nusabali

21 Pendonor Darah 100 Kali dari Bali Terima Satya Lencana Kebaktian Sosial

  • www.nusabali.com-21-pendonor-darah-100-kali-dari-bali-terima-satya-lencana-kebaktian-sosial

Sebanyak 21 pendonor darah dari Bali menerima penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sabtu (26/1), karena secara sukarela telah mendonorkan darahnya 100 kali bahkan lebih.

DENPASAR, NusaBali
Termasuk di antara mereka adalah EC Oki Parawono, pegawai swasta yang telah berdonor 115 kali.Selain EC Oki Parawono, pendonor dari Bali yang dianugerahi Satya Lencana Kebaktian Sosial adalah Oentono Oentojo (berdonor 108 kali), H Soetjipto (104 kali), I Gede Alit Suarta (103 kali), Joko Budi Kasmito (103 kali), Ketut Nardha (102 kali), I Gusti Made WS Harsana (102 kali), Eko Subagiyo (102 kali), Pri Subadi (102 kali), I Ketut Udhanny (102 kali), Sudarsono (101 kali), Wayan Budiartana (100 kali), Muzayin BBA (100 kali), Joko Murti Wahono (100 kali), Samuel Elbert Selanno (100 kali), Joy Kurnia Teja (100 kali), Siswoyo (100 kali), Arief Giok Suboyono (100 kali), Rizani (100 kali), Nyoman Djembawa (100 kali), dan Tahir Ali (100 kali).

Penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial ini dianugerahkan Wapres JK di Hotel Grand Sahit Jaya, Jakarta Pusat, Sabtu lalu, serangkaian Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN). Menurut Kepala Sub Bidang (Kasubid) Pencarian Pelestarian Donor Darah Sukarela (P2DDS) dan Humas Unit Donor Darah (UDD) PMI Provinsi Bali, I Made Geria Arnita, proses penetapan 21 pendonor yang dipilih menerima Satya Lencana Kebaktian Sosial ini dilakuykan melalui seleksi ketat. 

Di antaranya, harus memiliki rekapan donor dan penghargaan donor secara bertahap. Selain itu, juga punya peran yang cukup aktif baik sebagai pendonor maupun penggerak donor. “Selain itu, dilihat juga apakah pendonor darah aktif, penggerak donor, atau memiliki massa pendonor. Jadi, rekapan donor darah ini penting, sebagai bukti memang benar 100 kali donor darah,” ujar Made Geria Arnita saat ditemui NusaBali di Denpasar, Minggu (27/1).

Makanya, kata Geria Arnita, ada pula penghargaan untuk pendonor 10 kali, 25 kali, 50 kali, 75 kali, dan 100 kali atau lebih. Untuk penghargaan 10 dan 25 kali donor, diberikan oleh PMI Kabupaten/Kota. Penghargaan untuk 50 kali donor diberikan oleh PMI Provinsi. Penghargaan untuk 75 kali donor diberikan oleh PMI Pusat. 

Sedangkan bagi mereka yang mencapai 100 kali donor atau lebih, mendapat kesempatan menerima Satya Lencana Kebaktian Sosial dari negara. Sampai saat ini, kata Geria Arnita, sudah ada 178 pendonor dari Bali yang menerima Satya Lencana Kebaktian Sosial, termasuk 21 orang tadi. 

Geria Arnita menambahkan, kaum milenial tidak boleh ketinggalan untuk menjadi pahlawan kemanusiaan melalui donor darah. Sesuai dengan ketentuan dari PMI, kaum milenial yang telah berusia 17 tahun sudah bisa ikut donor darah. Bila dimulai dari usia 17 tahun dan rutin melakukan donor 5-6 kali dalam setahun, maka dalam waktu 25 tahun, akan mencapai donor darah ke-100 saat berusia 42 tahun, sehingga berhak diajukan sebagai penerima Satya Lencana Kebaktian Sosial.

Menurut Geria Arnita, kebutuhan darah di Denpasar, utamanya di RSUP Sanglah dan rumah sakit swasta, rata-rata 120-150 kantong per hari. Untuk menjaga ketersediaan darah tersebut, ada sekitar 1.200 kelompok donor yang biasanya bekerjasama dengan UDD PMI Provinsi Bali, mulai dari kalangan lembaga pemerintah, swasta, hotel, bank, sekolah, TNI/Polri, hingga lembaga keagamaan. 

Dari 1.200 kelompok donor, yang diperkirakan masih aktif masih 800 kelompok donor. Adanya kelompok donor ini tidak terlepas karena peran Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali, yang gencar mengajak kelompok-kelompok donor baru dan mensosialisasikan pentingnya donor darah.

“Setiap saat ada saja kelompok donor yang baru. Sebagian besar memang kita jemput bola ke kelompok-kelompok donor itu. Sedangkan yang donor langsung ke kantor kami, cuma sekitar 20 orang setiap harinya. Jadi, 98 persen pemenuhan kebutuhan darah memang dari donor darah sukarela. Ini menandakan kesadaran masyarakat sudah bagus untuk berdonor darah,” katanya.

Sementara itu, salah satu penerima Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Bali, Haji Soetjipto, 62, mendapat kehormatan mewakili Bali dalam penerimaan secara simbolis oleh Wapres JK. Soetjipto tercatat sudah 104 kali berdonor. Haji kelahiran Malang, Jawa Timur, , 4 Agustus 1957, yang sudah lama tinggal di Bali ini memang terkenal memiliki jiwa sosial. Tak heran bila Soetjipto aktif berdonor darah sebagai motivasinya untuk membantu sesama.

“Bergerak dengan donor darah ini saya lakukan untuk membantu sesama. Karena saya merasa ketika kita hidup di rantauan, akan sangat berat bila tidak ada rasa kebersamaan. Setetes darah kita sangat bermanfaat bagi yang tengah membutuhkan. Fatwa MUI juga menyebutkan tidak ada istilah membeda-bedakan darah, darah adalah untuk semua umat,” tutur Soetjipto yang aktif di MUI Kota Denpasar dan PDDI Provinsi Bali.

Selain aktif berdonor darah, Soetjipto yang sempat menjadi kontraktor dan tukang parkir di Pasar Kumbasari selama puluhan tahun, juga aktif menjadi penggerak donor darah sukarela. Ada sekitar 20 kelompok donor darah yang dia gerakkan, seperti di Bank Kospin Syariah Denpasar, SMU Albana Denpasar, IPHI Denpasar, Masjid Candra Sari Denpasar, Komunitas Muslim Peduli Bali Denpasar, Sahabat Donor Bali, SM Muhammadiyah Negeri 2 Denpasar, Mushola Umar Bin Khattab Bukit Jimbaran, dan kelompok donor darah lainnya banjar tempat tinggalnya di Jalan Pulai Misol Denpasar. 

Tantangan besar baginya adalah mengajak pendonor baru di kalangan kaum muda. “Yang masih kendala saat ini adalah saat mengedukasi yang muda. Karena masih ada anggapan katanya darah diperjualbelikan. Padahal, itu hanya untuk biaya pengolahan darah, agar kualitas darah tetap terjaga. Saya edukasi mereka dengan berbagi pengalaman. Saya katakan kepada mereka, kalian donor gak donor wajib datang. Alhamdulilah, bermunculan pendonor baru tiga orang. Walaupun baru tiga, tapi yang tiga ini juga saya minta untuk menggerakkan temannya yang lain,” jelas ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Hj Marsinah ini.

Menggaet kaum milenial untuk menjadi new beginner (pendonor darah baru) memang menjadi tantangan berat PDDI Bali saat ini. PDDI sendiri adalah mitra dekat bagi PMI, karena mereka berperan serta yang mengajak dan menggerakkan masyarakat untuk mau berdonor darah. 

Menurut Ketua PDDI Bali, Ketut Pringgantara, ada beberapa pendekatan yang akan dilakukan. Di antaranya pendekatan sosial, kultural, psikologi, spiritual, personal approach (pribadi). “Kelima pendekatan ini akan kami terapkan untuk mencari new beginner. Dengan menciptakan adoption family dan adoption village, lewat banjar, pura, komunitas, lembaga sekolah, dan lain-lain, kita akan melakukan pendekatan dengan hati. Bahwa donor darah saat ini adalah sebagai gaya hidup pilihan hidup, dan tujuan hidup di bidang investasi kesehatan,” ujar Ketut Pringgantara, Minggu kemarin.

Menurut Pringgantara, PDDI Bali akan menerapkan ‘goes to campus, goes to mall, goes to millennial’ untuk menciptakan lentera kasih di setiap unit. Bahkan, dalam kurun waktu Maret-September 2019 nanti akan ada sosialisasi secara massif lewat kegiatan bertajuk ‘Lentera Donor Darah’. Kegiatan ini untuk memperkuat kedonordarahan, di mana PPDI mempersiapkan human resource (sumber daya donor), PMI dan UDD bagian pengelolaan darah, dan users atau pengguna adalah rumah sakit.

“Awalnya, PDDI didirikan adalah untuk mengantisipasi para calo yang melakukan jual beli darah. PDDI dibentuk untuk memperkuat PMI. Peran kami adalah sosialisasi donor darah. Selain itu, juga mengedukasi pola makan, pola gerak, hindari seks bebas, narkoba, dan gerakan Germas,” papar tokoh asal Desa Bondalem, Kecamatan Tejakule, Buleleng ini.

Meski bersifat sukarela, PDDI Bali berharap adanya dukungan dari pemerintah, terutama untuk jaminan pelayanan kesehatan di masa tua bagi mereka yang telah menjadi pahlawan kemanusiaan di bidang donor darah. “Orang-orang yang berangkat dari sukarela ini jangan hanya disedot darahnya, tapi diberikan juga semacam dukungan berupa kartu pelayanan kesehatan, agar mereka bisa menikmati masa tuanya. Ketika berobat saat sudah tua dan sakit-sakitan nanti, mereka bisa mendapatkan pelayanan gratis,” harap Pringgantara. *ind

Komentar