nusabali

Luka Terus Keluar Air, Kaki Santi Tak Dioperasi karena Keterbatasan Biaya

  • www.nusabali.com-luka-terus-keluar-air-kaki-santi-tak-dioperasi-karena-keterbatasan-biaya

Akibat mengalami kecelakaan empat tahun silam, Ni Wayan Santiariani, 14, hingga kini masih harus menahan sakit. Pen luar yang masih terpasang di kaki kanannya semestinya sudah dilepas.

Tabrak Lari, Istri Tewas, Anak Patah Kaki, Bapak Patah Tulang Pinggul


BANGLI, NusaBali
Namun karena keterbatasan ekonomi, operasi terpaksa ditunda.Ditemui di rumah di Banjar Guliang Kawan, Desa Bunutin, Kecamatan/Kabupaten Bangli, Jumat (14/7), Santi —sapaan akrabnya—  ditemani sang ayah I Nengah Sarma, 42. Sarma menuturkan awal kejadian hingga putri kelimanya tersebut berjalan harus menggunakan tongkat. Tepat 15 Juli 2013, Sarma bersama Santi dan istrinya Ni Ketut Suci menjadi korban tabrak lari.

Ketika itu, Sarna baru datang dari rumah anaknya yang sudah menikah dan tinggal di lingkungan Keluharan Abianbase, Kecamatan/Kabupaten Gianyar. Sarma menggunakan sepeda motor membonceng istri dan anaknya datang dari arah selatan dan melintas di barat Lapangan Astina Gianyar sekitar pukul 20.30 Wita

Kebetulan saat itu traffic light tidak berfungsi, secara perlahan Sarma melintas. Ketika melintas dan melewati garis putih jalan, ada mobil menabrak sepeda motor Sarma. Mobil yang datang dari arah timur tersebut langsung tancap gas. Akibat tabrakan itu Ketut Suci terpental begitu juga Santi.

“Istri saya terpental cukup jauh, kepala terbentur di aspal dan lehernya patah. Istri saya sempat dibawa ke RS Sanjiwani tapi dikatakan sudah meninggal,” kenang pria yang dulu bekerja sebagai tukang. Sementara Santi yang mengalami luka pada kaki kanan langsung dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar.

“Saat kejadian saya masih sadar. Saya kira kondisi saya baik-baik saja, tapi ternyata tulang pinggul saya patah. Awalnya mau cari tukang urut saja, tapi disarankan perawatan ke RS Sanglah,” jelas Sarma. Pasca kejadian tersebut, Santi sudah menjalani operasi hingga 8 kali.

Santi yang trauma pasca-operasi sempat disarankan untuk amputasi. Sarma yang mengalami keterbatasan biaya, akhirnya memilih untuk merawat anaknya di rumah. Pen yang terpasang pada kaki Santi mestinya sudah dilepas satu tahun lalu. “Saya belum ada biaya, sempat disuruh menyiapkan uang Rp 15 juta. Saya sudah koordinasikan dengan dokter di RS Bangli,” kata Sarma. Selama pengobatan Sarma membayar utuh karena belum memiliki kartu jaminan kesehatan.  

Selama dirawat di rumah, Sarma mengandalkan infus untuk membersikan luka pada kaki anaknya, karena lukanya terus mengeluarkan air. Untuk kebutuhan sehari-hari Sarma mengandalkan penghasilan putri keempat Ni Ketut Yuniantari yang berpenghasilan sebesar Rp 800 ribu sebulan sebagai pegawai counter. Tak jarang kerabat memberikan beras.

Sarma kini tidak bisa bekerja karena harus mengurus Santi. Tak jarang Sarma menunggui anaknya di sekolah. Santi kini tengah duduk di bangku kelas IX di SMP Negeri 3 Bangli, jarak rumah ke sekolah sekitar 2 kilometer. “Kalau hujan-hujan begini seharian saya tunggu di sekolah. Takut dia (Santi) mau ke toilet, lantai sekolah licin, jadi saya menemani,” ujar Sarma sembari menunjukkan luka kaki anaknya.

Sarma berharap ada bantuan untuk biaya operasi anaknya. Takut bila terlalu lama dibiarkan luka malah semakin parah. Terkait pelaporan bahwa dirinya sebagai korban tabrak lari, Sarma sudah melaporkan kasusnya ke Mapolres Gianyar. Namun hingga kini belum ada hasilnya.

Saat kejadian dirinya hanya melihat mobil Honda Jazz, namun karena kondisi gelap nomor polisi mobil tersebut tidak terlihat. “Sudah sempat saya tanyakan ke Polres, tapi petugas bilang masih pengejaran,” ucapnya.

Sementara itu, di sekolah Santi hanya bisa mengikuti kegiatan belajar di dalam ruangan. “Saya diam saja di dalam kelas saat jam istirahat,” tuturnya. Kerena kesulitan bergerak dengan menggunakan dua tongkat, Santi tidak bisa beraktivitas layaknya remaja sebayanya. Untuk mandi, dia harus membungkus kaki agar luka-lukanya tidak terkena air.

Santi mengaku, bila musim dingin kaki sering ngilu dan saat jalan terasa sakit. “Saya berharap ada yang membantu, dan saya bisa segera sembuh,” ucapnya dengan muka tertunduk.

Setelah ditinggal ibunya, Santi hanya tinggal bersama ayah dan kakak perempuan. Santi tinggal di rumah yang sederhana, hanya ada dua kamar tidur. Kondisi dapur dan kamar mandi pun seadanya. *e

Komentar