nusabali

BBPOM Awasi Produk Darah UTD Provinsi Bali

  • www.nusabali.com-bbpom-awasi-produk-darah-utd-provinsi-bali

Pelayanan transfusi darah selain harus sesuai dengan standar yang ada dalam regulasi nasional, juga mesti mendapatkan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh instansi yang berwenang yakni BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan).

DENPASAR, NusaBali

Sebab, darah sebagai ‘produk’ dari Unit Transfusi Darah (UTD) melalui proses yang panjang sejak dari pengambilan darah dari tubuh pendonor hingga bisa disalurkan kepada pasien yang membutuhkan.

“Dalam hal ini kami akan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan darah mulai dari  pemilihan donor hingga darah tersebut di distribusikan kepada pasien. Hal ini tentunya untuk meminimalisir potensi resiko penularan penyakit yang diderita oleh pendonor,” ujar Kepala BBPOM di Denpasar, Endang Widowati usai penandatangan kesepahaman peningkatan kualitas dan keamanan produk darah dengan PMI Provinsi Bali, Selasa (12/9). 

Kata Endang, dalam melakukan kegiatan pelayanan darah,  BPOM harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No 83 Tahun 2014 Bab IV, Peraturan No 72 Tahun 2015 serta Perka BPOM No 10 tahun 2017 tentang  Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat  yang baik  di UTD  dan Pusat Plasmaferesis. Hingga saat ini kualitas darah yang didistribusikan kepada pasien oleh UTD PMI dinilai sudah berkualitas, namun perlu ditingkatkan untuk bisa tetap menjaga mutu. Pihaknya akan melakukan pengawasan dan pembinaan secara periodik terhadap pelayanan tranfusi darah yang dilakukan UTD.

Sementara Kepala UTD PMI Provinsi Bali, dr AA Sagung Mas Dwipayani, MKes mengatakan, pengawasan dan pembinaan dari BBPOM di Denpasar mulai dari  seleksi donor hingga pendistribusian  diharapkan bisa meminimalisir potensi resiko penularan penyakit yang diderita oleh pendonor. “Keamanan darah sudah menjadi konsen kami. Ditambah dengan pembinaan dan pengawasan dari BBPOM di Denpasar, darah yang kami distribusikan nantinya benar-benar bermanfaat, aman dan berkualitas,” tegasnya.

Meski hingga saat ini, aku dia, ada kendala biaya produksi yang dihadapi dalam menjaga darah agar tetap berkualitas. “Apabila dihitung secara total, sebenarnya mencapai Rp 493 ribu. Bahkan Rp 793 ribu apabila menginginkan standar internasional, namun pengganti darah hanya Rp 360 ribu,” bebernya.

“Di sini tantangannya, dengan harga paling rendah itu kami harus tetap bisa menjaga kualitas dan keamanan darah. Namun, kami juga mendapatkan bantuan dari Kementrian Kesehatan, selain itu dari segi alat telah dibantu oleh organisasi sosial kemasyarakatan sehingga bisa mengurangi biaya yang dikeluarkan,” tandasnya.  *i

Komentar