nusabali

Pawai Ogoh-ogoh Tergantung Status Zona

  • www.nusabali.com-pawai-ogoh-ogoh-tergantung-status-zona

Desa yang zona merah dengan tingkat penyebaran kasus Covid-19 tinggi, maka otomatis pawai ogoh-ogoh tidak boleh dilaksanakan.

MANGUPURA, NusaBali

Pawai ogoh-ogoh yang sedianya akan diarak pada malam Pengerupukan jelang Nyepi Tahun Saka 1944, terancam tidak bisa dilaksanakan. Sebab, lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Badung masih terus terjadi. Per Senin (7/2), kasus terkonfirmasi Covid-19 bertambah sebanyak 366 kasus.

Sesuai ketentuan, pawai ogoh-ogoh bisa dilakukan bila wilayahnya berada di zona hijau atau kuning. Namun jika berada di zona merah, maka pawai ogoh-ogoh dilarang.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupatan Badung, I Gde Eka Sudarwitha, mengatakan melihat situasi Covid-19 belakangan ini di Gumi Keris, Pemkab Badung akan mengambil keputusan untuk mengeluarkan edaran yang akan disesuaikan dengan perkembangan terakhir kasus Covid-19. Tidak hanya soal pelaksanaan pawai ogoh-ogoh, termasuk juga pelaksanaan upacara yang lain agar tidak menimbulkan kerumunan.

“Memang kami akan mengeluarkan surat edaran lagi berdasarkan perkembangan terakhir. Bapak Sekda sudah mengamanatkan agar kami di Disbud terus memantau perkembangan kasus Covid-19,” kata Sudarwitha, dikonfirmasi, Senin (7/2).

Mantan Camat Petang ini menjelaskan, kebijaksanaan pelaksanaan pawai ogoh-ogoh nantinya akan berdasarkan pada status zona banjar ataupun desa/kelurahan bersangkutan. Desa yang zona merah dengan tingkat penyebaran kasus Covid-19 tinggi, maka otomatis pawai ogoh-ogoh tidak boleh dilaksanakan. Kemudian upacara dilakukan dengan ngubeng yang melibatkan sedikit peserta.

“Kalau zona nya hijau atau kuning yang risiko penyebarannya rendah masih boleh, dengan batasan 50 orang dan taat prokes. Jadi sesuai zona wilayah saat itu, tidak bisa kita menutup semua,” jelasnya sembari menyebut hanya sedikit yang membuat ogoh-ogoh di Badung.

Sementara itu Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Badung, AA Putu Sutarja, menjelaskan sebagian desa adat sudah membuat kesepakatan untuk tidak membuat ogoh-ogoh. Pertimbangannya, karena kasus Covid-19 tidak bisa diprediksi penambahannya. Terlebih lagi ada prediksi akan ada lonjakan pada Februari dan Maret 2022.

“Ada kekhawatiran, takutnya kalau kita membuat ogoh-ogoh, bersamaan dengan itu ternyata ada kenaikan kasus Covid-19 dan zona wilayahnya jadi berubah, jadinya rugi dua kali,” kata Sutarja yang juga Bendesa Adat Kerobokan. *ind

Komentar