nusabali

Jelang Usaba Dimel, Dua Kelompok Pemuda Terlibat Siat Sarang

  • www.nusabali.com-jelang-usaba-dimel-dua-kelompok-pemuda-terlibat-siat-sarang

Dua kelompok pemuda dari Kelompok Kaja dan Kelompok Kelod terlibat Siat (perang) Sarang di perbatasan Banjar Selat Kaja dengan Banjar Selat Kelod, Desa Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Karangasem, pada Tilem Kawulu, Soma Kliwon Krulut, Senin (4/2) sore.

AMLAPURA, NusaBali
Perang ini menggunakan sarang (alas bekas membuat jajan uli). Siat Sarang berlangsung tiap tahun menjelang Usaba Dimel (Usaba Dodol) di depan Pura Bale Agung, Desa Pakraman Selat. Puncak Usaba Dimel pada Wraspati Pon Krulut, Kamis (7/2) di Pura Dalem.

Siat Sarang melibatkan dua kelompok pemuda. Kelompok Kaja berasal dari Banjar Paruman Sila Darsana, Banjar Dharma Saba, dan Banjar Eka Dharma. Kelompok Kelod berasal dari Banjar Bunteh, Banjar Telengis, Banjar Parigraha, dan Banjar Sukawana. Kedua kelompok saling pukul, saling lempar hingga sarang yang digunakan hancur. Perang berakhir setelah kedua pihak kelelahan. Ritual Siat Sarang diyakini untuk nyomia (menetralkan) bhuta kala dan memerangi musuh (ripu) dalam diri. Secara fisik diimplementasikan dengan menggelar adu tanding bersenjata sarang.

Sebelum Siat Sarang dimulai, prosesi berawal dari rumah krama ngunggahang (mempersembahkan) satu kemasan tenge (berisikan kemasan daun gegirang, bambu, gunggung, dan aba) yang dihias bergambar bhuta kala di pekarangan rumah. Setelah memasuki sore hari, tenge yang terpasang dikumpulkan, dimasukkan ke dalam sarang. Sarang selanjutnya ditempatkan di lebuh (dekat pintu halaman rumah) yang bermakna memikat kekuatan bhuta kala masuk ke dalam sarang. Maka sarang dibawa ke Pura Bale Agung untuk mendapatkan labaan (kurban) berupa banten pacaruan sekaligus nyomia sifat-sifat bhuta kala.

Selanjutnya prajuru Desa Pakraman Selat menggelar upacara pacaruan di depan palinggih Sila Majemuh dikoordinasikan Bendesa Jro Mangku Gede Mustika. Upacara diantarkan Jro Mangku Pasek Linggih. Upacara pacaruan disinkrunkan dengan petabuhan dengan kurban godel dan anjing bangbungkem (anjing bermulut hitam, berbulu merah). Sehingga ritual Siat Sarang jadi satu paket dengan petabuhan. Selanjutnya Bendesa Jro Mangku Gede Mustika menemui kedua kelompok pemuda yang telah siap melakukan Siat Sarang.

Bendesa Jro Mangku Gede Mustika memberikan arahan agar berperang secara tertib dengan sasaran bagian punggung, hindari menyerang bagian kepala. Bendesa kemudian mengambil dua buah sarang dan menyerahkan secara simbolis ke masing-masing kelompok untuk digunakan senjata, pertanda perang telah dibuka.

Siat Sarang antar kedua kelompok pemuda dengan jarak sekitar 3 meter, walau sekuat tenaga melakukan serangan, saling lempar dengan sasaran punggung lawan tidak ada yang cedera, hingga berakhir dengan aman. Jro Mangku Wayan Gede Mustika mengatakan, yang dimaksud musuh-musuh dalam diri yang diperangi itu banyak macamnya. Salah satunya Sadripu (enam musuh dalam diri) yakni Kama, Lobha, Krodha, Moha, Mada, dan Matsarya. “Siat Sarang bermakna memerangi musuh dalam semesta dan musuh dalam diri hingga menjadi somia,” jelas Jro Mangku Gede Mustika. *k16

Komentar