nusabali

Penari Topeng Sidakarya Harus Matang Mental

  • www.nusabali.com-penari-topeng-sidakarya-harus-matang-mental

Budayawan dan seniman Bali Prof DR I Made Bandem MA mengakui, sangat sulit mengukur tingkat kematangan seorang penari Bali. Namun, khusus penari topeng upacara, diantaranya Topeng Sidakarya, wajib menguasai kematangan fisikal dan mental. 

GIANYAR, NusaBali 
Itu ditegaskannya dalam Seminar Topeng, serangkaian Festival Topeng Nusantara (FTN) di Wantilan Desa Mas, Ubud, Gianyar, Minggu (6/12). Paparannya itu menjawab pertanyaan peserta seminar terkait banyaknya penari topeng masih ‘belia’ dan sekadar menguasai patopengan, namun sudah berani menarikan Topeng Panyidakaryaan. 

Mantan Ketua STSI Denpasar dan ISI Jogjakarta ini, menegaskan aspek fisikal pada penari meliputi teknis keindahan menari dan pemanggungannya. Aspek mental terkait motivasi menari. Agar penari Topeng Panyidakaryaan bisa matang menari, harus berani melatih diri secara full (penuh serius). Latihannya tak hanya pada fisik tarian, juga kemampuan memindahkan jiwa dan karakter sebuah topeng ke dalam diri. ‘’Saya sejak belajar menari topeng diajari masiluman atau menjiwai karakter topeng dengan cara tidur bersama topeng itu sendiri,’’ ujarnya.

Lebih penting lagi, jelas seniman Bali wayah (senior, Red) asal Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar ini, setiap penari Topeng Panyidakaryaan wajib mendalami keadnyanaan (kemampuan) dengan cara banyak membaca buku atau lontar Darma Patopengan. Lontar ini berisi tuntutan spiritual tentang tarian berkaitan dengan Upacara Hindu dan kosmologi menyangkut Pangider Padma Bhuwana dan ngingkup Dasa Bayu (menyatukan 10 kekuatan energi).  ‘’Jika Dasa Bayu telah dikuasai, maka tarian akan mataksu (beraura magis) karena yang berstana pada penarinya adalah Tuhan bermanifestasi Siwa Nata Raja,’’ jelasnya. 

Prof Bandem juga mengingatkan, taksu patopengan pada penari Panyidakaryaan ‘wajib’ mawinten. ‘’Biasanya penari topeng, makin tua, makin mantap, dan mahal,’’ jelasnya.
Dosen Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Jogjakarta, Bambang Pudjasworo dengan makalah ‘Topeng Dalam Tradisi Seni Pertunjukan Istana dan Rakyat Jawa’ menjelaskan, di Jawa, berita-berita tentang adanya pertunjuakan bertopeng dapat ditemukan pada prasasti dan kesusastraan Jawa Kuna. Antara lain, Prasasti Wahana Kuti dan Jaha (840 M), Bebetin (896 M), dan Prasasti Gurun Pai (1071 M). Dalam prasasti-prasasti tersebut dicantumkan dalam istilah atapukan, patapelan, dan raket yang berarti pertunjukan bertopeng. Istilah sama juga ditemukan dalam Kitab Brahmandapurana dan Kidung Sunda, dan istilah ‘raket’ dalam kitab Wanban Wideha. ‘’Namun belum ada prasasti yang menjelaskan sumber materi dramatik yang digunakan dalam seni pertunjukan topeng baik wiracarita Mahabharata, Ramayana, atau Panji,’’ jelasnya.

Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata mengharapkan festival ini mampu memberikan dan mewarnai khasanah budaya Nusantara. Kegiatan seperti ini akan terus dilaksanakan Pemkab Gianyar karena dapat melestarikan budaya adiluhung, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para seniman topeng. 

FTN berlangsung 5 - 7 Desember 2015 di areal Pura Taman Pule, Desa Mas, Ubud. Selain seminar, festival disi pameran topeng, workshop serta pementasan tari topeng dari masing-masing daerah. Tari topeng digelar di Pura Taman Pule, Desa Mas, dan di Puri Pejeng, Desa Pejeng, Tampaksiring. 

Ketua Panitia Festival I Gusti Ngurah Wijana mengatakan, melalui festival ini pihaknya ingin mengajak masyarakat lebih mengenal budaya khususnya topeng, hal tersebut berkaitan dengan mengoptimalkan pembangunan bangsa yang bermartabat berlandaskan budaya. 7 lsa

Komentar