nusabali

Maestro Pelukis Batuan Wayan Bendi Berpulang

  • www.nusabali.com-maestro-pelukis-batuan-wayan-bendi-berpulang

GIANYAR, NusaBali
Maestro lukis kontemporer gaya Batuan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, I Wayan Bendi,70, meninggal dunia, Rabu (15/7) malam sekitar pukul 23.30 Wita di Rumah Sakit Puri Raharja Denpasar.

Pelukis kelahiran tahun 1950 ini meninggalkan dua istri, 4 anak dan 9 cucu.  Prosesi pengabenan berlangsung Wraspati Pon Wuku Landep, Kamis (16/7) sore di Setra Pura Dalem Sukaluwih, Desa Adat Batuan, Kecamatan Sukawati. Adik almarhum, I Ketut Sadia, ditemui di rumah duka, mengatakan almarhum memang memiliki riwayat sakit gagal ginjal dan komplikasi jantung sejak tiga tahun terakhir. Selama itu, Wayan Bendi rutin cuci darah dua kali seminggu. Termasuk sebelum menghembuskan nafas terakhir, almarhum sempat cuci darah pada Rabu (15/7) pagi di RS Puri Raharja. "Pagi seperti biasa cuci darah, setelah itu pulang ke rumah. Malam hari tiba-tiba drop, langsung dilarikan ke RS Puri Raharja," jelas Sadia yang juga pelukis ini. Oleh karena faktor usia dan sakit yang begitu berat diderita bertahun-tahun, Wayan Bendi yang merupakan sulung dari 14 bersaudara ini, menghembuskan nafas terakhir menjelang tengah malam.

Kepergian almarhum menyisakan duka mendalam bagi keluarganya. Betapa tidak, seminggu sebelum tiada Wayan Bendi masih sempat melukis. "Seminggu lalu masih bisa melukis. Meski kebanyakan sambil duduk," ujar Ketut Sadia.

Semasa hidup, Wayan Bendi dikenal cukup aktif bermasyarakat. Dia sempat menjabat Kelian Banjar Pekandelan, Prajuru Ageng Pura Dalem Sukaluwih, Bendesa Adat Batuan 2010-2015. Dari 14 bersaudara, Wayan Bendi menggeluti dunia lukis bersama 4 saudaranya yakni I Ketut Sadia, I Wayan Diana, I Made Geriyawan, dan Ni Nyoman Merti. "Pada dasarnya kami semua bersaudara bisa melukis, mewarisi almarhum orangtua I Wayan Taweng. Tapi yang memang menekuni ada 5 orang," jelas Ketut Sadia. Termasuk anak almarhum I Wayan Eka Budi, menekuni seni lukis gaya Batuan.

Karya-karya lukis Wayan Bendi telah dikenal seantero Bali dan luar Bali. Cukup banyak menghuni museum seni lukis di Bali, antara lain Museum Rudana Ubud. Beberapa lukisan Wayan Bendi, juga menjadi koleksi dunia. Salah satunya di sebuah gedung konferensi di Jepang. "Tema lukisannya dominan tentang kehidupan dan pariwisata Bali. Yang di Jepang, lukisan dengan ukuran 60 cm x 3 meter dipindah mediakan ke keramik. Ukurannya diperbesar menjadi 3 meter x 9 meter," jelas Ketut Sadia.

Semasa hidup, Wayan Bendi menikah 3 kali. Dengan istri pertama (almarhum Ni Wayan Rapeg) dikaruniai seorang anak. Dengan istri kedua Ni Made Meji dikaruniai 2 anak, dan dengan istri ketiga Ni Wayan Sulasih dikaruniai seorang anak.

Wayan Bendi lahir dalam lingkungan keluarga pelukis tradisional Desa Batuan, Gianyar. Namun karya memiliki karakteristik berbeda. Wayan Bendi begitu larut dalam dunianya sebagai pelukis meski tidak mengenyam pendidikan akademis. Dibalik nama besarnya sebagai maestro, Bendi punya jejak keperupaan sedari kecil. Dia berani memasukkan hal dianggap tabu pada lukisan tradisional, antara lain rupa helikopter. Hingga tahun 1980-an dia menemukan diri sejatinya sebagai pelukis tradisional kontemporer. Karya-karyanya membuat detak kagum dunia internasional. Bendi sering kali diundang melukis pergi ke luar negeri. Seperti negara Eropa, Pemerintah Jepang, Amerika, Kerajaan Malaysia dan negara lain. *nvi

Komentar