nusabali

'Sang Bhuta Amangkurat' ST Pamuke Banjar Kedaton Sumerta: Mengungkap Makna di Balik Ritual Galungan

  • www.nusabali.com-sang-bhuta-amangkurat-st-pamuke-banjar-kedaton-sumerta-mengungkap-makna-di-balik-ritual-galungan

DENPASAR, NusaBali.com - Ogoh-ogoh ST Pamuke, Banjar Kedaton Sumerta, Denpasar Timur, menghadirkan tema unik dan sarat makna pada tahun ini: Sang Bhuta Amangkurat.

"Tema ini kami angkat untuk memberikan makna yang mendalam tentang Hari Raya Galungan," kata I Putu Ari Parbawa (Tu Ari), arsitek ogoh-ogoh Banjar Kedaton Sumerta.

Bhuta Amangkurat merupakan bagian dari Sang Kala Tiga yang turun ke bumi untuk mempengaruhi pikiran manusia. "Bhuta ini membuat manusia terlena dan cenderung berbuat hal-hal yang tidak baik," kata Tu Ari.

Ogoh-ogoh ini menggambarkan kegiatan seseorang yang hendak menyembelih (nampah) celeng (babi) untuk menyambut Hari Raya Galungan. Nampah celeng pada Hari Raya Galungan bertujuan untuk memusnahkan sifat-sifat pemalas yang ada dalam diri manusia.

"Di balik semua kegiatan rentetan Galungan dan Kuningan ini memiliki makna yang mendalam bagi kehidupan manusia," kata Tu Ari.

Tu Ari menjelaskan bahwa Galungan disebut sebagai hari kemenangan dharma melawan adharma. "Dharma akan menang melawan adharma jika kita mampu mengendalikan diri dari ego, pikiran buruk, dan perbuatan buruk," kata Tu Ari.

Bagian terumit dalam pembuatan ogoh-ogoh dengan budget Rp 40 juta ini adalah pada bagian konstruksi dan penyetelan gerak mesin. "Sebelumnya kami pernah menggunakan mesin penggerak, namun gagal diarak karena Covid-19," kata Tu Ari.

Pada tahun ini, ST Pamuke kembali mencoba menggunakan mesin penggerak. Bagian ogoh-ogoh yang bergerak adalah kaki manusia yang ditarik oleh Bhuta Amangkurat dan kepala Bhuta Amangkurat.

Atas karyanya ini, ‘Sang Bhuta Kala Amangkurat’ dari Banjar Kedaton mendapat gelar juara I lomba ogoh-ogoh tingkat Desa Sumerta mengungguli ‘Podgala’ karya ST Dharma Cita Banjar Abian Kapas Tengah dan ‘Wayabya’ karya ST Eka Cita Banjar Abian Kapas Kaja

Sebelumnya ST Pamuke memang memiliki prestasi gemilang dalam lomba ogoh-ogoh. "Pada tahun 2012-2013, kami pernah 2 kali lolos di tingkat Kota Denpasar," kata Tu Ari.

"Sejak 2015-2023, kami sering menjadi juara di tingkat Desa Sumerta."

Tu Ari pun berharap lomba ogoh-ogoh di tingkat desa adat juga semakin dikembangkan dan digalakkan.

Ogoh-ogoh ST Pamuke Banjar Kedaton Sumerta bukan hanya indah dan kreatif, tetapi juga mengandung pesan moral yang penting untuk dihayati. Ogoh-ogoh ini menjadi simbol perjuangan manusia melawan sifat-sifat buruk dan pengingat untuk selalu mengendalikan diri agar dharma dapat selalu menang melawan adharma. *m03

Komentar