nusabali

Teater Jineng Sajikan Parade Monolog ‘Gelora Cerita Kita’ di FSBJ V

  • www.nusabali.com-teater-jineng-sajikan-parade-monolog-gelora-cerita-kita-di-fsbj-v

DENPASAR, NusaBali - Rangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) V 2023, menghadirkan pergelaran Adilango (Parade) Monolog persembahan Teater Jineng dengan sejumlah garapan seni yang tak kalah menariknya menebar kritik dan saran terhadap berbagai kerusakan alam terutama laut, Selasa (25/7).

Ratusan penonton memadati Panggung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, di Denpasar.

Parade Monolog berjudul ‘Gelora Cerita Kita’ menyajikan pemeran atau aktor yang sudah tak asing lagi dalam sebuah pertunjukan teater. Mereka adalah aktor Muda Wijaya (Karangasem, Bali), Wawan Sofwan (Bandung), April Artison (Klungkung, Bali), Ruth Marini (Jakarta), Kadek Eky Virji (Kolaka, Sulawesi Tenggara), dan Farel Rayana (Tabanan, Bali).

Masing-masing dari mereka  mengupas tema FSBJ V yakni 'Citta Rasmi Segara Kerthi’ Bahari Sumber Inspirasi ke dalam seni pertunjukan teater tunggal (sendiri). Tentu saja kekuatan acting, vokal, pendramaan, alur serta pesan dari kisah itu dikemas menarik.

Para aktor itu secara bergiliran tampil dengan beragam topik yang mengedukasi penonton melalui kritik ataupun pesan. Meski dilakukan secara tunggal, namun masing-masing aktor tetap mengedepankan estetika seni dengan konsep eksplorasi, eksperimentasi, lintas batas, kontekstual, dan kolaborasi dari latar belakang tersebut.

Rangkaian kisah dirajut menjadi rangkaian peristiwa. Akting mereka menyuguhkan berbagai fenomena yang marak terjadi. Ceria, kemarahan, haru, dan kesedihan semuanya menjadi satu pada muara waktu yang meleburkannya pada keluasan cerita umat manusia.

Cerita demi cerita, gemuruh bagaikan ombak samudera yang menggelora disuarakan, agar nantinya setiap insan dapat merenungkan dalam sanubarinya tentang hakikat hidup dan kebenaran sejati itu, seperti luasnya samudera, maka kreativitas pun luas tanpa batas.

Berbagai kisah peristiwa dikemas apik dalam pertunjukan monolog lintas generasi, lintas daerah, dan lintas batas mengekspresikan seni. Sajian ini menjadi penanda gelora kreativitas seniman dan pelaku seni yang kian tumbuh pesat, melesat maju, dan berkualitas merajut. menjadi cerita.

April Artison selaku pemeran monolog usai pementasan mengungkapkan apresiasinya bisa tampil dalam ajang FSBJ V. Terkait tema FSBJ, dia mengambil tematik seorang  Nelayan Tua dan Tangkapan yang diambil dari sebuah cerita peraih nobel Ernest Hemingway yang mengangkat soal lautan.  


“Kami rasa cerita ini menunjukkan sebuah harapan dari seorang nelayan. Dalam monolog ini saya perankan sangat luar biasa, di mana para nelayan melaut jarang mendapatkan hasil. Tidak setiap melaut mendapatkan tangkapan seperti pelaut tua yang ada dalam cerita ini,” kata April.

Lanjut dia apakah nelayan tua itu bertahan menjadi pelaut, atau beralih pada profesi lain, intinya ada harapan yang membuat mereka semangat untuk selalu dibangkitkan.

”Untuk generasi sekarang terlalu banyak mengeluh, menyerah. Jadi ada pesan moral kepada kalangan generasi, selalu akan ada harapan setiap usaha dengan gigih pasti ada hasilnya,” tandasnya.

Sementara Wawan Sofwan membawakan monolog berjudul ‘Dam’ karya Putu Wijaya, sebuah pengadilan yang mengadili seorang pembunuh, ada jaksa, hakim, terdakwa yang semua memakai topeng. “Saya memakai topeng tiga peran, polemik  kesenjangan sosial itu seperti laut dalam yang tenang, tapi di laut itu banyak sekali arus, kalau arus itu tidak bisa diatasi akan memberikan dampak gelombang yang dahsyat, lebih ke metafora,“ ujarnya.

Pesannya, kata pegiat asal Jawa Barat, itu adalah apa yang disebut kepedulian sosial harus dirasakan setiap orang, kesenjangan sosial itu ada seperti hantu yang mengintip, bagaimana gap sosial terlalu tinggi. Cari makan saja masih berjuang keras.

“Jadi laut itu tampak tenang tapi ada arus yang kuat yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi gelombang yang membahayakan seperti tsunami,” kata Sofwan. 7 cr78

Komentar