nusabali

Produk Tembakau Alternatif Bisa Kurangi Risiko Penyakit Akibat TAR

  • www.nusabali.com-produk-tembakau-alternatif-bisa-kurangi-risiko-penyakit-akibat-tar

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2018, jumlah perokok di Bali tercatat mengalami peningkatan.

DENPASAR, NusaBali

Tahun 2016, angka perokok remaja mencapai 11,2 persen dan naik ke angka 14,1 persen di tahun 2017. Kebanyakan dari jumlah tersebut merupakan perokok konvensional, sedangkan zat yang ditimbulkan dari hasil pembakaran rokok dapat mengakibatkan banyak gangguan kesehatan.

Dilansir dari data Greenpeace, kualitas udara yang buruk dengan nilai 155 dimiliki Bali, terutama Denpasar, pada pertengahan Juli 2018. Angka tersebut tentunya berbahaya bagi kesehatan, mengingat nilai di atas 100 menandakan bahwa udara tersebut memiliki efek buruk bagi kesehatan. Asap rokok merupakan satu dari sekian asap hasil pembakaran yang dapat menjelma sebagai racun dalam tubuh.

Dr drg Amaliya MSc PhD, selaku Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) dan Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), mengatakan bahwa masyarakat perlu mendapat edukasi mengenai zat berbahaya, terutama yang terkandung dalam asap rokok. “Kenapa merokok konvensional bisa menyebabkan berbagai penyakit? Karena efek dari TAR, yang merupakan zat beracun dan menyebabkan kanker, padahal perokok itu nyarinya nikotin, tapi gara-gara ada TAR, jadi sakit,” ungkapnya saat ditemui di acara Forum Wartawan Berdiskusi di Denpasar, Selasa (14/5).

Berangkat dari masalah tersebut, perempuan yang juga sebagai peneliti di Universitas Padjajaran itu pun menilai perlu adanya solusi alternatif untuk mengurangi tercemarnya udara akibat TAR. Ia pun memaparkan beberapa penelitian di luar sana yang terbukti telah berhasil mengurangi risiko akibat penggunaan rokok konvensional. Contohnya, Public Health England, Inggris, yang mengestimasi bahaya yang berkurang dengan produk tembakau alternative sebanyak 95 persen. Selain itu, negara-negara seperti Inggris, Uni Eropa, Italia, Yunani, Jepang, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat pun sudah memiliki regulasi terkait pengurangan risiko tembakau.

“Untuk itu, perlu adanya dukungan dari Pemprov Bali untuk memperkenalkan konsep pengurangan risiko bagi perokok melalui produk tembakau alternative yang tidak melalui proses pembakaran melainkan pemanasan sehingga menghasilkan uap bukan asap,” sambungnya.

Sementara itu, I Gde Agus Mahartika, selaku Ketua Umum Asosiasi Vaporizer Bali, mengatakan masyarakat Bali, terutama perokok aktif, berhak mendapat informasi yang jelas mengenai konsep pengurangan risiko dan produk tembakau alternatif. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. “Peraturan untuk produk tembakau alternatif setidaknya tidak seketat rokok konvensional, ini karena risiko kesehatannya juga jauh lebih rendah dibandingkan rokok yang dibakar,” ujarnya.

Selebihnya ungkap Amaliya, TAR adalah senyawa yang dihasilkan dari proses pembakaran. Jadi, selama tembakau tidak dibakar, maka tembakau aman untuk kesehatan. TAR tidak hanya terdapat pada rokok, melainkan juga dapat ditemukan pada aktivitas pembakaran seperti, batubara, minyak bumi, gambut, dan kayu.

Sedangkan, nikotin adalah zat organik yang dihasilkan dari beberapa  tumbuhan – seperti, kembang kol, kentang, terong, tomat – yang bersifat adiktif dan dapat menyebabkan candu bila dikonsumsi dengan dosis tinggi. Fungsi nikotin dalam tubuh manusia yaitu, meningkatkan hormon epinefrin (adrenalin) dan dopamine, yang berfungsi membuat pikiran tetap fokus dalam bekerja dan rileks.

Produk tembakau alternatif sendiri merupakan produk tanpa dibakar yang dapat digunakan dengan cara dikunyah, ditempel, atau dipanaskan. Adapun 6 produk yang dapat dijadikan tembakau alternatif yaitu, tembakau kunyah, tembakau isap, tembakau tempel, dissolvable tobacco (tembakau larut), rokok elektrik, dan produk heat-not-burn. *cr41

Komentar