nusabali

Merana Meningitis Menghantui Bali

  • www.nusabali.com-merana-meningitis-menghantui-bali

Secara tradisi di Bali menyantap olahan daging babi yang masih mentah atau setengah matang juga sudah mendarah daging dalam masyarakat Bali pada umumnya.

DENPASAR, NusaBali
Merana atau penyakit Meningitis Streptococus Suis (MSS) masih menghantui masyarakat Bali. Setelah sempat heboh tahun 2017 lalu, belakangan kembali terungkap sejumlah kasus dicurigai atau suspek MSS di sejumlah rumah sakit di Bali khususnya di Kabupaten Gianyar. Perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus agar kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini semakin meningkat. 

Tahun ini, hingga 24 April 2023 saja sudah ada 38 kasus suspek MSS di seluruh Bali. Bakteri Streptococus suis (S. suis) yang menjadi penyebab penyakit ini umumnya ditemukan pada ternak babi yang terinfeksi. Meski demikian tidak semua pasien suspek MSS pada akhirnya positif S Suis. 

Fakta demikian juga tidak lantas membuat masyarakat bisa mengendorkan upaya biosecurity dalam pemeliharaan ternak babi. Pun masyarakat Bali yang notabene secara kultural mengonsumsi olahan daging babi tidak serta merta bisa mengonsumsi olahan daging babi dengan mengabaikan unsur keamanan pangan. 

Akademisi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Udayana Dr drh Made Subrata mengatakan, penyakit MSS tidak bisa diselesaikan dari sisi kesehatan manusianya saja. Namun juga dari sisi kesehatan ternak yang bisa menjadi pembawa bakteri S suis. "Persoalan ini dapat kita lihat dari dua sisi, pertama dari sisi peternakan di mana penyebaran penyakit ini dalam ternak babi, distribusi daging babi tidak terkontrol. Kedua dari sisi konsumsi daging babi yang menurut kita orang kesehatan kurang tepat," ujar drh Subrata belum lama ini.

drh Subrata menyatakan, masyarakat belum sepenuhnya memiliki kesadaran terhadap dua sisi penyebab MSS tersebut. Menurutnya, peternakan babi di Bali kebanyakan masih bersifat tradisional sehingga belum menerapkan biosecurity secara optiimal.
 
Masih sering dijumpai, ujarnya, ternak babi diberikan makanan sisa rumah tangga yang belum tentu masih layak sebagai pakan babi. Secara tradisi di Bali menyantap olahan daging babi yang masih mentah atau setengah matang juga sudah mendarah daging dalam masyarakat Bali pada umumnya. Komoh, lawar merah, jadi media yang cukup potensial menyebarkan bakteri S suis.

Foto: Akademisi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Udayana Dr drh Made Subrata. -SURYADI 

Persoalan pelik ini, menurut drh Subrata, juga tidak lantas membuat seluruh pihak untuk berhenti mencari jalan keluar dan terobosan. MSS faktanya telah memakan korban jiwa, dan meskipun berhasil sembuh, efek ketulian permanen berpotensi dialami pasien. 

"Pendekatan terbaik saat ini adalah konsep 'one health'. Bagaimana kesehatan lingkungan, kesehatan hewan, dan kesehatan manusianya harus diupayakan secara bersama-sama," 

Dia menjelaskan ciri khas ternak babi yang terinfeksi S. suis adalah adanya ruam kemerahan pada perut bagian bawah dan lehernya. Drh Subrata mengatakan jika diobati dengan tepat, babi yang terinfeksi S suis bisa disembuhkan dengan mudah melalui pembetian antibiotik. 

Pada manusia MSS memang lebih sulit diamati karena gejalanya serupa dengan penyakit infeksi lainnya seperti demam. Namun adanya gejala penurunana kesadaran hingga gangguan pendengaran patut dicurigai sebagai suspek MSS. "Memberikan edukasi untuk merubah perilaku masyarakat bukan pekerjaan gampang, itu perlu waktu satu dekade yang dilakukan secara berkelanjutan," sambung drh Subrata. 

Dia mengatakan tradisi masyarakat Bali dalam mengonsumsi makanan olahan daging babi seperti lawar harus dipertahankan sebagai bagian dari budaya Bali. Namun demikian tradisi tersebut seharusnya juga beradaptasi dengan perkembangan teknologi pangan saat ini yang juga mengedepankan sisi kesehatan.

"Yang jadi persoalan kalau tidak merah bukan lawar namanya, kurang nikmat menurut perasaan. Apakah ini tidak bisa diganti dengan pewarna alami misalnya buah naga atau pewarna alami yang teregistrasi BPOM," ujarnya.

Foto: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes. -SURYADI

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes mengatakan bakteri S suis bisa ditemukan pada daging dan darah babi yang mentah. Bila itu dikonsumsi, karena olahan tersebut tidak dimasak sempurna seperti pada lawar plek, akan menyebabkan terjadinya proses infeksi pada selaput otak dan sumsum tulang belakang.  "Jadi tidak semua meningitis tersebut disebabkan oleh konsumsi daging babi, perlu dilihat kasus per kasus dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium," kata dr Anom.

Dokter Anom menyampaikan, Diskes Bali melakukan penyelidikan epidemiologi untuk memastikan  kasus di lapangan. Penyelidikan dilakukan untuk melihat hubungan epidemiologi kasus dan riwayat paparan  faktor risiko (konsumsi olahan babi yang tidak dimasak sempurna), memastikan cara dan sumber penularan/infeksi serta melakukan upaya-upaya penanggulangan sementara. Selain itu, pihaknya juga meningkatkan surveilans untuk menemukan kasus secara dini dan melakukan pengobatan secepatnya untuk mencegah  beratnya derajat infeksi komplikasi lanjut. 7 cr78


Suspek MSS Memukul Harga Daging Babi 

Foto: Ketua GUPBI Bali I Ketut Hary Suyasa. -IST

KETUA Gabungan Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengatakan kasus suspek MSS belakangan ini telah memukul harga daging babi di pasaran. Semula harga daging babi rata-rata Rp 40.000 per kilogram kini turun menjadi rata-rata Rp 33.000 per kilogram. 

"Masyarakat telanjur kepikiran seakan babi ini sebagai satu-satunya media penular meningitis. Ini yang mau kami luruskan bahwa meningitis itu banyak faktor penular, jadi bukan dari babi saja,” tegasnya.

Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar drh I Ketut Wirata MSi, menyampaikan tidak mudah mendapatkan sampel yang memenuhi syarat untuk membuktikan asal muasal seseorang terkena MSS. Karena pasien suspect MSS umumnya baru dilarikan ke rumah sakit beberapa hari setelah mengonsumsi makanan olahan daging babi yang dicurigai jadi pembawa bakteri S. suis. Ia mengatakan berdasarkan sampel yang diambil BBVet Denpasar selama ini belum pernah ditemukan adanya bakteri S suis.7cr78 

Komentar