nusabali

Jelang Perayaan Waisak, Tradisi Pindapata Melepas Kemelakatan

  • www.nusabali.com-jelang-perayaan-waisak-tradisi-pindapata-melepas-kemelakatan

DENPASAR, NusaBali  - Ratusan Umat Budha menyerahkan dana pindapata kepada Bhikkhu Sangha di sepanjang Jalan Gunung Agung, Denpasar, Kamis (9/5) pagi. Tradisi kuno ini digelar Vihara Buddha Sakyamuni (VBSM) Denpasar menjelang perayaan Waisak 2568 BE yang tahun ini akan jatuh pada 23 Mei 2024.

Bhikkhu Sangha mengenakan kain (kasaya) berwarna cokelat berjalan tanpa alas kaki. Ada 6 Bhikkhu dan 1 Samanera (calon bhikkhu) yang mengikuti kegiatan yang dimulai sekitar pukul 06.00-08.30 Wita.  Warga terlihat memasukkan pemberian berupa makanan dan minuman ke dalam bejana tembaga yang dibawa para Bhikkhu. Begitu penuh, pemberian tersebut dipindahkan ke kantong kain yang dibawa para pemuda buddha VSBM yang ikut mengiringi para Bhikkhu. 

Salah satu warga, Teja, mengajak seluruh keluarga mengikuti tradisi ini, berdana makanan dan minuman. Dia mengaku, jika tidak berhalangan, selalu mengikuti tradisi yang dilaksanakan VBSM ini setiap tahunnya. 

“Kita berdana melepas kemelekatan, jadi menyerahkan apa yang kita punya,” kata Teja yang mengaku berdomisili di sekitar Jalan Buluh Indah Denpasar. 

Hal yang sama dikatakan oleh Beni, warga yang tinggal di seputaran Jalan Mahendradata Denpasar. Dia mengajak anak perempuannya mengikuti tradisi pindapata untuk mengajarkannya kebiasaan memberi.  “Setiap tahun pasti ikut (berdana pindapata),” ujar Beni. 

Dalam kegiatan yang dilakukan setiap tahun ini, para Bhikkhu berjalan cukup jauh dari ujung timur Jalan Gunung Agung menuju wihara yang berjarak sekitar 2 kilometer. 

Ketua Karaka Sabha (pengurus) VBSM, Sanjaya Gunawan mengatakan pindapata ini merupakan rangkaian dari program penyambutan Trisuci Waisak yang diselenggarakan oleh VSBM.  Diikuti oleh 6 Bhikkhu dan 1 Samanera yang berasal dari Bali maupun luar Bali, yaitu Bhikkhu Cittagutto Mahathera, Bhikkhu Sucirano Mahathera, Bhikkhu Sujano Mahathera, Bhikkhu Dhammaratano, Bhikkhu Indamedho, Bhikkhu Pabhajayo, dan Samanera Indaviryo. “Tradisi pindapata merupakan cara pendekatan masyarakat secara agama Buddha dan juga merupakan kebiasaan dari para Buddha, baik Buddha yang lampau, Buddha yang sekarang, maupun Buddha yang akan datang. Hanya saja, tradisi ini kurang memasyarakat dalam masyarakat Buddhis Indonesia,” jelasnya. 

Di negara Buddhis seperti Thailand, kata dia, kegiatan pindapata ini dilakukan setiap hari. Karena pada dasarnya Bhikkhu tidak diperkenankan memiliki penghasilan. Warga pun beramai-ramai menyerahkan pemberian. 

Sanjaya Gunawan mengatakan, khusus pindapata yang dilakukan VSBM, dilakukan pada momen menjelang Waisak dan mengambil hari libur nasional, agar mengurangi potensi kemacetan lalu lintas. Jika dirunut arti katanya, Pindapata berasal dari dua suku kata, yaitu pinda dan patta. Pinda berarti gumpalan atau bongkahan (makanan) dan patta berarti mangkuk makan, dapat diartikan pindapata, adalah pengumpulan makanan dengan mangkuk oleh para Bhikkhu dari rumah ke rumah penduduk.

Menurut Sanjaya Gunawan, banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan berpindapata. Tidak hanya bagi para Bhikkhu, Umat Buddha juga memperoleh kesempatan untuk berbuat baik. “Di samping itu juga untuk melestarikan Buddha Dhamma yang merupakan kewajiban umat,” ujar Gunawan.a

Komentar