nusabali

Berdiri 12 Tahun Lalu, Kini Mengkoleksi 31 Ogoh-ogoh Aneka Rupa

Menelisik Awal Mula Berdirinya Museum ‘The Ogoh-ogoh Bali’ di Kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi

  • www.nusabali.com-berdiri-12-tahun-lalu-kini-mengkoleksi-31-ogoh-ogoh-aneka-rupa

Kini setelah Nuada dikenal sebagai kolektor ogoh-ogoh, dia tak lagi harus berkeliling, tapi ada saja yang menawarinya ogoh-ogoh untuk dibeli atau disumbang

MANGUPURA, NusaBali
Museum ogoh-ogoh bernama The Ogoh-Ogoh Bali, Art and Cultural Tourism melengkapi kawasan Daya Tarik Wisata (DTW) Pura Taman Ayun di Jalan Ayodya No 1 Desa/Kecamatan Mengwi, Badung. Museum ini berlokasi di gedung wantilan di arah timur laut Catus Pata Mengwi masih satu kawasan dengan Museum Yadnya sebelah barat Pura Taman Ayun. Ada 32 koleksi ogoh-ogoh di dalamnya. Sebagian besar ogoh-ogoh adalah sosok keraksasaan atau butha kala, namun ada juga beberapa ogoh-ogoh figur tokoh pewayangan.

Pengelola The Ogoh-Ogoh Bali ini adalah I Ketut Nuada, 60, seorang pelukis asal Mengwi. Keinginan mengumpulkan ogoh-ogoh dalam sebuah museum ini timbul saat melihat ogoh-ogoh yang akan diarak pada Hari Pengerupukan atau sehari jelang Hari Raya Nyepi. “Saat saya berkeliling banyak sekali ogoh-ogoh yang bagus saya lihat,” ujar Nuada saat ditemui NusaBali, Senin (1/1) menuturkan awal dirinya mengkoleksi ogoh-ogoh sekitar tahun 2012 atau pada 12 tahun lalu. Lanjutnya, setelah Nyepi biasanya kebanyakan ogoh-ogoh dibakar atau ada juga  yang dibiarkan ditaruh begitu saja menjadi tontonan, baik warga maupun wisatawan. “Mengapa tidak dikumpulkan di satu tempat saja, sehingga wisatawan bisa melihat dengan tenang tak sampai mengganggu lalu lintas,” ujar Nuada membathin ketika itu.

Mulai saat itulah, Nuada  mulai mengumpulkan ogoh-ogoh. “Kebetulan tiyang punya uang dari hasil melukis,” ungkap Nuada. Dari uang hasil melukis itulah di antaranya dia sisihkan membeli ogoh-ogoh. Untuk mendapatkan  ogoh-ogoh yang menurutnya bagus, Nuada harus berkeliling. “Saya bawa kartu nama. Kalau saya rasa bagus saya minta, mohon jangan dibakar. Saya akan coba beli,” ungkapnya. Ogoh-ogoh yang dia beli harganya bervariasi. Mulai Rp 5 juta, Rp 7 juta dan lainnya. Sehingga awalnya terkumpul 20 ogoh-ogoh berhasil dia koleksi. Belakangan setelah dia dikenal sebagai kolektor ogoh-ogoh, Nuada tak lagi berkeliling.

Foto: Beragam wujud dan ekspresi Ogoh-Ogoh di The Ogoh-Ogoh Bali. -NATA

Ada saja yang menghubunginya menawarkan ogoh-ogoh, dibeli atau ada juga menawarkan disumbangkan cuma-cuma. Total saat ini ada 32 koleksi ogoh-ogoh penghuni gedung Museum ‘The Ogoh-Ogoh Bali’ ini. Dengan jumlah tersebut, tidak mungkin dia menambah koleksi, karena kapasitas gedung sudah tidak memuat lagi.  Karena itulah, kalau umpama ada yang kebetulan mau membeli ogoh-ogoh koleksinya, Nuada melayani dan siap melepasnya kemudian mengganti dengan ogoh-ogoh baru.

Nuada juga melayani penyewaan ‘jasa’ ogoh-ogoh kalau ada yang memesan. Misalnya untuk kepentingan acara tertentu yang memerlukan ogoh-ogoh. Beragam  wajah dan ukuran dari 32 ogoh-ogoh yang dipajang di museum tersebut. Namun  demikian ada kemiripan, karena hampir sebagian besar adalah sosok dengan wajah butha kala.

Mengapa dalam wujud bhuta kala? Dikatakan Nuada, butha berarti alam, kala berarti waktu. “Seniman-seniman Bali mensimboliskan waktu sebagai hal yang mengerikan. Karena waktu yang akan ‘memakan’ semua yang ada,” ujarnya menerangkan makna ogoh-ogoh sebagai sosok butha kala. Menurut Nuada, makna di balik ogoh-ogoh itu yang juga sering ditanyakan wisatawan yang datang ke museumnya.


Selain menghargai karya seni, museum ogoh-ogoh digadang sebagai daya tarik wisata, namun juga sebagai media edukasi. “Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung, dalam wujud gede,” terang pria yang juga Ketua Pokdarwis Desa Mengwi ini. Pengunjung The Ogoh-Ogoh Bali belum banyak. Menurut Nuada, rata-rata dalam sebulan pengunjung sekitar 200-an orang. “Belum banyak,” ujarnya. Karena itulah Nuada fokus mengurus museum ogoh-ogoh tersebut. Selain sebagai bentuk apresiasi, sebagai daya tarik wisata The Ogoh-ogoh Bali diharapkan terus berlanjut. Hal itu untuk mendukung konsep pariwisata berkelanjutan. “Kalau sudah dinyatakan sebagai daya tarik ya harus berlanjut,” terangnya.

Untuk diketahui  di The Ogoh-ogoh Bali, bisa dilihat puluhan ‘butha kala’ dengan beragam ekspresi yang sarat makna merujuk ajaran tentang alam dan waktu (butha kala). “Wisatawan yang datang, banyak yang menanyakan makna di balik ogoh-ogoh itu,” terang Nuada. 7 k17

Komentar