang bibi, namun Cok Sawitri sudah dalam keadaan tidak bernapas dan terbujur kaku. Kepergian Cok Sawitri sontak membuat kaget rekan sejawat sesama budayawan maupun aktivis. Karena Cok Sawitri tidak menampakkan gejala sakit, bahkan sehari sebelumnya masih beraktivitas seperti biasa. 

Budayawan Arif Bagus Prasetyo mengatakan, Cok Sawitri adalah satu dari sangat-sangat sedikit sastrawan perempuan Bali yang muncul pada era 1990-an dan karyanya diperhitungkan di kancah nasional. 

“Pada dekade 1990-an, di Bali lahir sebarisan sastrawan dengan karya-karya yang memikat publik sastra nasional dan sangat kuat mewarnai corak sastra Indonesia, khususnya puisi. Tapi sebagian besar dari mereka laki-laki. Sangat sedikit perempuan, salah satunya Cok Sawitri. Karya-karya Cok Sawitri, baik puisi maupun prosa, kemudian tampil di media sastra maupun penerbitan bergengsi di level nasional. Dia juga membuktikan dirinya sebagai sastrawan produktif yang terus berkarya sampai akhir hayatnya,” ujar Arif yang sempat menyambangi rumah duka, Kamis (4/4) sore. 

Cok Sawitri turut menyuarakan kritik sosial dan kritik budaya melalui karya-karya seninya berupa cerpen, esai, novel, hingga naskah drama. Menurut Arif, Bali sendiri menjadi salah satu keresahan mendasar Cok Sawitri. 


Suami sastrawan Oka Rusmini ini menyebut, Cok Sawitri menaruh perhatian besar pada arus perkembangan kebudayaan dan peradaban dalam kehidupan orang Bali kontemporer. Tapi, menariknya, wacana atau tanda identitas ke-Balian tidak tampak sangat menonjol pada karya-karya Cok Sawitri. Keresahan terhadap Bali itu lebih terasa sebagai arus bawah yang tidak kentara, tapi kuat membentuk sikap tertentu.

“Cok Sawitri bukan hanya aktif menulis, tapi juga banyak terlibat dalam berbagai wacana dan gerakan kesenian dan kebudayaan. Pemikiran dan pendapatnya sering disampaikan secara lantang dan terang-terangan, sehingga kadang membuat tersinggung pihak lain. Tapi saya kira itu karena dia selalu berusaha kritis,” sebut Arif yang juga dikenal sebagai kritikus sastra. 

Arif menekankan, sikap kritis menjadi salah satu warisan penting Cok Sawitri untuk dunia kebudayaan, khususnya di Bali, pulau yang sangat menjunjung harmoni dan agak kekurangan kritisisme. Warisan lainnya yang tak kalah penting tentu saja adalah pikiran-pikirannya yang terkandung dalam karya-karya sastranya seperti puisi dan novel. 

“Dengan berpulangnya Cok Sawitri, Bali kehilangan salah satu sastrawan dan budayawan terbaiknya,” tandas Arif. 

Sementara itu, rekan sesama aktivis Ni Luh Djelantik juga tidak dapat menyembunyikan rasa kaget kehilangan salah satu sahabatnya. Djelantik tidak menyangka pertemuan di awal bulan Maret lalu menjadi pertemuan terakhir dengan perempuan yang dipanggilnya kakak. Pada saat itu Djelantik turut melayat ke kediaman Cok Sawitri yang berduka kehilangan ibundanya. 

“Beristirahatlah kakakku, perjuanganmu selalu menjadi pengingat bahwa ketidakadilan masih merajalela, doronganmu, permintaanmu, nasehatmu menjagaku dari segala marabahaya. Tak pernah kulupakan doamu di setiap perbincangan diskusi panjang kita,” tulis Djelantik di akun instagram pribadinya. 

Jenazah Cok Sawitri telah dibawa dari kediaman di Denpasar menuju kampung halaman di Jero Gede Sidemen, Desa Sidemen, Karangasem. Info dari pihak keluarga, upacara ‘makingsan ring geni’ akan dilaksanakan di Krematorium Bebalang, Bangli pada Sukra Paing Pahang, Jumat (5/4) hari ini pukul 14.00 Wita. 

Cok Sawitri adalah sastrawan yang lahir pada 1 September 1968, di Sidemen, Karangasem. Dia dikenal sebagai penyair, prosais, dan dramawan produktif. Selain sebagai seniman, dia juga kerap terlibat di dalam gerakan sosial. Selain karya-karya berupa buku tunggal, puisi, prosa, maupun esai-esainya kerap terhimpun di dalam antologi-antologi bersama. Dia juga aktif menulis untuk beragam media massa seperti Bali Post, Bali Echo, NusaBali, Lalitudes, Jurnal Kalam, Kompas, Gatra, Jurnal Perempuan, The Jakarta Post, Bali Rebound, dan lain-lain. 

Dia adalah pendiri dan aktif bergerak di Forum Perempuan Mitra Kasih Bali dan Kelompok Tulus Ngayah Bali. Sebagai seniman dan aktivis sosial, pengalaman Cok Sawitri terbilang cukup kaya. Dia telah mengikuti banyak workshop, memberikan materi, simposium, dan lain sebagainya baik di dalam mau pun di luar negeri. 

Atas pengabdian, kegigihan, dan keteguhan Cok Sawitri dalam membina, melestarikan, dan mengembangkan seni sastra budaya Bali tanpa mengenal lelah dan putus asa, Pemerintah Provinsi Bali mengapresiasi dengan memberikan penghargaan Bali Jani Nugraha Tahun 2022. 7 a

Komentar