nusabali

Tidak Hanya Hari Baik, Petani Juga Harus Manfaatkan Informasi Iklim

  • www.nusabali.com-tidak-hanya-hari-baik-petani-juga-harus-manfaatkan-informasi-iklim

Perubahan iklim saat ini membuat petani harus pintar-pintar membuat strategi agar produk pertaniannya jangan sampai gagal panen.

DENPASAR, NusaBali

Sistem mencari hari baik (dewasa) untuk bercocok tanam ala masyarakat Bali perlu dipadupadankan dengan ilmu klimatologi yakni ilmu yang mempelajari tentang iklim. Sayangnya, belum banyak yang memanfaatkan informasi ini.

“Selama ini memang belum optimal kerjasama untuk memanfaatkan data klimatologi ini, terutama bidang perkebunan. Sebab melihat perubahan iklim sekarang, kalau kita hanya melakukan pola tanam seperti kebiasaan tanam tradisional tanpa mempertimbangkan klimatologi atau perubahan iklim, bisa jadi gagal,” ujar Kepala UPT Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Dinas Pertanian Provinsi Bali, Ir Anang Priyono, saat acara sosialisasi Agroklimat Provinsi Bali di Denpasar, Rabu (27/2).

Namun demikian, Anang menegaskan bukan berarti sistem pola tanam tradisional yang selama ini digunakan kurang tepat. Tetapi menurut dia akan jadi lebih maksimal jika bisa mendapatkan rujukan data terbaru terkait perubahan iklim, sehingga petani bisa tahu kapan saat menanam yang tepat.

“Masyarakat di Bali saat ini memang masih lebih menggunakan tata cara tradisional yang diwariskan. Bukannya kurang tepat, tapi keadaan bisa berubah sehingga ketepatannya bisa jadi kurang atau bergeser. Sehingga butuh merujuk data yang terbaru. Ini ilmunya ada di klimatologi,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Informasi Iklim Terapan BMKG Pusat, Marjuki, mengatakan, iklim di setiap wilayah di Indonesia berbeda-beda. Konsep menentukan awal musim biasanya dilakukan oleh tim di daerah terlebih dahulu, kemudian didiskusikan di tingkat pusat. “Perubahan iklim global tidak serta merta langsung mempengaruhi iklim lokalnya. Masing-masing daerah itu memiliki karakter sendiri-sendiri. Prinsipnya, informasi prediksi musim ini biar petani bisa tepat menanam sesuatu,” ujarnya.

Menurutnya, bila informasi perubahan iklim ini didukung oleh kebijakan masing-masing pemerintah daerah, akan lebih baik terutama untuk masalah produksi pertanian dan perkebunan. Misalnya saja, informasi iklim ini menjadi informasi awal bagi penyuluh pertanian sebelum ke lapangan bertemu petani. “Di Bali progesnya cukup baik. Apalagi jika didukung kebijakan pemerintah daerah akan lebih baik. Informasi iklim ini bisa jadi informasi awal bagi penyuluh pertanian,” imbuhnya. “Misalnya saja saat pembuahan yang paling berpengaruh. Kalau diketahui sejak awal bagaimana perubahan iklimnya, kan bisa dilakukan intervensi atau antisipasi. Kami bukan mengelola iklimnya, namun mengelola informasinya. Kalau tidak dimanfaatkan informasi ini, akan sayang sekali,” tambahnya.

Terkait menyandingkan antara pola tanam tradisional dengan ilmu klimatologi, menurut Kepala Stasiun Klimatologi Jembrana, Rakhmat Prasetia, sempat dilakukan. Beberapa subak pun sempat diajak berdiskusi terkait hal tersebut. Namun diakui belum terlalu intens. “Kami menyandingkan, misalnya sasih sekarang, lalu data hujan kita seperti apa. Misalnya sasihnya mengatakan hujan cenderung mulai berkurang dan angin kencang, kemudian ketika dilihat data ternyata memang berkurang, nah ini yang kita padu padankan. Disandingkan bersama-sama kemudian dimanfaatkan,” jelasnya.

“Dengan beberapa teman subak kita sudah pernah ngobrol, tapi memang belum terkomunikasi dengan baik. Kedua ilmu ini memang harus dipadupadankan. Karena dari ilmu klimatologi, perubahan iklim itu kadang bergeser, sehingga menyebabkan pergeseran juga untuk menentukan awal musim,” tandasnya. *ind

Komentar